Lihat ke Halaman Asli

Olive Bendon

TERVERIFIKASI

Travel Blogger

Rentak Selangor: Mengakrabi Selangor lewat Budaya dan Jejak Sejarahnya

Diperbarui: 8 Desember 2016   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembukaan Rentak Selangor, Nafas Nadi Bumi Kami di Homestay Banghuris oleh YB Amirudin Shari, Exco Pembangunan Generasi Muda, Olah raga, Kebudayaan dan Pembangunan Usahawan Selangor disertai Nuar Md. Diah, Managing Director Gaya Travel

Selangor bertumbuh dan berkembang pesat semasa Sultan Abdul Samad menjadi Sultan Selangor. Selama 41 tahun kepemimpinannya (1857 – 1898), ada banyak kebijakan politik, hukum, ekonomi, diterapkan. Pada masanya pula perang sipil Selangor pecah, Kuala Lumpur berdiri dan Frank Swettenham diterima menjadi Residen Jenderal Federasi Melayu yang punya andil dalam menata kota-kota di Malaysia yang jejaknya bisa dinikmati hingga hari ini. Potongan-potongan perjalanan masa dari berdiri hingga keberadaan Negeri Selangor saat ini, saya jumpai di dalam ruang-ruang Museum Sultan Alam Shah, Shah Alam, Selangor, Malaysia pada Kamis pagi (01/12/2016) lalu.

Selangor tercatat sebagai negeri terkaya dari 13 negera bagian yang ada di Malaysia. Ia sedari dulu terkenal dengan timah yang dihasilkan dari tempat-tempat penambangan di Lukut, Klang, Ampang, hingga Muar di Johor. Hasil kebunnya berupa teh hitam yang tersohor dari kebun-kebun tehnya yang tersebar hingga ke Pahang, juga kelapa sawit serta getah karetnya yang lebih unggul dari Indonesia dan Thailand. Kuala Lumpur yang dahulu ibu kota Selangor sebelum ditetapkan sebagai ibu kota negara dan menjadi kota terbesar di Malaysia pun berada di wilayah Selangor.

Ada rasa yang kurang ketika mengunjungi satu negeri tanpa mengenali jejak sejarah dan menikmati khazanah budayanya. Sehingga menjadi hambar pula bila jauh-jauh mengayun langkah namun tak mendapatkan informasi akurat dari jejak yang ditelusuri dari sumber terpercaya. Itu sebab, museum menjadi pilihan awal menjejak saat mengikuti kegiatan Rentak Selangor, Nafas Nadi Bumi Kami pada 1 – 4 Desember 2016 lalu.

Para pemain Cempuling dari Homestay Banghuris, Sepang

Rentak Selangor adalah sebuah program wisata budaya yang dianjurkan oleh Jawatan Kuasa Pembangunan Generasi Muda, Olahraga, Kebudayaan dan Pembangunan Usahawan, Selangor dan dikemas oleh Selangor State Economic Planning Unit (UPEN Selangor) bekerja sama dengan Gaya Travel Magazine didukung oleh PUSAKA. Lewat program ini, 20 perwakilan media konvensional, online serta praktisi sosial media dari Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura; diajak mengunjungi dan menikmati ragam sajian sejarah budaya serta berinteraksi dengan warga Selangor yang lahir dari beragam etnis. Sajian akulturasi budaya lewat musik, gerak, lagu, dan kuliner yang dahulu dibawa oleh leluhur mereka dari Jawa, Bugis, Banjar, Minangkabau, Cina, dan India yang diwariskan kepada generasi yang ada saat ini; menjadi santapan kami selama 3 (tiga) hari.

Dari Museum Sultan Alam Shah, kami beranjak ke Homestay Banghuris di Sepang. Banghuris merupakan perpaduan dari 3 (tiga) nama kampung: Kampung Bukit Bangkong, Kampung Hulu Chuchuh, dan Kampung Hulu Huris. Tiga kampung yang dibina sebagai destinasi agrowisata dengan kearifan lokal yang terus dipertahankan. Warga kampung ini sebagian besar keturunan Jawa, bahkan beberapa tetuanya masih sangat fasih bertutur dalam bahasa Jawa halus, tutur Hj. Basir Wagiman salah seorang tetua kampung yang saya temui di sela rehat makan siang. Cempuling, paduan alat musik berupa rebana ibu, rebana gong, rebana kempul, rebana kempreng, enteng-enteng dan rebana anak, serta dikolaborasikan dengan keyboard, gitar, dan akordeon yang dimainkan oleh warga Banghuris menjadikan santap siang bernuansa Jawa, Sunda, India, dan Mandarin.

Urumee Melum di Batu Caves

Hari berikutnya kami bertandang ke Dewan Kampung Budaya, Taman Botani Bukit Cerakah. Di sini, kami disambut 5 (lima) anak dara menarikan Tari Poja, tarian Bugis yang dahulu hanya ditarikan untuk sultan dengan iringan lagu Ati Raja yang bertutur puja puji pada Sang Khalik dan kebesaran sultan. Adalah Prof. Dr. Haji Mohd. Lahir bin Haji Maharam, pakar tari Bugis dari Persatuan Melayu Bugis Selangor yang mengangkat Citra Ugi di Selangor agar tetap hidup dan dapat dinikmati lintas generasi. Selain Tari Poja, kami disuguhi hidangan selamat datang lewat Tari Maduppa Bosara yang dilanjutkan dengan Tari Pattennung dan Tari Cemara Bugis.

Selain budaya Jawa dan Bugis, kami beruntung bisa menikmati atraksi 9 (sembilan) pemain perkusi dari Chinna Rasa Urumee Melum Masana Kali yang menabuh perkusi khas Tamil Nadu. Bunyi-bunyian yang dihasilkan merupakan ritual pemujaan dewa dan pemanggilan roh yang dilakukan di hadapan Dewa Murugan yang berdiri di depan Batu Caves.

Keseharian suku orang asli, Mah Meri

Kunjungan setengah hari ke Kampung Budaya Mah Meri di Pulau Carey, Kuala Langat menjadi momen puncak perjalanan Rentak Selangor yang menyenangkan untuk melihat keseharian suku Mah Meri. Di mulut kampung, kami disambut dengan ritual penyematan Mahkota Moyang di atas kepala dilanjutkan dengan doa permohonan keselamatan bagi tetamu yang dipimpin oleh kepala kampung dengan menggunakan bahasa Mah Meri. Mah Meri adalah satu dari 18 suku orang asli tertua di Malaysia yang masih menjalankan tradisi nenek moyang, dan merupakan salah satu sea gipsy tertua di dunia yang berasal dari rumpun Austronesia. Saleum [oli3ve].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline