Ini bukan aneh, juga bukan khayalan. Diatas kepala manusia sebenarnya ada cerita yang terangkai sesuai nurani.
Rangkaian cerita dengan huruf-huruf - entah apa bahannya - namun, sesuai dengan penglihatanku, seperti lembaran plastik mika transparan dengan huruf hitam di permukaannya. Mirip slide untuk presentasi jaman dulu sebelum ditemukan LCD Projector.
Apakah penjelasanku ini mudah kau tangkap? sampai disini sudah paham? maka kusebut saja cerita-cerita itu seperti slide jaman dulu. Hanya saja slide itu terkadang hurufnya berwarna warni, dan aku baru saja mempelajari mengapa bisa begitu.
Baiklah, untuk mudahnya, maka kusebut saja sebagai slide cerita. Seandainya saja kau bisa menyaksikannya, maka kau akan senang memandangi dan membacanya, atau saya khawatir kau malah keheranan dengan cerita-cerita unik yang tertulis dan kadangkala tak sesuai dengan apa yang terucap.
Sebelum kau bingung atau bahkan ingin tahu lebih dalam, ada baiknya kau tahu sedikit ihwal semua ini.
Apa yang kualami ini bermula dari cerita-cerita yang meluncur saat pertemuan RT. Biasanya sambil menunggu rapat RT dimulai, kami seringkali bercerita tentang apa saja. Tentang kejadian-kejadian di sekitar kita hingga cerita tentang pertemanan di kantor yang ternyata masih saudara dengan tetangga.
Begitu pula saat menghadiri upacara kematian. Tetangga yang hadir kulihat tak merasa sedih, paling tidak ikut berduka atas kematian. Mereka bercerita tentang apa saja. Tentang kejadian-kejadian orang yang meninggal beberapa waktu lalu, hingga cerita tentang tokoh-tokoh penting yang meninggal dan ternyata masih saudara dengan tetangga.
Bukan hanya itu, saat hajatan apapun, baik itu kelahiran bayi, pernikahan, syukuran haji, sampai dengan arisan dan kumpulan saat kerja bhakti, beragam cerita seperti tumpah ruah dengan aneka kejadian bersamanya.
Bahkan saat reuni pun cerita-cerita itu mengalir sebelum acara dimulai. Kira-kira seminggu yang lalu usai menghadiri reuni teman SMA, aku mendadak sakit keras. Semula hendak kuurungkan untuk hadir pada reuni itu, namun karena sudah setahun undangan itu diumumkan dan berulangkali aku berjanji untuk hadir, maka akhirnya tetap kupaksakan diri untuk menghadiri reuni itu.
Sebelum berangkat reuni, tubuhku mendadak demam. Dengan obat penurun panas demam itu sedikit reda. Selama perjalanan tubuhku berkeringat, bahkan aku tak berani memakai kaos reuni. Takut kaosnya bau keringat. Paling tidak ini jerih payahku untuk memenuhi janji.
Seperti biasa, temu kangen ini diawali dengan berbagai cerita. Tentang kejadian semasa SMA, tentang kejadian selepas SMA dan tentang tetangga yang ternyata masih saudara dengan teman SMA.