Menerima telepon di jam-jam yang nggak lazim itu rasanya nggak enak banget. Hampir tak pernah terjadi ada yang nelepon lewat tengah malam ngajakin ke kafe, nonton bioskop atau nanyain PR matematika, yekan?
Umumnya, yang akan disampaikan adalah satu musibah atau kabar duka. Saya pribadi sudah beberapa kali mengalaminya dalam hidup sehingga tiap kali ada yang menelepon di jam aneh itu, jantung rasanya diajakin joget di lantai disko.
Tadi malam, dalam keadaan setengah sadar saya mendengar adik saya berkata cukup kencang, "innalillahi wa innailaihi rojiun" sambil tak lama kemudian berteriak memanggil nama saya. Mendengar itu, jelas saya langsung melompat dari ranjang dan keluar kamar.
"Kakak kerampokan!" ujarnya panik.
Kakak saya perempuan, tinggal hanya bertiga dengan dua anaknya yang masih kecil di rumah mereka. Suaminya --kakak ipar saya, dikarenakan tugas negara, harus hidup terpisah ratusan kilometer dari Palembang dan sedang tidak berada di rumah.
Jelas saja saya kalut. Mendapati situasi itu, yang saya lakukan pertama kali ialah menenangkan ibu yang terlihat sama syoknya di depan kamar. Sekilas saya melihat jam dinding, pukul 1:30 pagi! Ya ampun, apa yang harus saya lakukan?
Teryata, ibulah yang lebih awal menerima telepon itu. Saat kemudian sambungan terputus, baru adik saya yang menerima. Tak lama, saat telepon kembali berdering saya yang gantian mengangkat telepon.
Ibu yang saya khawatirkan akan syok ternyata tadi malam (21/10) jauh lebih nalar dan waspada. Bisa jadi juga didasarkan intuisi keibuannya ya. Makanya sebelum saya menerima telepon ibu bilang, "hati-hati, kayaknya itu bukan suara kakak, deh."
Saat telepon diangkat, langsung terdengar suara tangisan yang kencang dari seorang perempuan. Jujur saja, mungkin karena kondisinya menangis ya, suara yang saya dengar 80% mirip suara kakak.
"Ada apa?" tanya saya.