Diriwayatkan ada seorang pemuda yang gemar berbuat maksiat pada zaman Nabi. Pemuda itu ingin bertaubat dan ingin masuk Islam. Ia datang menemui Rasulullah.
Pemuda itu mengutarakan niatnya dan menceritakan tabiatnya yang gemar bermaksiat. Rasulullah mengizinkan sang pemuda memeluk Islam. Sang pemuda mengajukan permintaan kepada Rasulullah.
Ia meminta untuk tetap diizinkan berbuat maksiat walau ia telah masuk Islam. Rasulullah hanya tersenyum. Lalu beliau mengizinkan. Namun beliau meminta satu syarat kepada sang pemuda.
"Apa gerangan syarat tersebut wahai Rasulullah?" Tanya sang pemuda.
"Syaratnya, saudara jangan berbohong!" Jawab Rasulullah.
Singkat cerita, sang pemuda pulang dengan perasaan lega. Ia sangat gembira masih diizinkan bermaksiat oleh Rasulullah. Mudah sekali syaratnya, hanya jangan berbohong. Bisiknya.
Suatu saat sang pemuda tergoda melakukan maksiat. Ia mendatangi seorang wanita tuna susila dan berniat melakukan maksiat sebagaimana yang sering ia lakukan. Namun sebelum ia melakukan maksiat, ia berpikir sejenak. Wah, bagaimana jika nanti aku ketemu Rasulullah. Jika beliau bertanya tentang kebiasaanku. Jika aku jawab jujur, aku malu telah melakukan maksiat. Jika aku bohong, aku melanggar janjiku.
Sang pemuda kini sadar. Pesan singkat Rasulullah yang terkesan ringan, sungguh sangat berat dan bermakna. Dan mampu merubah tabiatnya.
Dari kisah singkat di atas, bohong mendapat perhatian yang sangat serius oleh Nabi. Ia adalah sesuatu yang sangat prinsip dalam hidup. Sampai-sampai Rasulullah hanya berpesan kepada pemuda di atas untuk berjanji tidak akan berbohong. Sang pemuda pun dengan gembira menerima syarat itu. Bahkan itu terdengar remeh dan mudah. Namun ia salah. Justru dengan satu kata singkat itu akhirnya mampu merubah perilakunya.