Lihat ke Halaman Asli

Bagus Suci

Penikmat Pengetahuan

Polusi Udara dan Rendahnya Kualitas Kesehatan Masyarakat

Diperbarui: 2 Juli 2020   12:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polusi udara pada dasarnya bukanlah hal yang main-main bagi kita semua. Karena banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari persoalan ini. Mulai dari kesehatan hingga kerugian ekonomi.

Parahnya, Indonesia termasuk negara dengan pencemaran udara paling tinggi di dunia. Indikasinya terlihat dari kualitas udara di Ibu kota DKI Jakarta yang kerap menyandang status sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Misalnya, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Jakarta ke-493 pada Senin 22 Juni 2020 lalu, kualitas udara Ibu kota menempati posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Bahkan, Jakarta mengalahkan Ibu kota negara lainnya, seperti Beijing, New York, atau Tokyo.

Berdasarkan pemantauan Air Quality Index, kualitas udara di DKI Jakarta mencapai angka 162 atau tidak sehat dengan polutan 43,9 g/m. Sedangkan standar aman WHO dalam batas wajar polutan adalah 25 g/m.

Penyebab utama polusi udara di Jakarta itu berasal dari gas buang (emisi) transportasi darat. Hal ini berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta yang menunjukan bahwa sumber utama polusi berasal dari transportasi darat (75 persen), pembangkit listrik dan pemanas (9 persen), pembakaran industri (8 persen), dan pembakaran domestik (8 persen).

Hal itu masuk akal karena saat ini ada lebih dari 13 juta unit sepeda motor dan 6 juta unit roda empat dimiliki warga Jakarta. Belum lagi kendaraaan warga Bodetabek yang tiap hari komuter, dimana diperkirakan jumlahnya tak kurang dari 1 juta orang.

Tapi sejatinya tingginya penggunaan kendaraan pribadi itu tidak serta merta menjadi pencemar utama secara signifikan, jika bahan bakar yang digunakan berkualitas bagus dan ramah lingkungan.

Karena jika kita lihat pada kasus Eropa dan Amerika Serikat, dimana kendaraan motornya lebih banyak dari Indonesia, tetapi kualitas udaranya justru lebih baik dari kita. Hal ini karena mereka menggunakan bahan bakar dengan kualitas yang baik dan ramah lingkungan.

Setidaknya, mereka sudah menggunakan BBM standart EURO-6. Sedangkan di Indonesia, standart bahan bakar yang digunakan masih berkutat di EURO-2. Inilah yang menjelaskan mengapa meski kendaraan di sana jumlahnya lebih banyak tapi polusinya lebih rendah dari kita.

Diakui atau tidak, BBM berkualitas rendah (baca: premium, pertalite, dan solar) adalah penyumbang polutan terbesar di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Kualifikasi ketiga jenis BBM itu belum masuk dalam kategori EURO-4.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline