Membuat historiografi jangan dibayangkan seperti beli makanan di rumah makan, kita duduk-pilih menu-tunggu sejenak lalu menu tersedia sesuai pesanan di meja tinggal dinikmati.
Menulis historiografi harus dibayangkan seperti belanja di pasar tradisional. Kita tidak temukan sayur asem2 yang siap dilahap, melainkan mencari bumbu rempah yang cocok/ yang bisa jadi bahan (heuristik).
Lalu anda harus memilih di antara bumbu rempah yang baik tidak busuk, jamuran, pilih sayur yang tidak layu yang fresh, terasi atau petis itu dilihat mata sama tapi dicium beda, sama2 kecap cair tapi satu kecap asin yang satu kecap ikan cocok pakai yang mana, kluwak bentuk sama tapi bila digoyang ada yang bersuara ada tidak buat pilih yang tua (kritik).
Setelah itu anda harus (mencoba-coba/akrobat/try and error) berusaha menyambungkan mengaitkan semua potongan fakta peristiwa semasa (sumber) biar membentuk sebuah cerita. Seperti anda meracik, menyatukan, mengolah, mematangkan bumbu2 kuliner (interpretasi).
Anda mungkin juga perlu melibatkan versi2 menu serupa yang pernah dibuat orang, gaya masakan orang (lihat tinjauan pustaka). Anda mungkin perlu meniru/ menggunakan tips2 racikan asin asem gaya Sunda, Padang, atau Papua (teori).
Foto2 di atas hanya satu dari sekian banyak sumber yang anda butuhkan dan harus dicari. Selebihnya berburulah. Hari ini sumber bukan cuma disimoan oleh KTLV, Univ Laeden, British Cauncil, Perpusnas, lembaga2 besar, melainkan berserakan juga di dunia maya. Ikutlah group foto2 tua atau arsip lama di facebook.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H