Lihat ke Halaman Asli

SANTOSO Mahargono

TERVERIFIKASI

Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Puisi | Keabadian Masa Kecil

Diperbarui: 27 Februari 2020   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://4.bp.blogspot.com/

Di sebuah lembar sajak, anak-anak bermain petak umpet, di sebuah tanah lapang berumput lebat. Daun-daun bersorak saat menemukan persembunyian. Buah-buah dijatuhkan oleh pohon tua sebagai hadiah. Anak-anak semakin girang memunguti buah, seperti memunguti kisah kanak-kanak yang gelak semarak. Mereka kunyah buah itu untuk bekal kehidupan mendatang.

Di sebuah lembar sajak, anak-anak memainkan seruling, di sebuah tanah lapang menggembala domba. Langit menarik lengan awan untuk melihat bulu domba yang mirip dengannya. Sehingga cuaca menjadi teduh. Sebab itulah anak-anak juga menaikkan layang-layang, untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada langit. 

Maka, sebelum senja menutup lembaran hari ini, anak-anak berlarian ke sungai. Mereka bergegas mandi membersihkan kesalahan. Tak lupa belajar menyelami kehidupan dan mengapungkan khayalan.

Senja segera menurunkan tirai jingga. Ikan-ikan kembali menata siripnya. Sebentar lagi kunang-kunang juga berhias diri. Semua menyambut malam. Kecuali seorang penyair yang tersesat keabadian masa kecil. Ia tak mampu berteriak, meski di sebuah lembar sajaknya sendiri.


MALANG, 27 Februari 2020   




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline