Lihat ke Halaman Asli

Olive Bendon

TERVERIFIKASI

Travel Blogger

Menyelami Hati Cut Nyak Dien

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14216058171823565109

Perempuan di ujung senja itu tertatih menyeret langkah ke sudut gubuknya. Derit pintu reot dan desah resahnya memecah pagi yang senyap. Rindunya teramat dalam, sedalam sepi yang menemani perjalanan panjangnya. Dia yang tercerabut secara paksa dari akarnya, meradang bergelut asa. Meski matanya sudah rabun, namun kepekaan rasanya belumlah susut.

Monolog Cut Nyak Dien oleh Sha Ine Febriyanti (dok. koleksi pribadi)

Terduduk dalam gelap pandangan, hatinya merintih, rindunya bergelora pada tanah negerinya. Perempuan perkasa yang keras hati itu, tergugu tanpa daya.

Bau tanah basah itu
Bau udara pagi itu
Pepohonan yang tampak semakin tua ketika senja
suara anak-anak melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran
Semua itu mengingatkanku pada tanahku

Nanggroeeeeee … Nanggroeee …

Perempuan Berhati Baja, pantang luruh meski nyawa di ujung tanduk, masih terus memikirkan anak bangsanya meski jiwa sendiri terjepit.

Selama ini kita lebih banyak mengenal Cut Nyak Dien dari sisi maskulinnya, sebagai seorang perempuan pejuang dari Aceh yang pantang menyerah. Cut Nyak bangkit untuk meneruskan jejak dan semangat juang bergerilya bersama pasukannya setelah kepergian sang suami, Teuku Umar. Tak ditunjukkannya perih hati, duka lara dari jiwa yang ditinggal pergi oleh kekasih tercinta. Sebagai seorang Ibu, Cut Nyak harus tetap terlihat tegar di depan anak dan mereka yang membutuhkan tuntunan dan kepemimpinannya.

14216059571492660043

Merindukan Nanggroe (dok. koleksi pribadi)

Sebagai seorang perempuan dan anak negeri yang tercerabut dari tanah kelahirannya; dirinya tetaplah manusia biasa. Dirinya didera sedih yang tiada terkatakan, namun asanya tetap membara, semangatnya kan abadi memerciki jiwa generasinya.

… Aku Ibumu …

Potongan kisah kehidupan Cut Nyak Dien menjalani keterasingan selama berada di Sumedang, Jawa Barat yang dibawakan secara monolog oleh Sha Ine Febriyanti menghanyutkan rasa. Tampil total dalam balutan busana hitam-hitam, tuturannya sesekali disela desahan gesekan cello yang dibawakan oleh Yasin Burhan; memukau dan menghanyutkan penikmat seni yang memenuhi Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jumat (16/01/2015) malam sepanjang penampilannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline