Lihat ke Halaman Asli

Rival Sebangku

Diperbarui: 6 November 2019   23:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Bunyi bel tanda masuk kelas, baru saja terdengar. Jam istirahat pertama sudah habis. Satu persatu masuk kelas. Rata-rata masih kalem. Masih unyu-unyu. Tahun ajaran baru siswa kelas satu Sekolah Menengah Atas, baru berumur seminggu. 

"Hey.. Bin..kita taruhan yook.." ujar Suginoto teman sebangku Kobin dengan suara seperti serius. Baru seminggu saling kenal mereka sudah terlihat akrab. 

"Taruhan apa?"

"Taruhan siapa duluan terkenal di kelas ini. Aku apa kau. Taruhannya yang kalah nraktir sampai puas dua kali jam istirahat. Okay? Berani kau?" Suginoto melempar tantangan. Belum kelar Kobin menimbang, Suginoto melanjutkan kalimatnya, "Bila perlu aku angkat lagi taruhannya, bukan cuma terkenal di kelas ini. Tapi di sekolah ini. Berani Kau? Yang kalah nraktir selama seminggu!! Berani Kau?!" 

"Yaah..jelas kalah dong aku..kau khan lebih lincah. Lebih ngganteung.. Sama teman perempuan saja kau liar begitu..hebat kau..bilang saja kau mau makan gratis..pakai taruhan segala..," sahut Kobin dengan suara tertata beraturan. Seakan-akan kawannya itu dilambungkan dulu agar dirinya berkesan under dog. Walau sadar dengan kemampuan dan tampang ala kadarnya, Kobin adalah jenis manusia yang suka tantangan. 

"Bukan..maksudku bukan dikenal seperti itu. Nama panggilan kau khan Kobin. Aku Sin. Di kelas ini belum semua yang tahu. Apalagi di sekolah ini. Nah siapa yang lebih dulu dikenal dia yang menang. Gitu bro..okay? Setuju kau?" Suginoto mengejar.

Nama lengkap Kobin di kartu pelajar tertera sebagai Joyanco Binary Maronda. Sementara Sin mempunyai nama akte Suginoto Suryo Sumingkem

"Ahh..boleh..boleh..hayook..siapa takuut! Sampai kapan batasnya?"

"Sampai Jumat inilah. Sekarang khan Senin. Masih lama.." sahut Suginoto bersemangat melihat kawan ala kadarnya itu menerima tantangan. Kemenangan seakan sudah terlukis di wajahnya. 

Mereka pun melakukan tos, beradu telapak tangan. Tanda resmi dimulainya pertaruhan. 

Sejurus kemudian Ibu Lia masuk kelas. Guru Kimia. Perawakannya kecil. Rambutnya bergelombang kecil-kecil sebahu. Berkulit gelap. Jangan ditanya kepintarannya. Itu sebab beliau menjadi guru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline