Lihat ke Halaman Asli

Pesta Pernikahan di Negeriku Memang Aneh

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah pernah menghadiri acara pernikahan kan? Atau pasti banyak juga dari kita yang sudah menyelenggarakan acara ini.

Bagi saya acara pernikahan di negeri kita ini sangat-sangat membosankan, banyak merugikan dan seringkali tak masuk akal. Kenapa saya berpendapat seperti itu? Coba saja lihat, acara pernikahan kita menghabiskan puluhan hingga ratusan juta rupiah. Angka yang fantastis. Sebagian uang habis untuk dekorasi dan pakaian yang wah. Terkadang malah berlomba-lomba untuk menunjukkan betapa mewah dan meriahnya suatu pesta pernikahan.

Si empunya acara (pengantennya) malah dipajang di depan. Kerjaan pengantennya hanya berdiri untuk disalam-salami oleh para tamu. Ngapain coba bikin acara cuma untuk disalam-salami. Kehormatan para undangan ditunjukkan dengan diajak berfoto-foto bersama sang pengantin. Keanehan lainnya yaitu para undangannya biasanya banyak yang ga dikenal oleh pasangan pengantin. Yaiyalah wong banyak banget tamunya malah teman-teman orang tua yang manten. Yang lebih aneh lagi buat saya yaitu para undangan dianjurkan membawa amplop berisi uang dan disetor ke celengan yang berada di depan tempat berlangsungnya acara nikahan...weird. Ini mau ngadain acara pernikahan apa acara kumpul amal??

Coba kita telaah lagi, sebenarnya apa sih tujuan penyelenggaraan acara pernikahan? Jangan cuma karena orang lain menyelenggarakan seperti itu makanya jadi ikut-ikutan. Budaya ikut-ikutan inilah yang seringkali menjadi penyakit bangsa.

Acara pernikahan itu atau walimahan, merupakan ajang kita mengumumkan kepada masyarakat "wooy, kita sudah menikah nih, kami sudah suami istri. Tak ada lagi fitnah, dan kami sudah tidak available lagi untuk dikencani". Fungsi lain tentunya berbagi kebahagiaan dengan mengundang makan-makan. Tul ga??

Coba kita lihat praktek pesta pernikahan yang sudah terjadi, bukannya berbagi kebahagiaan eh si tamu malah diminta untuk ngasih amplop. Pikir-pikir kenapa uang amplop itu ga dipakai saja untuk makan di restoran? bisa jadi kepuasannya lebih daripada makan di kondangan.

Sekarang tempatkan diri kita sebagai tamu undangan. Sewajarnya kita menghadiri pesta pernikahan itu ya karena ingin "pesta". Makan-makan enak, enjoying the party, enjoying suasana pesta yang menyenangkan, musik, teman-teman ngobrol, pokoknya asik dan seru deh. Lha kenyataannya?? Kebanyakan orang menghadiri undangan karena menghargai si pengundang. "Ga enak kalo ga datang", kata seorang teman. "Kalo kita ga datang, nanti pas kita yang menyelenggarakan pesta mereka juga ga mau datang, makin sedikit dong amplop yang kita terima", kata teman lainnya. Ya ampuuunnn.

Saya sendiri sebenarnya malas datang ke kondangan seperti fenomena sekarang ini. Gimana ga malas, pengennya saya itu saya bisa banyak bercengkerama dengan teman-teman, baik yang sedang pengantin atau pun teman-teman undangan lainnya. Tapi dengan kondisi yang crowded (saking banyaknya tamu tak dikenal yang datang), dan sang pengantin yang dipajang di depan dan tak henti-hentinya menyalami tamu yang sebagian tak dikenalnya, kesempatan bercengkerama pun sulit didapatkan. Lagipula saya dianjurkan untuk membawa amplop berisi uang, wadooohh kok gini sih. Acara hiburan seperti musik jarang bisa menghibur saya. Intinya datang ke suatu pesta pernikahan tidak dapat memberi hiburan bagi saya.

Di sisi lain kasihan lho orang-orang yang ingin menikah. Menikah dengan gaya Indonesia ini mahal. Banyak orang yang takut menikah dengan alasan tidak siap uang untuk menyelenggarakan pernikahan. Terus kenapa ga menikah ala sederhana saja kalau ga punya uang? "Orang tua/mertua tak mengijinkan, ga enak sama orang kalo ga dipestain", kata sorang teman yang ingin sekali menikah tetapi harus menundanya demi mengumpulkan uang untuk pesta pernikahan. Keluarga saya pun tak luput menjadi korban "image pesta pernikahan yang wajar" ini. Kami harus mengeluarkan lebih dari 60 juta rupiah untuk penyelenggaraan pesta. Hal ini belum termasuk tetek bengek seperti seserahan, cincin kawin, fotografi, hiburan dsb. Bayangkan 60 juta itu banyak friend. Banyak hal lain yang lebih bermanfaat dengan uang sebesar itu. Sebagai contoh yaitu naik haji. Bukankah naik haji itu hukumnya wajib bagi yang mampu, sedangkan mengadakan pesta pernikahan itu tidak wajib??? Dengan artian kita mendahulukan yang tidak wajib di atas hal yang wajib, aneh kan...

Bagi yang menyetujui acara-acara boros seperti ini biasanya beralasan "ya kan cuma sekali seumur hidup", atau "kita harus menyesuaikan diri dengan masyarakat". Ah klise.

Bagaimana acara pernikahan di negeri lain?? Kebetulan saya punya pengalaman menghadiri pesta pernikahan salah seorang teman ketika saya berada di negara Belanda. Bisa dilihat di link berikut ini. Intinya menyenangkan dan pasti tidak terlalu menghabiskan biaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline