Lihat ke Halaman Asli

SANTOSO Mahargono

TERVERIFIKASI

Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Jadilah Puisi di Negeri Sendiri

Diperbarui: 26 Juli 2020   10:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: muurgedichten.nl

"Selamat pagi 26 Juli", Kusapa sajakku yang semalam tirakat kata. "Kami sedang berdo'a untuk generasi negeri ini, biar puisi tak terlupa," serunya. 

"Baiklah, ayo kita benahi waktu." ajakku seraya menimang puisi.

Siapkan bak mandi untuk puisi yang baru lahir. Kita bersihkan tubuhnya. Beri dia bedak tepung beras yang dingin. Suapi dengan aksara bijak. Jika mengantuk berikan susu ibu yang kau daras dari biji juang. Supaya saat terbangun tangisnya menggelegar di langit.

"Bukankah di langit para penyair memetik buah do'a?" tanya salah satu sajak.
"Benar, mereka bahagia menyaksikan kita merawat puisi-puisi bumi pertiwi," sahutku.

Kita bersiap merayakan hari puisi di Minggu pagi ini. "Apakah kau siap Minggu?" tanyaku.

"Tunggu! aku masih menyucikan tulang-tulang yang berserakan, dan ini ada kayu yang usai mengatakan cinta kepada api. Keduanya kurawat dalam rahimku. Sebab akulah Minggu, hari puisi yang tak mengenal waktu."

"Kau benar, ini hampir seabad pemuda kerempeng itu mewariskan kata-kata, dan belum sebulan kuwarisi hujan bulan Juni dalam ingatanku. Terkadang puisi seperti ibuku yang melahirkan anak-anaknya dengan rupa-rupa larik sajak."

Selamat Hari Puisi Indonesia, jadilah puisi di negeri sendiri.

SINGOSARI, 26 Juli 2020

Selamat Hari Puisi Indonesia, kami bertumpah darah, berbangsa dan berbahasa INDONESIA.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline