Lihat ke Halaman Asli

Sebut Saja Bunga

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau kau sedang berada di Yogyakarta, sempatkanlah waktumu untuk menengok surga para binatang. Bila kau datang dari arah Kota Baru, lalu kau menemukan persimpangan dua arah, beloklah ke kanan, menuju ke arah stasiun. Apakah aku perlu menjelaskan secara terperinci? Aku rasa, tidak perlulah aku bersusah payah menjelaskan. Karena tempat ini, sangat mudah untuk ditemukan, bertanyalah, karena jika ada yang tidak mengetahui keberadaan tempat ini, maka mereka bukanlah warga Jogja, atau, bisa jadi mereka adalah wajah-wajah munafik yang kerap menggunakan topeng kesucian. Parkir-kan kendaraanmu di stasiun tugu yang terkenal itu. Carilah gang bergambar kupu-kupu. Aku menunggumu disana.

Masuklah, jangan sungkan, jangan malu. Disini, batas antara dosa dan pahala hampir tidak terlihat. Celah antara Surga dan Neraka sangat sempit. Dan Tuhan adalah sejarah. Masuklah, berilah uang seribu rupiah kepada pria di ujung gang. Mereka-lah yang menjaga tempat ini tetap aman. Setidaknya, begitu menurut mereka. Jangan kaget kala hidungmu mencium bau busuk. Bukankah aku telah memberitahumu bahwa tempat ini adalah surga binatang? Maka terimalah bau itu, bau keringat para binatang, bau kencing, bau got, bahkan bau dari sisa muntahan lapen, minuman oplosan terkenal di Kota ini. Mungkin kau akan bingung melihat tempat ini. Memang, tempat ini mirip labirin, banyak terdapat gang kecil dan bercabang. Tapi tenanglah, kau tak akan tersesat, setiap gang terhubung satu sama lain, dan kau pasti akan menemukan jalan keluar. Tempat ini tidak terlalu luas, tapi juga tidak kecil. Mulailah dengan gang pertama. Belok kiri, ke arah timur, lalu memutar ke kanan. Disana kau akan menemukan perempuan-perempuan paruh baya dengan dandanan menor dan pakaian yang menantang. Perempuan? Iya benar, surga para binatang ini adalah salah satu lokalisasi pelacuran terbesar dan paling terkenal di Jogja. Usia mereka antara 35-40 tahun keatas. Disini-lah kau akan tersenyum dan menyadari bahwa Tuhan memang telah menjadi sejarah. Bahwa mereka semua masih berada di tempat ini, bukan lagi menjadi urusan Tuhan. Sebagian besar dari mereka adalah janda beranak. Tapi ada juga yang masih memiliki suami, bahkan ada yang suaminya berprofesi sebagai mucikari. Aku membayangkan tawa diwajahmu, tapi ini bukan lawakan untuk kau tertawakan seenak hatimu. Lihat dandanan mereka, lihat wajah mereka, payudara mereka, pantat mereka. Mereka bersusah payah memalsukan semua itu demi tetap terlihat menarik. Bukankah itu juga disebut perjuangan hidup? Bila penasaran, cobalah mereka, hanya setengah harga, dan mungkin kau akan puas. Bukannya ingin menjatuhkan nilai jual mereka, tapi, tidakkah kau teringat ibumu?

Dari situ, berbelok-lah ke kanan sampai mentok, lalu belok ke kiri dan memutar ke kanan. Disini telah bercampur antara tua dan muda dengan dandanan dan penampilan yang rata-rata sama. Kalau kau termasuk pria normal, hindari memakai celana jeans ketat. Jangan bertanya kenapa, ikuti saja saranku itu. Terus saja berjalan ke arah barat. Setelah mentok, belok kiri. Kau akan menemukan aku. Duduk didepan rumah kecil yang telah disulap menjadi losmen. Tempat nanti kau dan aku bertukar peluh, berbagi kenikmatan dan dosa.

Aku, sebut saja bunga, adalah istri dari setiap laki-laki kesepian. Tidak terhitung jumlah suami yang kunikahi setiap malamnya. Umurku 21 tahun, cukup muda bukan? Aku adalah perempuan paling sempurna yang Tuhan-mu ciptakan. Setidaknya begitulah kata Joni, mahasiswa salah satu Universitas swasta diJogja. Atau, tanya saja Om Burhan, pelanggan setiaku. Kalau kau masih ragu, coba tanya mas Budi, tukang ojek yang biasa mangkal di stasiun. Aku adalah perempuan bertubuh paling indah, berparas paling menawan dan pemuas nafsu paling hebat. Aku sempurna. Begitu kata mereka.
“Setiap kesini, yang aku cari cuma kamu Sri..” Kata Om Burhan.
Namaku bukan Sri, tapi bagi orang Jawa kebanyakan, Sri adalah panggilan untuk perempuan yang disayang. Om Burhan ini pelangganku yang paling baik. Pria beristri dan ber-anak tiga ini tidak pelit. Sering memberi tambahan uang. Sayang, malam ini dia tidak bisa datang. Aku rasa, dia berbeda dari suamiku yang lain. Baginya, Tuhan belum menjadi sejarah. Dia pernah menyuruhku untuk berhenti dan berjanji akan menikahiku. Tapi aku masih ragu, meskipun aku menemukan kenyamanan ketika melayaninya. Percayakah kau jika kukatakan bahwa aku masih memiliki hati untuk menyayangi? Kalau kau percaya, maka Om Burhan adalah orang yang beruntung. Atau malah sial? Om Burhan memberikan kenyamanan dan kasih sayang yang tidak pernah kudapatkan dari bapakku. Bapakku adalah lelaki paling bajingan dan biadab. Semoga mayatnya dimakan cacing. Kau boleh mengumpatku karena aku mengumpat bapakku. Tapi tahukah kau? Bapakku adalah lelaki pertama yang menikahiku. Dia yang pertama mengobrak-abrik kesucianku sebagai perempuan. Dia adalah lelaki pertama yang kucintai sekaligus menjadi lelaki pertama yang kubenci dan ku maki. Joni, mas Budi serta lelaki lain yang kunikahi setiap malam termasuk dari lelaki yang kubenci setelahnya. Selanjutnya, mungkin kau. Apakah kau ingin mengetahui kisahnya? Apakah kau ingin tahu bagaimana bapak memperlakukanku sebagai pemuas nafsunya? Apakah kau ingin tahu perlakuannya terhadap ibu? Lalu salahkah ibu ketika ia menikam dada bapak dengan pisau? Lalu kemudian ia menikam dirinya sendiri? Salahkah ibuku yang tercabik hatinya karena suami yang ia cintai ternyata bukan manusia? Kalau kau ingin tahu semuanya, kembalilah ke masa lalu. Karena aku tidak ingin mengingatnya lagi. Satu-satunya hal yang masih sulit untuk kulupakan adalah rasa sakit. Kalau teringat kejadian 3 tahun yang lalu itu, ingin rasanya kugali kuburan bapak, kemudian kucabik-cabik dadanya dengan pedang, memotong kemaluannya untuk kudapan anjing kampung buduk.

Cukup tentang bapak. Kalau kau pintar, maka kau akan mahfum, kenapa kini aku berada disini. Walaupun, untuk alasan apapun, tidak ada pembenaran atas apa yang aku lakukan sekarang. Aku masih menunggumu. Apakah kau akan datang? Kalau kau datang sekarang, kau akan menjadi suami pertamaku malam ini. Itu adalah keuntungan buatmu, karena tubuhku masih bersih, masih belum bercampur peluh dari lelaki lain. Atau kau masih ingin tahu lebih jauh tentang aku? Tarifku 150 ribu saja untuk satu kali. Itu adalah tarif termahal ditempat ini, dimana rata-rata tarif perempuan disini mulai dari 60-120 ribu. Tarifku berbeda, karena aku pantas untuk itu. Bukankah telah kukatakan padamu, bahwa aku adalah perempuan paling sempurna yang Tuhan-mu ciptakan? Datang dan lihatlah sendiri. Maka kau pasti setuju. Kau akan kulayani seperti seorang istri kepada suami. Kau akan kuberi kenikmatan sehingga kau akan rela melakukan apapun agar aku memberimu lagi. Payudaraku indah, tubuhku langsing dan proporsional. Kulitku putih bersih. Masih sangsikah kau akan kesempurnaanku? Atau kau merasa jijik? Najis? Malu? Kumohon padamu, datang dan lihatlah. Lalu sampaikanlah pada Tuhan-mu tentang semua yang kau lihat. Tanyakan kepada-Nya, bisakah kelak aku masuk Surga?

~@onobs~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline