Di ruang kamar ini pertengkaran tak terelakkan lagi. Pasalnya secara mengejutkan suamiku membuat pengakuan bahwa ada perempuan lain di hatinya. Bahkan, ia terlanjur dalam mencintai, lalu memohon ijin untuk menikahi pula. Bibirku bergetar, mataku berkaca-kaca. Sejak saat itu kami pisah ranjang. Aku memutuskan untuk sewa apartemen.
Kami juga menyerahkan proses peradilan kepada pengacara. Sesekali menonton proses perceraian melalui video call dari pengacara. Kupikir buat apa serius mengikuti peradilan jika muaranya adalah bercerai. Lebih baik melanjutkan pekerjaan dan menghalau semua rasa kecewa. Lagi pula, di apartemen itu aku bisa lebih bebas. Bisa melampiaskan syahwat yang selama ini tak kurasakan dari suami.
Hari ini, untuk pertama kalinya aku dan suami dipertemukan di ruang persidangan. Aku duduk di baris utara dengan pengacara. Sementara suamiku duduk sendiri di baris selatan. Hakim memanggil seorang perempuan untuk masuk di ruang persidangan. Ya, aku memang sengaja memohon kepada hakim untuk menghadirkan perempuan itu. Penasaran saja, ingin tahu seperti apa wajah perempuan yang memikat suamiku. Mataku terbelalak, ternyata perempuan itu adalah rekan kerja yang selama ini menjadi pelampiasan syahwatku di apartemen. Di ruang persidangan itu pula, aku mengaku sebagai lesbian.
SINGOSARI, 13 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H