Bukan rahasia lagi, begitu Ramadhan tiba, serentak semua stasiun televisi berubah menjadi lebih 'islami'. Jika sebelumnya tidak memiliki program Islam, tiba-tiba sebuah stasiun televisi memproduksi program bernafaskan Islam. Jika sebelumnya cuma punya satu program Islam, tiba-tiba menambah jumlah program Islam menjadi dua, bahkan lima. Program tersebut muncul di jelang berbuka puasa, dan saat sahur.
Dalam teori komunikasi ekonomi politik Vincent Mosco (1998) disebutkan, media adalah komoditas yang dijual di pasar dan informasi yang disebarluaskan dikendalikan oleh pasar. Pasar dalam konteks televisi adalah pemirsa. Teori ekonomi media merupakan sebuah pendekatan yang memusatkan perhatian lebih banyak pada struktur ekonomi ketimbang idealisme media.
Kekuatan media yang menjual komoditas ke pasar, tentu saja dipengaruhi oleh keberadaan gatekeeper. John R. Bitter (1996) mengatakan, gatekeeper merupakan elemen dalam komunikasi massa. Ia mengistilahkan gatekeeper sebagai individu-individu atau kelompok yang memantau arus komunikasi dalam suatu saluran komunikasi massa. Mereka yang disebut gatekeeper di dalam televisi antara lain Pemimpin Redaksi (Pemred), Executive Producer (EP), maupun Produser. Tugas Pemred sebagai gatekeeper tentu saja membuat agenda setting terhadap berita maupun informasi yang akan ditayangkan di program berita. Lalu seorang EP, yang membawahi para Produser, menugaskan mereka untuk membuat program berita, drama, atau non-drama sesuai dengan kebutuhan pasar.
Ramadhan adalah 'produk'. Dalam dunia televisi, setidaknya ada dua 'musim panen' tiba, dimana sales marketing meraih income yang fantastis. Pertama bulan Ramadhan, kedua bulan 'buang-buang anggaran'. Biasanya 'musim panen' kedua terjadi pada akhir tahun, yakni bulan September-Desember. Sementara bulan-bulan lainnya, dianggap 'packelik', terlebih lagi Januari-Fabruari, biasanya masih dianggap low income.
Sebetulnya ada 'panen ketiga'. Tapi karena waktunya tidak seperti 'panen pertama' dan 'panen kedua', maka tidak saya 'anggap'. 'Panen ketiga' ini waktunya per lima tahun sekali, yakni saat Pileg, Pilpres, maupun Pilkada. Di musim ini, duit para Caleg atau Capres menyebar ke sejumlah stasiun televisi. Beberapa stasiun televisi juga berlomba untuk mengatakan terbaik dan siap untuk siaran live debat.
Baik, kita kembali ke 'panen pertama'. Tahukah Anda? Satu kali Ramadhan bisa menghidupi 3 bulan cost operational stasiun televisi yang low income itu. Saya katakan 'bisa', walau ada juga yang tidak. Itulah kenapa semua stasiun televisi berlomba-lomba mengkapitalisasi Ramadhan. Tagline Ramadhan bulan penuh berkah bukan cuma bagi kaum muslim yang memang ingin mengejar amal dan menjadi orang bertaqwa, melainkan juga berkah untuk semua, termasuk pemilik stasiun televisi.
Sebagaimana teori Mosco, stasiun televisi berlomba menjadi 'islami'. Sebuah stasiun televisi yang tidak pernah menayangkan adzan, tiba-tiba tayangkan adzan. Maklumlah, adzan 'bisa dikomersilkan'. Bahkan pernah ada stasiun televisi yang di dalam adzannya benar-benar promo produk. Ada build in product, maupun promo produk keseluruhan (misal, kendaraan, pabrik minuman, dll). Rate build in seperti ini, apalagi persis di dalam adzan, tentu 'selangit'.
Mereka (stasiun televisi), rela memotong program 5-10 menit sebelum adzan demi meraih iklan. Entah iklan an sich, atau dibuatkan tausyiah (ceramah) pendek yang menampilkan Ustadz. Ada pula talk show, dimana di area talk show (baca:backdrop) terdapat plasma tv yang memutar logo produk atau pernak-pernik produk (build in product).
Program-program dibuat se-'islami' mungkin. Host infotainment yang biasa terlihat berbusana seksi, saat Ramadhan dibuat 'agak tertutup'. Meski klasik dan cenderung tidak berubah dari tahun ke tahun, program komedi jelang berbuka dan saat sahur pun dipaksakan ada Ustadz untuk sekadar berbasa-basi berceramah sebentar di sela-sela acara. Meski membosankan dan tidak ada kreativitas baru, komedi-komedi slapstik tetap dibuat di hampir semua stasiun televisi, apalagi di Trans TV atau ANTV.
Bahkan kapitalisasi Ramadhan terjadi seminggu atau bahkan dua minggu sebelum Ramadhan. Biasanya ini dilakukan oleh stasiun televisi yang spesialis penayang sinetron, semacam SCTV atau RCTI. Ada sinetron baru, atau sinetron judul lama, namun dibuat bernuansa Ramadhan. Tujuan melakukan penayangan sebelum Ramadhan tak lain untuk mencuri start, agar pemirsa yang berpuasa tidak berpaling ke stasiun lain, tidak menonton program lain.
Di pemberitaan (news), baik buletin (hard news) maupun non-buletin (soft news) tak kalah dengan bagian produksi. Tetap mengkapitalisasi Ramadhan. Pemred sebagai gatekeeper memerintahkan pada Reporter dan Campers untuk memfokuskan tema-tema Ramadhan, entah itu event Ramadhan atau mencicipi kuliner di restoran untuk menarik pemirsa agar bisa berbuka dengan kuliner tersebut. Dalam penampilan terkadang News Anchor-nya pun ditata se-'islami' dari biasanya. Dipakaikan kerudung, dan pakaian tidak terlalu ketat.