Di stasiun orang-orang mengajak sepi menuju tujuan. Di samping kananku seorang perempuan tua menekuri rejeki, tumpukan jajanan pasar belum juga naik ke atas kereta. Bukan perjalanan yang diinginkan, juga bukan ukuran jajanan pasar yang semakin kecil. Di saat sunyi seperti ini, acapkali yang manis terasa pahit. Yang dibawah merangkak naik, dan yang di kanan-kiri tak ada siapapun peduli.
Kulempar pandanganku ke kiri, nampak seruas rel yang memanjang. Aku bergumam, "Apakah sepanjang itu nasib mengenaskan akan terus mengeras dalam segala cuaca?"
Kereta tak kunjung tiba, jajanan pasar masih tersisa. Di antara kantuk perempuan di Stasiun, ada hitung-hitungan tentang rejeki, dan nyawa yang tak pulang sebelum petang.
Sepertinya tubuhnya mulai sedingin sisa jajanan pasar itu. Sementara di stasiun orang-orang menunggu kereta, yang mengangkut segerbong antrian menuju pulang atau hilang.
SINGOSARI, 7 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H