Lihat ke Halaman Asli

SANTOSO Mahargono

TERVERIFIKASI

Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Puisi | Termakan Puisi

Diperbarui: 1 Desember 2019   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrated by Józef Rippl-Rónai (kunst-fuer-alle.de)

Sebelum puisi ini kutulis, sebenarnya aku tak punya ide.
Melalui khayalan yang ada di kepala
kawan-kawanku, semua ide itu kurampas,
lalu kumasukkan dalam panci.

Selama semalam kurebus ide-ide
itu hingga matang. Tak ada bumbu-bumbu
khusus yang dicampur kedalam panci.
Itulah mengapa istriku benci dengan
puisiku, katanya aku sudah tidak
seperti dulu lagi.

Menyayangi,
Mengelus-elus dahinya,
Memijat pundaknya
Mencium jidatnya
dan masih banyak lagi.

Keesokan malamnya, istriku tidur sendirian
dalam kamar. Ia cekikikan
seperti ada yang menghiburnya. 

Sebagai seorang pria tulen, seperti yang
pernah kutulis dalam puisi, maka kudobraklah
pintu kamar.

Olala, puisi telah meracuni istriku.
Ia menggelepar diatas kasur, matanya
mendelik, tangannya memegang kertas,
nampak pula puisiku meleleh tumpah membasahi sprei. 

Harusnya aku merebus puisi selama
dua malam, sehingga tulangnya bisa
lunak dan tidak membuat istriku tersedak.


MALANG, 1 DESEMBER 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline