Banyak orang menganggap makhluk ghaib selalu identik berwujud mirip manusia. Misalnya hantu pocong adalah hantu berbentuk manusia yang dibalut kain kafan putih dengan muka sudah rusak. Adalagi hantu kuntilanak, sundel bolong, genderuwo, tuyul, wewe gombel, jenglot serta hantu-hantu lain yang berwujud mirip manusia.
Padahal, ada makhluk ghaib yang berbentuk bukan manusia. Misalnya berbentuk kobaran api, berbentuk gulungan ombak, aliran sungai yang tiba-tiba deras, berbentuk dahan bambu yang ujungnya menjuntai hingga ke tanah atau benda-benda lain semacam besi kuning, selendang berdarah, kabut hitam, hawa dingin, cermin, gayung, tali pocong serta bebatuan.
Ada satu lagi bentuk makhluk ghaib yang saat ini jarang ditemui, yaitu berwujud hewan. Sangat jarang penampakan hewan ghaib atau hewan jadi-jadian saat ini, karena orang yang memiliki ilmu mengubah wujud dalam bentuk hewan sudah banyak yang mati. Mereka enggan melakukan ritual tersebut, sebab taruhannya nyawa.
Konon ada beberapa hewan yang dapat dijadikan sarana atau media ghaib. Baik itu untuk diri sendiri, maupun untuk tumbal. Misalnya ada babi ngepet, kelelawar penghisap uang, serigala berkepala manusia, kuda berkepala manusia, siluman buaya putih, siluman macan, monyet tumbal, nyi blorong (ratu berbadan ular), kelabang (kaki seribu), siluman bulus (kura-kura), siluman ikan lele serta wujud hewan tak wajar lainnya.
Sebenarnya jika mundur kebelakang lagi, banyak makhluk ghaib yang berwujud hewan dan digunakan sebagai media menjalani ritual ilmu hitam. Sebuah ilmu yang berkaitan dengan sihir, kejahatan serta tipu daya. Kali ini yang akan menjadi kisah ghaib adalah "Siluman Cicak Pemerkosa Gadis"
Konon di sebuah kota di Jawa Timur ada seorang yang memiliki ilmu hitam dan mengajarkan kepada murid-muridnya ilmu bisa menghilang alih rupo (ngelmu halimun maleh rupo). Salah satu mengubah wujud tersebut adalah dengan mengubah diri menjadi hewan. Sebutlah tokoh itu dengan nama Ki Bejat.
Ki Bejat tinggal di sebuah desa di pinggiran kota. Sejak muda ia suka mengembara dan melakukan ritual-ritual yang diperoleh dari berbagai bisikan ghaib saat bertapa di tempat-tempat yang dianggap keramat.
Hingga pada suatu malam, Ki Bejat yang sedang bertapa di sebuah sungai itu bertemu dengan sosok ghaib. Sebuah wejangan (petunjuk) untuk melakukan ritual tertentu disampaikan oleh sosok ghaib tersebut.
Sejak saat itu Ki Bejat secara bertahap menjalankan tahapan ritual. Ia mengawali dengan topo pendem (bertapa di liang kubur) selama 40 hari. Sebuah lubang seukuran liang lahat telah digali di belakang rumah. Tak banyak orang yang tahu, bahkan tetangga pun menganggap Ki Bejat masih bertapa di suatu daerah.
Selanjutnya Ki Bejat mulai puasa mutih, tidak makan, tidak minum dan tidak tidur selama tiga hari tiga malam. Ia juga berusaha menghindari sinar matahari selama 21 hari. Seluruh rangkaian ritual tersebut dinamakan topo ngebleng (bertapa secara gelap tidak terkena sinar matahari dan terus menerus terjaga). Adapun pantangan dari ritual ini adalah tidak makan makhluk hidup atau hewan.
Usai menjalani seluruh rangkaian ritual tersebut, Ki Bejat kembali bertapa di sebuah sungai untuk bertemu kembali dengan sosok ghaib. Saat itu Ki Bejat dinyatakan lulus dan siap menerima wedar kanuragan (penjabaran ilmu kesaktian) berikutnya atau tahap akhir.