Lihat ke Halaman Asli

Rokhman

Menulis, menulis, dan menulis

Anak Didikku dalam Asuhan Televisi

Diperbarui: 19 Februari 2016   05:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Caption"][/caption]Sekitar tahun 1970-1980-an untuk bisa menonton tayangan televisi, penulis harus rela duduk berdesakan beralaskan sandal jepit di halaman kantor kecamatan. Pilihan channel atau stasiun televisi pun tidak ada alternatif lain selain TVRI. Maka, tak heran beberapa mata acara dan iklan favorit waktu itu masih teringat hingga saat ini. Salah satu iklan yang masih terngiang dalam ingatan penulis adalah iklan salah satu penyedap rasa yang dibintangi pelawak S.Bagio (Almarhum).

Kini, televisi bukanlah barang mewah lagi. Hampir setiap rumah tangga mempunyai benda ajaib berbentuk kotak itu. Bahkan, beberapa rumah tangga tertentu di setiap sudut ruangan/kamar terdapat satu buah pesawat televisi. Saat ini, tidak dapat disangkal jika anak-anak kita dalam kesehariannya tidak lepas dari pengaruh benda tersebut. Maka, anak-anak yang sejak usia dini telah akrab dengan televisi tanpa pendampingan orangtua mungkin akan mengalami kecanduan atau pengaruh negatif lainnya.

Pengaruh Televisi

Menurut American Academy of Pediatric (AAP) dalam jurnal ilmiah “Pediatric” yang menyebutkan “ ... bahwa dua tahun pertama seorang bayi adalah masa yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan otak dan dalam masa itu anak membutuhkan interaksi dengan anak atau orang lain. Terlalu banyak menonton televisi memberi pengaruh negatif pada perkembangan otak. Hal ini benar, terutama bagi usia yang masih awal di mana bermain dan bicara sangatlah penting” (dr. Martin Leman, Scientic Dept klinik Anakku, 2000).

Sementara itu Eron (Apollo, 2003) dalam penelitiannya pada murid-murid sekolah dasar untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara menonton televisi dengan kecenderungan agresif, menemukan bahwa semakin banyak kekerasan dalam televisi yang ditonton oleh anak-anak, maka anak akan semakin menunjukkan kecenderungan agresifnya. Pendapat lain dikemukakan oleh Friedrich dan Stein (Apollo, 2003) yang mengadakan penelitian terhadap murid taman kanak-kanak laki-laki dan perempuan yang menonton tayangan film televisi berisi kekerasan, netral, dan prososial. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak yang menonton tayangan netral dan prososial dapat menurut kecenderungan agresifitasnya, sedangkan anak-anak yang menonton tayangan kekerasan meningkat kecenderungan agresifitasnya.

Pengaruh tayangan televisi, juga penulis temukan berdasarkan pengalaman dan pengamatan puluhan tahun sebagai guru kelas. Meskipun ini masih perlu didukung penelitian-penelitian untuk membuktikannya. Anak yang di kelasnya ingin menang sendiri, temperamental, agresif dan bahkan berani menentang orangtua/ guru, salah satu faktor penyebabnya setelah ditanyakan kepada orangtua mereka rata-rata menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menonton televisi. Umumnya perilaku mereka baik gaya bicara, potongan rambut, hingga gerak-geriknya mencontoh idola yang ditontonnya. Tokoh saat ini yang sedang favorit di kalangan anak-anak hingga dewasa adalah tokoh pada Sinetron “AJ” yang tayang di salah satu televisi swasta. Jam tayangnya pun antara 2 – 3 jam/hari, bahkan menggunakan waktu efektif yang biasa digunakan untuk jam belajar anak-anak sekolah yaitu antara 18.00 – 21.00.

Namun sisi positif dari tayangan televisi pun tetap ada. Hal ini antara lain dikemukanan oleh Partasari (dalam Wulan, 1999) yang menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa televisi memberikan manfaat bagi anak-anak, berfungsi sebagai hiburan, sumber pengetahuan dan informasi, serta sebagai media pendidikan, baik dalam hal kemampuan kognitif seperti meningkatkan kemampuan berkonsentrasi, berbahasa dan matematika maupun sebagai media belajar sosial, karena melaui televisi anak belajar menyesuaikan diri dengan nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat dan belajar bertingkah laku yang dapat diterima masyarakat.

Memang kehadiran dan  kemajuan teknologi apakah itu televisi atau internet ibarat pisau bermata dua, karena di satu sisi sebagai media untuk hiburan, sosialisasi, dan edukasi tetapi di sisi lain akan membawa pengaruh negatif seperti kekerasan dan kebebasan seksual.

Pentingnya Pendampingan

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) rata-rata waktu anak untuk menonton televisi dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan. Tahun 1994 anak usia sekolah dasar menonton televisi selama 20-25 jam/minggu, tahun 1997 menjadi 22-26 jam/minggu, dan tahun 2002 menjadi 30-35 jam/minggu (Kompas, 5 Oktober 2003). Maka, seorang pakar komunikasi Dr Alwi Dahlan memperkirakan suatu saat nanti sekitar 60 juta anak indonesia yang berusia antara 3-15 tahun, akan dibesarkan oleh televisi (Octavianty, 2001).

Lantas, apakah kondisi yang demikian itu sesuatu yang memprihatinkan? Jawabnya bisa ya, namun juga bisa tidak. Hal ini tergantung dari kemauan orangtua atau orang dewasa di sekitar anak itu sendiri. Akankah mereka membiarkan anak-anak mereka bebas menonton tayangan-tayangan yang ada di televisi? Ataukah mereka mulai membatasi dengan cara memilihkan program acara khusus anak dan mendampingi anak-anak pada saat menonton televisi. Semuanya berpulang kembali kepada kemauan para orangtua atau orang dewasa di sekitar anak-anak. Akankah menjadikan televisi sebagai “bom waktu” yang setiap saat akan meledak dengan dampak yang sangat merugikan atau menjadikannya “sahabat” bagi anak-anak kita.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline