Lihat ke Halaman Asli

SANTOSO Mahargono

TERVERIFIKASI

Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Kunang-kunang di Antara Kita

Diperbarui: 23 Juni 2019   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://image.winudf.com

Seperti sebulan yang lalu, aku tetap memacari senja dulu sebelum kau datang. Jembatan tua yang selalu kau lewati menjadi penunggu setia. Bersama gemercik sungai menghibur gendang telingaku. 

Biasanya kau datang sekira petang menghampiri. Lalu kuantar kau pulang bersama sepeda angin. Melewati sawah milik bapakmu yang luas. Lalu melewati rumah penghulu yang pernah kau ceritakan. Aku selalu bahagia menjemputmu. Meskipun kau hanya membisu sejauh jalan.

Kini, petang mulai merayap, tulangku sedikit gigil. Jembatan tua dilahap gelap. Gemercik sungai seperti menertawakanku. Aku sungguh dimaki-maki oleh waktu. Belum lagi sepi yang mengoyak kerinduanku. Kutinggalkan jembatan tua bersama lalu lalang kendaraan, meski hatiku cemas.

Esok hari aku ke rumahmu, seorang pria telah menandaskan kopi, ia begitu sopan berpamitan. Kulihat ibumu juga hangat melepasnya. Sementara, aku membatu duduk di kursi. 

Menikmati kecemasanku bersama perginya pria itu. Aku memang sahabatmu, dan aku menuruti pintamu. Tapi mengapa hatiku bergetar melihat kehadiran pria itu? Bukankah gemercik sungai tak pernah meninggalkan jembatan tua itu? Lalu mengapa kau pernah cerita, tentang kunang-kunang yang hadir saat malam tiba? Jika begini aku semakin terang patah hati.

Malang, 23 Juni 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline