Lihat ke Halaman Asli

SANTOSO Mahargono

TERVERIFIKASI

Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Lebih Baik Jadi Batu Bisu

Diperbarui: 11 Februari 2022   17:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: pixbay.com

Bebatuan andesit membisu. Mereka berjajar sedang membekukan diri. Jutaan tahun lalu bumi telah melahirkan dari rahimnya yang berpijar. Tentu penuh prihatin. Penuh pengorbanan.

Seperti biasa ia sedang pening, memikirkan nasibnya yang cadas. "Memang begitu menjadi batu di desa Wadas," kata bebatuan andesit penuh bergas.

Kini, jutaan tahun dari perayaan ulang tahunnya, batu andesit tak mampu berkata. Bukan karena dibungkam mulutnya, sebab telah lama musyawarah dibatalkan. Banyak suaka yang pergi hijrah kepada penguasa.

Sebagai ibu angkatnya, Rakyat tak segan-segan membela. Lebih baik jadi batu andesit, hidup membatu ditengah-tengah kesuburan, daripada menjadi besi untuk mengepung warga desa.

Siang itu, besi menggeruduk dan mengepung warga desa, "Aku juga dari bumi, dari pasir besi yang dilahirkan bumi, harusnya kita bersaudara" kata popor senjata menyeru ke angkasa.

Batu andesit bungkam, Rakyat membelanya, "Lebih baik jadi batu bisu daripada jadi besi yang bernafsu." 


SINGOSARI, 11 Februari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline