Penjara semestinya menjadi tempat yang tepat untuk memberikan hukuman bagi para tepidana kasus kejahatan. Namun apa yang yang terjadi hari ini nampaknya tidak memberikan efek jera bagi para terpidana. Jika kita melihat berita-berita di sosial media, para terpidana misalnya koruptor masih bisa mendapat fasilitas yang mereka inginkan di balik jeruji besi tersebut. Padahal jika kita membayangkan bangunannya, penjara ibarat benteng tinggi nan kokoh dengan kamera pengintai terpasang di hampir seluruh sudut ruangan, rasanya sulit sekali untuk menembus pengawasan yang begitu kokoh tersebut, akan tetapi pada kenyataannya yang terjadi adalah penjara justru menjadi tempat merebaknya tindak kejahatan.
Seperti yang baru saja terjadi di Rumah Tahanan Malabero, Kota Bengkulu, akhir pekan lalu (25/3). Para tahanan di sana melakukan kejahatan berlipat, yakni mengedarkan narkoba dan melawan petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) yang hendak menggeledah mereka hingga memantik kerusuhan yang menyebabkan rutan terbakar.
Persoalan narkoba di penjara memang sudah pernah terjadi sebelumnya yakni pada tahun 2012, dan rupanya belum atau mungkin tak bisa diberantas secara tuntas. Kepolisian dan BNN telah mengungkap jaringan peredaran narkoba yang beroperasi di balik jeruji besi, mulai di LP Nusakambangan, Cilacap, Jateng, hingga LP Kerobokan, Badung, Bali, dan terbaru di Rutan Malabero.
Kita tentu sudah tahu bagaimana narkoba dan miras menjatuhkan korban-korban. Masih jelas dalam ingatan bahwa narkoba telah merusak negeri ini, begitu banyak generasi bangsa direnggut oleh narkoba. Kaum muda, elite, artis, hakim, pejabat pemerintahan tak ada yang luput dari jeratan ini. Narkoba merusak mentalitas generasi penerus bangsa, menggagalkan cita-cita, bahkan membunuh mereka.
Inilah buah dari penerapan sistem kapitalis yang berkampanye memberantas korupsi, narkoba, miras dan kejahatan lainnya akan tetapi hukum-hukumnya justru memfasilitasi penyebarluasan kejahatan tersebut. Dalam sistem kapitalisme itu adalah sesuatu yang wajar. Karena semuanya bisa dibeli dengan uang. Jabatan bisa dibeli dengan uang, termasuk hukum, bisa dibeli dengan uang. Kemudian juga orang kaya yang masuk penjara bisa memilih ruangan penjara yang mana dan masih bisa bertransaksi bebas dengan dunia luar, tergantung besarnya uang.
Terkait pemberantasan narkoba, Islam mengatur dan menyelesaikannya dengan cara mengharamkan zat (barang)nya, melarang mengkonsumsi dan mendistribusikannya, memutus semua pintu untuk menjadikannya komoditas yang diperdagangkan dengan alasan apapun dan memberi sanksi tegas untuk semua pelanggarnya. Inilah makna penerapan syariah yang mewujudkan rahmatan lil alamin berupa hifzul aql (menjaga akal). Begitupula dengan sanksi hukum bagi tindak kejahatan lainnya seperti dera, pengasingan dan rajam pagi pelaku zina, hukuman potong tangan dan kaki bagi pelaku pencurian, dan tindakan kejahatan lainnya. Sehingga tujuan sanksi hukum yang diberikan dalam Islam bukan semata-mata menghukum pelaku kejahatan atas tindaknnya tetapi juga sebagai efek jera, memperbaiki perilaku si pelaku tindak kejahatan dan bahkan sebagai bentuk penghapusan dosa.
Sudah begitu banyak narapidana yang keluar masuk penjara akibat tindakan kriminal yang berulang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penjara bukanlah hukuman yang dapat memberikan efek jera. Jika di bandingkan dengan hukum Islam, islam lebih tegas dan tuntas dalam memberikan hukuman bagi tersangka pelaku kejahatan yang sudah dapat dipastikan, para tersangka tersebut tidak akan berani mengulangi kejahatannya lagi. Seluruh Kejahatan itu hanya bisa dibasmi ketika syariah Islam diterapkan secara total dan sempurna dalam sebuah institusi negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H