Lihat ke Halaman Asli

"Drama" di Lingkungan Kemenkum HAM yang Membingungkan

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1331443683471251052

Sudah biasa rasanya ketika para akhli hukum, khususnya pengacara negara ini membuat kejutan-kejutan ketika menerjemahkan (argumentasi) Hukum dan Undang-Undang "semau gue" untuk membela klien-nya atau menujukan sosok piawainya memahami hukum di Indonesia.

"Namanya juga pengacara ya begitu itu bang Omdo, kalo gak pinter ngoceh gak laku dong !" Oh ya ? Masa sih ? Kalo saya mah, pengangguran banyak acara. Lha cuman omong doang. Tapi ya tetap berusaha gak bikin malu atau malah nipu rakyat saya. Lho saya emang apaan ? Rakyat saya ya cuman orang kecil tu, yang nongkrong di warung kopi seperti biasanya. Ah ngelantur....

Sebagai orang awam, yang cuman ngerti nyangkul di sawah dan gaul sama abang becak dan tukang ojek nih hanya bisa "melongo" kalo para akhli hukum atau pengacara ini berlaga dan beradu argumen di pengadilan atau di sebuah acara "ngetop" di sebuah stasiun tv swasta. Tapi yang  kali ini agak sedikit 'heboh' lagi, mantan menteri, menteri dan wakil menteri di lingkungan Kemenkum HAM yang seharusnya piawai didalam pemahami Hukum di Indonesia malah membuat "drama" yang membingungkan.

7 Maret 2012 kemarin, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah memenangkan gugatan Yusril Ihza Mahendra atas kebijakan moratorium remisi dan pembebasan bersyarat (PB) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.  Nah penggugat, sebagai kuasa hukum narapidana (Kasus Korupsi) yang mengajukan keberatan terhadap kebijakan Kemenkum HAM kan mantan menteri di lingkungan yang sama bukan ?

Satu tokoh kontroversi, Denny Indrayana, sebagai wakil menteri terkesan "ngotot" untuk banding, paling gak dia juga memiliki argumentasi hukum yang menurutnya tak kalah lebih penting untuk menegakan hukum dan pemberantasan koruptor.  Padahal menurut sumber terpercaya dari Komisi III DPR, pak Amir pernah bejanji gak akan melakukan upaya hukum (gak akan banding ) dan menyadari bahwa larangan remisi itu gak boleh. Tapi karena statement sudah terlanjur dibuat oleh pak Denny Indrayana, kelihatanya beliau ingin membela koleganya dengan mengatakan putusan PTUN gak berlaku umum (provisi), artinya hanya berlaku pada 7 terpidana korupsi yang mengajukan gugatan kemarin itu. Yang artinya juga, perjuangan untuk adanya moratorium tetap berjalan dan tentu bandingpun tetap diupayakan.

Lha ada apa ini ? Tiga-tiganya "jagoan" di bidang hukum. Tapi terkesan berseteru di area para "koruptor". Yusril, sang professor, berpegang pada UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.  Dan memang masuk akal. Alasan yang disampaikan professor sangat logis, akan membela warga Negara siapapun tetapi kalau sudah menyenggol soal "koruptor", menimbulkan tanda Tanya tersendiri di masyarakat. Ini mau menguji para pemimpin baru di kementriannya yang lama beliau pegang, ataukah mencari "sasaran tembak yang lain" ? Wah saya kurang paham kalau yang ini. Tapi yang jelas apa yang diperjuangkan pak Prof sudah benar sesuai prosedur hukum.

Denny beranggapan yang dicabut hanyalah pembebasan bersyarat saja sedangkan mengenai pengetatan remisi gak dibatalkan. Lha yang membuat pengetatan ini melanggar UU yang lebih tinggi gak bang Denny ? Berpegang pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006 ? Anak kecil juga tau kan bang Denny, perturan pelaksana atau dibawahnya gak boleh bertentangan dengan Undang-undang yang lebih tinggi. Seharusnya tak kabur dong memberikan statement dan kelihatan "ngotot" sekali.

Boleh sih, memperjuangkan pemberantasan Korupsi sebagai penyakit kronis masyarakat tetapi terkesan memaksa dan menabrak hukum juga gak bagus bukan ? Apalagi sang bos (menteri) yang kelihatannya kalem dan berhati-hati berbicara jangan mudah dilangkahi. Apalagi terjadi perbedaan statement di depan publik.

Saya sebagai warga Negara yang bodoh nih, bang Denny cukup mengerti mana yang harus didahulukan sesuai hirarkinya. Tetapi contoh yang anda lakukan, dengan statement atau dengan tindakan (SK) membuat orang awam seperti saya ini semakin gak mengerti soal hukum yang sebenarnya harus anda ajarkan.  Ditata dengan baik dong, apalagi kalau kepengen menjadi menteri di era berikut (semoga), seharusnya meletakan dasar perubahan hukum sesuai hirarkinya. Kesanya kok mengejar menaikan pamor Pemerintah dalam soal "koruptor".

Kalau soal pak Amir, saya hanya bisa bilang, bersabar dulu bang dan benahi internal. Perombakan kabinet  yang terakhir dilakukan SBY juga kan dengan alasan bahwa para pembantu Presiden kadang bertabrakan kebjikannya, dan terkadang berseteru di depan publik. Jangan ulangi kesalahan yang sama. Paling gak, posisikan Pak Denny pada tugas yang tepat agar gak terlihat dualisme kepemimpinan. Malu di tonton rakyat bodoh seperti saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline