Lihat ke Halaman Asli

Haryadi Yansyah

TERVERIFIKASI

Penulis

Deg-degan Jelajah Masjid di Dataran Tinggi Gayo Takengon, Aceh

Diperbarui: 30 April 2020   15:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masjid Raya Ruhama Takengon. Dokpri.

Sekitar akhir 2017, saya berkesempatan mengunjungi Tanah Gayo yang menjadi sebutan bagi Kota Takengon yang juga merupakan ibukota Kabupaten Aceh Tengah. Ini kali pertama saya ke Provinsi Aceh. Terus terang, mengingat Aceh menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan hukum jinayat (syariat yang mengacu pada ketentuan hukum pidana Islam), saya jiper juga.

"Tenang, Takengon nggak seketat Banda Aceh, kok," ujar Bang Yudi, salah satu teman di perjalanan saya saat itu.

Dari Palembang, saya sempat transit dulu di Jakarta sebelum kemudian menempuh perjalanan ke Medan untuk berganti pesawat ke Takengon. Kota ini berada di tengah-tengah antara Banda Aceh dan Medan. Jarak tempuh dari dua kota itu menggunakan mobil berkisar 7 sd 8 jam. Namun, jika mau lebih cepat, ya naik pesawat dari Kuala Namu ke bandara Rembele.

Saya sengaja memilih window seat agar dapat melihat pemandangan Tanah Gayo dari ketinggian. Sebagai orang Palembang yang terbiasa dengan dataran rendah, saya takjub dengan keindahan di sepanjang perjalanan yang memperlihatkan jajaran perbukitan. Begitu akan tiba, mulai tampaklah suasana kota dan sebuah masjid berwarna putih yang indah sekali.

Masjid indah yang dilihat dari pesawat. Dokpri.

Dari sini, kami masih harus naik mobil lagi sekitar sejam untuk tiba di pusat kota Takengon yang berada di ketinggian sekitar 1200 meter di atas permukaan laut. Lumayan tinggi, ya! Tak heran udara di Takengon terasa lebih sejuk dan dingin di waktu-waktu tertentu.

Omong-omong, Takengon disebut sebagai Dataran Tinggi Gayo karena berada di salah satu punggung pegunungan Bukit Barisan yang membentang di sepanjang Pulau Sumatra. Nama Gayo melekat karena banyak suku Gayo yang mendiami kawasan ini. Masyarakat Gayo penganut agama Islam yang kuat. Tak heran jika keberadaan masjid mudah ditemukan di sana.

Melipir ke Masjid Ruhama Takengon

Saya dan rombongan menginap di sebuah hotel yang berada di jantung kota. Nah, asyiknya, hotel kami ternyata jaraknya dekat sekali dengan Masjid Raya Ruhama Takengon yang berdiri pertama kali pada tahun 1969 atas tanah wakaf seluas 1.431 persegi. Gede banget, ya!

Tak heran jika kemudian masjid megah yang indah ini dapat menampung hingga 2000 jamaah. Yang saya suka, view-nya langsung ke arah dataran tinggi yang terlihat bak pelindung. Aritekturnya juga menarik dan mengambil corak khas Suku Gayo. Terutama pada bagian kubah emas serta gapuranya. 

Gerbang dan kubah Masjid Raya Ruhama. Dokpri.

Bagian dalam masjid. Dokpri.

Saya dan rombongan beberapa kali mencicipi beribadah di masjid raya ini, terutama lagi saat salat Jumat. Ruang wudhunya terpisah jauh dari bangunan utama. Bagus juga sehingga aktifitas di tempat wudhu yang biasanya menyatu dengan toilet tak mengganggu kebersihan bangunan utama.

Saya merasa kerasan berada di Takengon. Menurut saya penduduknya pribadi yang ramah. Saya tidak merasa "terintimidasi" dengan respon mereka sebagaimana yang saya khawatirkan sebelumnya. Secara ya, sekilas saya mirip dengan orang tionghoa yang bermata sipit walaupun err kulit saya gelap. (herannya jika keluar negeri selalu disangka orang Jepang, Korea atau Tiongkok).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline