Lihat ke Halaman Asli

Omjay Labschool

guru blogger indonesia

Pulang Malu, Tak Pulang Rindu

Diperbarui: 15 November 2024   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumber gambar Flicker

Pulang Malu, Tak Pulang Rindu

Malam mulai merayap di langit, menandakan bahwa waktu telah beranjak larut. Di sudut-sudut kota, lampu-lampu berkelap-kelip, menciptakan suasana yang hangat namun menyimpan rasa sepi. Di tengah keramaian, ada cerita yang tak terucap, kisah seorang yang terjebak antara rasa malu dan kerinduan.

Ia baru saja meninggalkan tempat yang penuh kenangan. Setiap sudut tempat itu mengingatkannya pada tawa dan canda, pada momen-momen yang pernah membuat hidupnya berwarna. Namun, kini semua itu terasa seperti bayangan kelam. Malu menyelimuti hatinya; ia merasa tak pantas kembali. Berbagai kesalahan dan pilihan yang salah menghantuinya, membuatnya ragu untuk melangkah ke tempat yang pernah ia sebut rumah.

Di sisi lain, rasa rindu terus membakar. Ia merindukan suara lembut ibunya, ketulusan sahabat-sahabatnya, dan hangatnya pelukan yang menanti. Namun, entah mengapa, ia merasa bahwa pulang bukanlah pilihan yang tepat. Ia merasa telah mengecewakan orang-orang terkasih, seolah kembali hanya akan menambah beban mereka.

Setiap langkah menuju rumah terasa berat. Ia ingin berlari, namun kakinya seperti terikat. Malu dan rindu saling tarik menarik dalam hatinya. Ia teringat akan semua janji yang pernah diucapkan, semua harapan yang pernah ditanamkan. Kini, semua itu seolah menjadi beban yang menekan dadanya.

Sesampainya di depan pintu rumah, ia berdiri lama, menatap pintu yang tertutup rapat. Kenangan indah berkelebat, namun rasa malu mengunci langkahnya. Ia merindukan kebersamaan, tetapi terbayang akan tatapan kecewa yang mungkin akan ia temukan.

"Pulang atau tidak pulang?" tanyanya pada diri sendiri. Dan jawaban itu hanya terdiam di antara rindu yang menggebu. Dalam dilema ini, ia menyadari bahwa terkadang, pulang bukan hanya soal fisik, tetapi juga tentang menerima diri sendiri.

Dengan napas dalam, ia akhirnya memutuskan untuk mengetuk pintu. Mungkin, di balik pintu itu, ada pengertian dan cinta yang akan menyambutnya kembali, meskipun harus melewati rasa malu yang menyakiti. Ia tahu, tidak ada yang lebih berharga daripada cinta yang tulus, meski harus dimulai dengan pengakuan akan kesalahan.

Malam itu, ia belajar bahwa rindu yang tulus akan selalu menemukan jalan pulang, dan bahwa malu hanyalah bagian dari perjalanan menuju penerimaan diri. Dalam perjalanan pulang itu, ia berharap untuk menemukan kembali kedamaian yang hilang, dan membangun kembali jembatan yang pernah runtuh.

Input sumber gambar dokpri

Pulang Malu

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline