Lihat ke Halaman Asli

Haryo Aji Nugroho

Dunia berubah oleh pikiran tak biasa

Ndara Guru Tidak Lagi Selalu Bijak

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Banyak orang bilang bahwa jadi guru hari ini lebih mudah dari pada di masa lalu. Apa variabelnya bisa dibilang lebih mudah? Ow fasilitas dan teknologi rupanya. Kata para mantan guru, hari ini guru dimudahkan kehadiran perangkat multimedia dari LCD hingga suguhan aneka materi dari jarungen internet di kelas, pula buku-buku fisik maupun online. Kkkkwwkkk..... sesungguhnya itu pandangan pisau bermata dua. Jaringan internet mudah dan murah apalagi hingga digratiskan hingga ke pojok kampus sekolah justru memudahkan siswa mencari sendiri apapun yang mereka perlukan --apapun yang mereka tertarik. Bila di masa lalu guru nyaman sekedar mewartakan ilmu yang diperolah dari mendiang sekolah untuk muridnya, hari ini tak bisa lagi sekedar demikian. Siswa hari ini mampu duluan mendapatkannya dari jaringan internet. Siswa Lalu dimana guru hari ini? Cuma ada 3 pilihan bagi guru hari, berilmu lebih unggul dari bahan yang disajikan di dunia maya, menjadi browsing-guide dunia maya bagi siswanya, atau siswa melihat isi kepala guru muncul di dunia maya.

Boleh jadi guru menghibur diri mengatakan bahwa "Ah kalau ilmu pengetahuan anak bisa mendapatkan dari dunia maya tapi bukan ilmu hidup atau kebijaksanaan hidup." Bila anda guru yang berpikir demikian maka anda sudah salah kira. Hari ini siswa sudah merambah sajian "ilmu hidup" dan "kebijaksanaan" pula dari dunia maya. Ada banyak program motivasi dishare jejaring sosial dan website bisa mereka sakap. Alhasil siswa mampu lebih cerdas sekaligus lebih bijaksana dalam hidup dari guru mereka. Lalu masihkan guru berpikir mendewakan dirinya? Masihkah para mantan guru layak bersabda guru hari ini lebih mudah dari di era mereka? Hari ini guru berhadapan dengan botol isi bukan lagi botol kosong.

Ngomong-ngomong beberapa waktu lalu sempat ngisi buka bersama bersama mahasiswa prodi. Sayangnya musti ngisi ular-ular juga buat mereka. Materi dipilih "motivasi" tentu motivasi agar mereka istiqomah belajar dan tak galau menatap masa depan. Maklum namanya juga progam studi baru, rasa galau seringkali hinggap berkunjung karena belum ada adik angkatan, belum ada alumni terpasang, pula masalah klasik remaja risau menatap rahasia masa depan. Asumsi motivasi tentu berangkat bahwa galau mereka bisa tercerahkan dengan aneka kisah-kisah jadul --khas orang-orang tua dulu dan para guru menasihati. "Kalian jangan resah belajar di program studi baru. Belum ada adik angkatan, tanpa kakak angkatan, bahkan tanpa guru tetap berlabel sesuai bidang jangan membuat kalian minder dari program studi lain. Merasalah kalian sebagai siswa-siswa terpilih." Masih anteng masih aman. "Suatu saat di antara kalian harus ada yang meneruskan saya menggantikan saya... harus dari kalian karena kalian punya roh di sini anda punya hati di sini." Kepala manggut-manggut. "Memang tidak semua tetapi harus ada dan akan ada kalian meneruskan perjuangan di sini. Itu alamiah." Mulai resah. "Saya tahu tidak semua dari anda terpilih tapi yang lain dari anda akan menggapai bidang-bidang bervariasi mungkin lebih baik.

Resah mulai meletus kecil dengan peluru tanya kecil malu-malu, "Yang lain Pak?" Yang begini mulai bikin pembicara resah. "Tidak banyak orang bekerja sesuai bidang keilmuan ditempuh apalagi di Indonesia. Bila dimana-mana potensinya sama kenapa selesaikan yang sekarang dimiliki lalu melangkah ke jenjang berikutnya. Selesaikan secepatnya kuliah, menganggur sesegera tapi penganggur yang muda akan lebih berpeluang mendapatkan pekerjaan bila berusaha dibanding penganggur tua. Maka luluslah secepatnya." Tiba-tiba desing peluru dari kanan tertembak lirih, "Seperti motivasi Mario Teguh Golden Ways." Temen di sebelah mengangguk teringat. "Siapa bilang menjadi PNS adalah capaian terhebat? Belajarlah menjadi interpreneur-interpreneur kala muda kala kuliah jangan baru nanti ketika ijazah sudah kadaluarsa masa berlaku menjadi PNS." Ada sih yang manggut-manggut tapi gantian di sayap kiri kedenger desing, "Seperti motivasi Yusuf Mansur." Ampun makin gawat kalau diterusin bisa-bisa semua disebut referensi tetap sama.

Jadi teringat nasihat sahabat senior bahwa guru harus bisa jadi guru. Menu materi diubah dalam seper detik. Pilihan jatuh pada pengalaman. Kata orang pengalaman tidak ada sekolahnya musti mengalami baru tahu. Ah ini pasti orisinal. Pengalaman apa? Pengalaman melihat kecenderungan terjadi pada teman-teman jadul di kampus. "Kalian mau tahu? Saya ini orang lebih tua dari kalian jadi saya melihat yang mungkin belum kalian lihat." Pupil mata membesar tanda serius mendengar. "Jangan pernah merisaukan masa depan karena semua orang punya hal-hal hebat yang bisa dilakukan di masa depan, semua orang pasti punya pekerjaan asal mau berupaya keras sekarang dan nanti. Saya dulu belajar di jurusan yang tidak banyak dilirik orang. Saya dulu sebenernya ingin masuk ekonomi tapi tidak keterima galau juga seperti kalian sekarang. Bukan cuma kurang dilirik orang tapi juga bukan jurusan yang dilirik teman sendiri. Jujur bahkan mahasiswi di tempat kami kuliah bersumpah tak akan punya pasangan hidup dari jurusan sendiri. Yah walau banyak yang meleset juga "inces". Tapi banyak mereka mengupayakan oper kredit atau tukar tambah saat kegiatan tingkat universitas, kuliah nyeberang di fakultas laen, atau cilok saat KKN di desa. Walau banyak upaya gagal tapi demikianlah cara upaya-upaya mereka. Saat itu yang paling populer alalah mahasiswa cowo fakultas teknik dan ekonomi." Masih menyimak.

"Tapi yang menarik adalah ketika krisis moneter terjadi banyak alumni ekonomi (mulai karyawan kecil hingga menejer) dirumahkan. Pasca reformasi tak mengubah keadaan karena alumni teknokrat dan ekonomi baru terhambat masuk formasi kerja karena industri memilih teknokrat dan ekonom lama yang sudah berpengalaman untuk bekerja di tempat mereka. Akhirnya para fresh-graduate harus rela terlempar di jalanan tanpa terpasang formasi pasti. Banyak mereka menganggur tapi tidak alumni jurusan saya." Bibir mulai ngga terkatup berarti sukses terpana. "Apa nyambungnya dengan para mahasiswi yang terlanjur memilih pasangan hidup dari teknokrat dan ekonom ini? Mereka melihat bahwa produk jurusan langka kurang diminati orang ini berjaya masuk di sela jenis pekerjaan apapun. Mereka leluasa berada di mana saja karena target mereka memang tidak bermimpi pasang tarif tinggi; sementara alumni teknokrat dan ekonom (baru) saat itu banyak terserang galau. Bahkan ada teman sesama alumni jurusan langka malah menghidupi belahan jiwa-nya yang alumni ekonom hingga sekarang. Tragis Bukan? Maka jangan berkecil hati dan mengengerdilkan masa depan dengan meratapi diri siswa jurusan langka. Masa depan biarlah milik masa depan yang penting adalah anda berbuat apa hari ini." Terpukau selesai dan saling ada beberapa saling pandang lalu ngakak. "Ah, bapak ini, itu tadi pasti pengalaman pribadi ya kan?" Mm...mm..maksudnya? Itu kondisi real saat itu! "Ah biasa orang tua ngasih motivasi dengan pengalaman pribadi, kkkkkwwkkk......" Abis rasanya skak mat.

Sekali lagi memang sajian dunia maya bikin siswa mampu lebih cerdas sekaligus lebih bijaksana dalam hidup dari guru mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline