Lihat ke Halaman Asli

Masalah K3 TIDAK MUNGKIN Bisa Tuntas Tanpa Perhatian Serius Pada Aspek Manusia

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14308078251492891282

(Om-G: Seri Ergonomi Terapan, K3, 5 Mei 2015, 3)

Untuk menanggulangi masalah K3, pendekatan yang melulu dari aspek teknis tidak lagi dipandang cukup. Masalah sering terjadi pada manusia-nya yang berada pada suatu sistem kerja yang dianggap sudah memenuhi syarat teknis. Misalnya pekerja yang sudah lelah dan konsentrasinya menurun dapat dengan mudah melakukan kesalahan (yang disebut "human error") yang dapat berujung pada terjadinya suatu kecelakaan. [Silakan baca tulisan Om G sebelumnya: HUMAN ERROR SELALU KESALAHAN OPERATOR? ENAK AJA !!!].

Sebagai contoh, coba kita lihat gambar di bawah ini:

Tugas operator sangatlah sederhana: dia harus "memasukkan" komponen-1 ke komponen-2 menjadi "produk-3", dengan "leher putih" harus berada di atas (terlihat dari atas); dan bila tidak demikian maka harus di-rework, karena pekerjaan dianggap salah.

Tentunya kita semua sepakat bahwa si operator mestinya tidak akan mengalami kesulitan apapun untuk melakukan tugas tersebut. Dia pun tidak perlu bergelar insinyur atau memiliki keterampilan khusus tertentu. Mestinya karena pekerjaan tersebut amat sangat sederhana, tidak ada satu pun produk yang dirakit secara salah.

Benarkah demikian? Ternyata tidak, Saudara-saudara... Kenyataan membuktikan bahwa produk yang harus di-reworkpada kasus di atas adalah sekitar 4%.

Mengapa seperti itu? Begini Bro n Sis... Manusia pada saat keadaannya segar bugar memang tidak mengalami kesulitan apapun untuk melakukan pekerjaan yang sangat sederhana seperti itu, tetapi pada saat dia terpapar oleh kebisingan, temperatur yang cukup tinggi (temperatur ruangan siang hari di di bawah atap pabrik di daerah Jabodetabek bisa mencapai 38-41o Celcius lho...), dan mungkin sudah mulai capé dan lapar; konsentrasinya menurun, kapasitasnya tidak lagi 100%, sehingga kesalahan-kesalahan bisa terjadi.

Gak percaya? Coba saja test sederhana ini: Pada saat kita lelah dan konsentrasi menurun, maka kalau secara cepat kita ditanya "Berapa 2+7, 8-5, 3x4, ..., ..." sebanyak 100 kali misalnya, kemungkinan besar ada beberapa jawaban salah yang kita berikan, padahal soalnya mudah sekali, kan? Wong anak SD juga bisa jawab kok... Atau kalau pada saat lelah kita nyetir mobil, terasa, 'kan, bahwa kadang2 kita melaku­kan "kesalahan"? Untungnya tidak selalu berujung pada kecelakaan...

[Ngemeng2, Om-G juga pernah bikin software untuk mengukur tingkat konsentrasi orang lho, yang karena tidak butuh waktu lama untuk mengukurnya, maka pengukuran bisa dilakukan secara berkala (misalnya setiap jam), agar kita bisa melihat grafik penurunan tingkat konsentrasi sepanjang jam kerja. Software ini pernah dipakai untuk mengukur tingkat konsentrasi karyawan di sebuah refinery, di sebuah provider layanan telepon seluler dan para peserta didik di sebuah institusi kemiliteran...].

Jelas ya, Bro n Sis?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline