Jalanan telah rebahkan sepi, istirahatlah ia dalam dinihari. Terompet telah dikemasi sepi. Pesta dibubarkan kenangan. Kembang api telah membakar tiga ratus enam puluh lima hari yang lalu.
Selat telah memisahkan waktu tanpa perahu. Batu-batu membiarkan rindu mengalir di jeram. Kisah dalam buku semakin kuno, dibaca berulangkali untuk menata teras kehidupan. Sebelum semua dimasukkan dalam bilik rindu. Ada baiknya kita kuliti sekujur pikiran yang pernah kita tanam. Kepala yang semakin memutih ini adalah susu ibumu di masa lampau.
Ia memasang bingkai-bingkai do'a di dinding hatinya. Mencatatkan pesan pada labirin daun telinga, mengajakmu memenuhi gemintang di netra. Lalu kau raih semusim demi semusim, kau masukkan dalam toples yang menyisakan secuil roti kering.
Esok pagi adalah Januari, dimana prestasi tetap kau raih, meski kenangan dan kabut terus singgah di ujung daun, tempat kau meminta ijin mengemasi semangat, membuahkan berbagai rasa. Pagi itu pula kau buka toples dan kau dapati bintang telah berbahagia. "Bekerjalah, biarkan rindu kurawat sendiri, dalam berbagai sunyi maupun pesta kunang-kunang di petang, cinta dan rindu adalah semangat yang terus terulang, dari Januari ke Desember.".
SINGOSARI, 26 Desember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H