Apa saat ini kamu termasuk penghuni suatu kost? pastinya kamu sadar bahwa itu bukan kamarmu sendiri bukan? apakah kamu juga pernah bertanya kepada pemilik kost tentang siapa penghuni sebelumnya? atau bertanya pada siapa saja yang kebetulan telah lama tinggal di kost tersebut tentang apa saja termasuk peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi?
Kelihatannya kamu mulai ragu untuk menempati kamar kost saat ini. Meski kelihatannya bersih, aman, bangunannya bagus, fasilitas bagus dan tentu harga sewa yang wajar. Semua itu belum tentu menjamin sesuatu tidak terjadi di kamar kostmu.
"Oh tidak, mengapa harus ragu? kost ini di tengah kota, dekat dengan kampus, teman-teman disini sepertinya juga baik-baik saja. Apa yang diragukan?" katamu.
"Bagaimana dengan kamar mandinya?" aku balik bertanya.
"Kamar mandi dalam, memangnya kenapa?" sahutmu sedikit penasaran.
"Lampu-lampunya? apakah cukup terang?" kucoba bertanya tentang lainnya.
"Teranglah, aduh jangan bertele-tele, langsung aja!" pungkasmu tak sabaran.
"Sabar sedikit kawan. Nanti akan kujelaskan. Oh ya, bagaimana dengan kasurnya? bantalnya? gulingnya?" cerocosku membabi buta.
"Pokoknya bagus semua. Aku tak ragu dengan kost ini. Titik. Kau mau apa?" rupanya kamu sudah jengah dan mulai terpengaruh oleh berbagai tanyaku.
"Baiklah, aku tak akan memulai kisah apapun tentang kostmu ini. Apalagi membahas kamar mandi, lampu, kasur, bantal dan semua barang yang ada di kamarmu. Aku akan bercerita tentang kamar kost dari sisi lain. Lebih tepatnya sesuatu diluar sana yang bisa masuk dalam kost. Bisa jadi apa yang kuceritakan ini menjadi sesuatu yang akan kamu alami. Tapi, semoga tidak demikian" pungkasku. Kamu pun mulai tenang dalam posisi duduk. Semoga kamu juga sudi mengikuti kisahku ini.
Dulu aku juga pernah kost sepertimu, di Surabaya. Kota besar yang ramainya 24 jam. Hampir tak pernah aku mengalami kelaparan maupun kehausan. Warung kopi lengkap dengan nasi bungkus (waktu itu disebut sego saduk-an) selalu menolong saat perutku keroncongan. Harganya murah, dan tentu cukup jalan kaki saja untuk kesana.
Tapi, yang kukisahkan disini adalah tentang kamar kostku. Sebuah kamar kost pria yang dikepung oleh kost-kost untuk wanita. Mengapa demikian? ya jelas, kost wanita selalu ingin dekat kampus. Wanita atau mahasiswi tidak mau jalan kaki jauh-jauh. Mereka juga cari aman seandainya pulang mengerjakan tugas dari kampus. Tidak capek aja, begitu alasannya, apalagi kalau malam hari. Tahu sendiri kan suasana kampus dimanapun kalau malam?
Kamar kost yang kutempati ini berukuran 3 meter x 3 meter. Bangunan berbentuk kubus ini dilengkapi satu pintu dan satu jendela. Kamar mandi ada di luar. Didalamnya boleh bawa kipas angin, komputer, setrika dan kompor gas. Setiap kamar memiliki meteran PLN sendiri-sendiri. Setiap penghuni wajib menanggung soal penggunaan setrum PLN tersebut. Oleh pemilik kost, kamar kostku diberi nomor 203. Artinya saya tinggal di lantai 2 kamar nomor 03 atau kamar ketiga. Mirip penomoran kamar hotel.
Suasana kost secara umum cukup bersih untuk ukuran kost pria. Tersedia bak tempat sampah. Memiliki tukang kebersihan sekaligus penjaga yang disiplin. Kamar kost selalu dibersihkan dan dirapikan sebelum ditempati. Tidak bocor saat hujan, dan tidak pula banjir. Memiliki pagar besi tinggi dilengkapi cctv 24 jam. Terdapat pula tempat mencuci baju, cuci piring dan area menjemur pakaian.
Sudah bersih, aman, rapi, nyaman, dan suka-suka pula. Mau bawa alat elektronik apapun boleh, asalkan sesuai daya PLN. Hanya satu yang tidak boleh, yaitu membawa teman mahasiswi hingga ke kamar. Sebab sudah disediakan teras yang dilengkapi dengan kursi dan meja. Sekali melanggar dan tertangkap cctv, maka langsung dikeluarkan tanpa alasan apapun.
Sialnya, aku pernah lupa. Beberapa teman mahasiswi pernah mengerjakan tugas bersama di teras. Sebut saja Endang, Okta dan Cindy. Entah mengapa kelompokku terdiri dari 3 wanita dan hanya aku sendiri yang pria.
Saat itu menjelang sore sepulang dari kuliah. Kami asyik mengerjakan tugas sampai maghrib tiba. Namun, ditengah mengerjakan tugas, Cindy telah pamitan untuk pulang lebih dulu. Alasannya ibunya sakit. Ia tidak kost seperti 2 mahasiswi lainnya. Kami mengijinkan, dan Cindy segera pulang.
Hanya saja, saat Cindy pulang kami bertiga tidak ada yang mengantar sampai pintu gerbang. Kami anggap Cindy sudah dewasa, jadi cukup pamitan seperti umumnya. Lalu kami asyik melanjutkan tugas hingga maghrib tiba. Tugas sudah selesai, Endang dan Okta pun pamitan pulang ke kost masing-masing.