Lihat ke Halaman Asli

Omri L Toruan

Tak Bisa ke Lain Hati

Golkar, Berbuat Sebelum yang Lain Berpikir

Diperbarui: 5 September 2016   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: poskotanews.com

 Golkar memang tak ada matinya. Bahkan, ketika Alm. Gus Dur mencoba membubarkan Partai Golkar, justru beliaulah yang saat itu lengser sebagai presiden. Entah berapa partai juga  sudah terlahir dari rahim Golkar dan hingga kini masih eksis, seperti Gerindra, Hanura, tidak lantas membuat Partai Golkar surut dan terpuruk. Golkar tepap jaya, bahkan sekarang ini menjelang perhelatan pemilu 2019, Golkar semakin digdaya, jauh meninggalkan Partai Demokrat yang sempat melejit, namun hanya semusim dan setelah itu mulai layu.  Entahlah bila di pemilu 2019, Partai Demokrat masih layak diperhitungkan.

Soal berpolitik, Golkar lah gurunya, dan tidak perlu diajari dan memang Partai Golkar lah jawaranya dalam urusan yang satu ini. Partai Golkar memang unik, ia tidak pernah mengandalkan atau bergantung kepada kharisma atau figur seseorang. Inilah kelebihan sekaligus Kekurangan Partai Golkar, bahkan saat orde baru, Golkar tidak bisa melahirkan seorang tokoh yang berkharisma yang bisa menandingi Pak Harto yang bisa menggunakan Golkar dan ABRI untuk mengamankan kekuasaannya.

Belum pernah sejarahnya Golkar melahirkan pemimpin berkharisma yang bisa menjadi ikon partai seperti Megawati di PDIP, Pak Beye di Demokrat. Mungkin, ini jugalah yang membuat Golkar selalu harus tampil selangkah di depan, karena memang mereka tidak pernah memiliki figur yang bisa dijual, beda dengan PDIP, Partai Demokrat yang masih tetap mengandalkan figur dalam urusan berpolitik hingga saat ini.

Namun keadaan ini tidak lantas membuat Golkar iri dengan partai lain, bahkan ia bisa mengeksploitasi figur atau kader di luar Golkar untuk kepentingan dirinya. Tiba-tiba saja Golkar membuat terobosan fantastis, yakni akan mengusung  Presiden Jokowi di pilpres 2019 yang masih tiga tahun di depan. Langkah Golkar ini tidak kurang membuat PDIP serba salah, karena sudah keduluan Golkar. Padahal, urusan Pak Jokowi dengan PDIP masih belum selesai, PDIP masih terus menuntut status petugas partai dari Pak Jokowi, yang menurut mereka masih belum terlihat dari sikap dan kebijakan Pak Jokowi selama ini. 

Bahkan dengan percaya diri, Partai Golkar sudah membahas strategi pemenangan Pak Jokowi,  yang membuat PDIP  kebingungan. Golkar memang sepertinya tidak tahu diri dan tidak tahu malu, karena biar bagaimanapun, Pak Jokowi adalah kader PDIP. Namun itulah Golkar, mereka tahu bahwa saat ini Pak Jokowi sebagai Presiden RI adalah milik semua partai, bukan lagi hanya milik PDIP. Akhirnya PDIP hanya bisa geleng-geleng kepala, karena  tidak tahu harus berbuat apa.

Laksana ksatria kesurupan, Golkar terus mengeluarkan senjata pamungkasnya guna membungkam lawan-lawan politiknya yang masih kebingungan. Golkar sudah sampai pada wacana menentukan cawapres  untuk presiden jokowi di Pilpres 2019. Wow, lagi-lagi PDIP tidak tahu harus berbuat  apa. Setelah membajak Pak Jokowi, posisi cawapres juga sudah siap untuk diplot Golkar dan tidak menyisakan sedikit pun ruang bagi PDIP untuk berpikir. Golkar berupaya memaksa PDIP agar tidak banyak berperan dalam menentukan siapa yang akan memimpin NKRI periode berikutnya. Langkah ini merupakan taktik jitu Golkar untuk memberi kesan kepada rakyat bahwa Golkarlah yang paling berperan terhadap kelanjutan kepemimpinan Pak Jokowi. Dan sebagai imbalannya, Golkar akan menuai konstituen yang berlimpah dari massa simpatisan Pak Jokowi yang kurang sreg dengan metode tarik ulur PDIP.

Tidak ada banyak pilihan tersisa bagi PDIP selain mengekor  Golkar untuk melanjutkan kepemimpinan Pak Jokowi, itulah tujuan Golkar, menyandera PDIP.  Strategi  Golkar kali ini memang luar biasa, sejak dinakhodai Setya Novanto, Golkar langsung tancap Gas. Jauh beda dengan PDIP yang masih bèlum tahu hendak melangkah kemana. Jangankan pilpres 2019, pilgub DKI yang sudah di depan mata, mereka masih percaya Belanda masih jauh. Dan kita akhirnya melihat, kader- kader PDIP sudah disusupi oleh Belanda Hitam  yang  sudah berhasil menarik beberapa kader banteng ke gerbong mereka guna menumbangkan Ahok. Dan PDIP masih mencoba  bermain-main  dengan waktu, sementara Golkar sudah sangat  jauh meninggalkan PDIP.

Golkar memang tidak ada duanya, kalau ada pastilah juga yang satunya sudah digugurkan oleh KPU karena hanya bisa ada satu Partai Golkar. Diantara partai-partai politik yang ada di Indonesia, Golkar lah yang paling cerdas. Mereka paling lihai membaca dan memanfaatkan momentum. Golkar sangat tahu bahwa mereka tidak memiliki figur yang layak  untuk dijual di pilpres 2019. Demikian juga jika mereka menawarkan kadernya sebagai cawapres, bahkan jika itu  Setya Novanto sekalipun, mereka yakin tidak bakalan laku. Sama seperti di pilpres lalu, Golkar sudah kesana kemari menawarkan ARB, namun pasar tidak sedikitpun tertarik, padahal bisa saja harganya sudah didiskon habis, bahkan diobral, namun tetap juga tidak laku dan harus pulang dengan tangan hampa.

Oleh sebab itu mereka harus cepat bergerak sebelum terlambat dan keduluan partai lain. Mumpung PDIP masih sibuk dengan urusan status Pak Jokowi, Golkar harus cerdik. Apalagi Pak Jokowi sangat disukai oleh rakyat, sementara PDIP masih tetap  jual mahal. Dan akhirnya Pak Jokowi pun  dibajak. Tidak peduli bahwa Pak Jokowi itu tadinya diusung oleh PDIP. Golkar pun masuk, dan Pak Jokowi sepertinya tak kuasa dan juga memang tidak ada niat untuk menolaknya. Ia membiarkan dirinya dieksploitasi Golkar, karena memang ia juga sangat memerlukan Golkar guna mengamankan kebijakannya di parlemen. 

Golkar sangat senang dengan situasi ini, Golkar merasa, ia lah sekarang pemilik Pak Jokowi yang sesungguhnya, bukan PDIP. Terinspirasi dari slogan pabrik semen, Golkar 'sudah berbuat sebelum yang lain memikirkannya'. Beda dengan partai lain, ' Baru berpikir setelah Golkar melakukannya'. Partai-partai lain akhirnya  bersuara, supaya dianggap masih eksis tentunya. Mereka menyebut langkah Golkar ini terlalu dini atau kepagian, Golkar butuh pemersatu partai, sehingga butuh sosok Pak Jokowi. Golkar sedang bermain api, dan entah apa lagi. Namun seperti biasa, Golkar tidak pernah mau dengar apapun kata orang. Dan memang Golkar bisa membaca situasi ini, mereka tahu bahwa partai lain tidak mampu melakukan apa yang dilakukan oleh Golkar, berpolitik dengan cerdas dan  lihai. 

Sejujurnya, mereka sangat cemburu terhadap Golkar, karena tidak bisa melakukan seperti apa yang dilakukan Golkar. Disamping terkendala dengan kecerdasan politik, langkah mereka terganjal dengan  sosok ketua umum selaku rujukan untuk setiap keputusan penting, padahal sangat mungkin ketua umum juga tidak mampu berpikir sejauh apa yang dilakukan oleh Partai Golkar. Belum lagi realitas  kekuatan partai mereka yang memang  tidak bisa disamakan dengan Golkar maupun PDIP untuk layak diperhitungkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline