Lihat ke Halaman Asli

Menikmati Kebodohan Rakyat

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rakyat memiliki sifat pragmatis, entah mereka yang mengenyam bangku sekolah ataupun yang tidak. Kecenderungan untuk mendapatkan sesuatu yang instan membuat rakyat mudah sekali dijadikan alat permainan kekuasaan. Jika mengatakan bahwa rakyat Indonesia sekarang ini adalah masyarakat yang cerdas, maka tidaklah salah jika pernyataan itu saya artikan sebagai sebuah rayuan, jebakan, atau apalah semuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengambil hati, menenangkan yang ujung-ujungnya adalah pemanfaatan kebodohan.

Mari saya ingatkan. Pada tahun 2008 kita dibebani oleh kenaikan harga BBM yang memaksa kita untuk merogoh kocek lebih dalam. Mungkin sekitar 33,33%, dari Rp. 4.500,00 ke Rp. 6.000,00. Saat itu seluruh kementrian dibuat tegang dengan kenaikan tersebut. Sri Mulyani yang pada saat itu adalah menteri keuangan RI, menjelaskan argumentasinya mengenai sikap pemerintah menaikkan BBM tersebut. Tidak lama kemudian, 2009, saat yang sama dengan pemilihan Legislatif dan Eksekutif. Pemerintah yang diwakili langsung oleh RI-1, mengumumkan penurunan harga BBM sebesar Rp. 500,00. Tidak berselang lama, kira-kira 1 bulan kemudian, penurunan harga BBM kembali dilakukan, besaran yang sama dari sebelumnya Rp. 500,00, dan 1 bulan kemudian harga lagi - lagi diturunkan. Besarnya? Tak elok rasanya jika saya kembali mengulang - ulang kalimat. Akumulasi penurunan harga BBM membuat harga BBM kembali ke harga awal, Rp. 4.500,00. Tidak berselang lama kemudian, muncullah iklan semagai media kampanye yang membuat saya begitu sakit hati. "Hanya pada pemerintahan xxxx, harga BBM turun 3 kali. BBM turun 3 kali. BBM turun 3 kali". Sebuah komunikasi politik yang SANGAT cerdas sekali. Cerdas bagi mereka. Cerdas memanfaatkan kebodohan rakyat. Seolah tidak menginkan pemilih yang cerdas dan kritis. Bukan tanpa alasan saya mengatakan bahwa rakyat memang masih hidup dalam kebodohan dan bukan tidak mungkin sistem pendidikan kita pun dikelola agar  menjadikan rakyat tetap bodoh. Hanya orang bodoh yang dapat dimanfaatkan. Bukankah begitu?

Kata terakhir dari saya, "Berikan siksaan pedih agar mereka takut berbuat salah. Berikan suapan hanya jika mereka merintih, memohon dan PATUH"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline