Apa yang terbersit dalam benak Anda ketika mengenang satu sosok karismatik, Pangeran Diponegoro?
Dua sosok inspirator di Aku Diponegoro
Sukses menggelar pameran Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Indonesia Modern pada Juni 2012 lalu, Goethe-Institut Indonesien kembali menggandeng Galeri Nasional Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kedutaan Besar Jerman di Indonesia, Yayasan Arsari Djojohadikusumo, Erasmus Huis dan Djarum Foundation untuk menggelar pameran, Aku Diponegoro.
Merunut penuturan Direktur Goethe-Institut, Heinrich Bloemeke, pemilihan Pangeran Diponegoro sebagai sosok yang diangkat dalam pameran kali ini setelah Monograf Raden Saleh karena kedua sosok tersebut tak dapat dipisahkan. Raden Saleh mulai diakui Indonesia sebagai pelukis Indonesia sekitar tahun 1980an karena Diponegoro setelah sebelumnya terpinggirkan dan dianggap penghianat bangsa. Sedang pengenalan Diponegoro banyak diselami lewat karya sang maestro lukis Indonesia yang mendunia itu. Diperlukan kesabaran dalam hitungan abad hingga karya-karya Raden Saleh bisa diterima dan dinikmati oleh masyarakat di tanah leluhurnya, Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Peter Carey yang menyelami perjalanan hidup Sang Pangeran bahwa penyelenggaraan kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan dan mendekatkan kedua sosok karismatik tersebut kepada akarnya; masyarakat Indonesia.
Para kurator Aku Diponegoro, ki-ka: Peter Carey, Jim Supangkat dan Werner Kraus saat konferensi pers di Galeri Nasional Indonesia
Lebih lanjut Carey mengatakan siasat Belanda menangkap Diponegoro di hari lebaran menunjukkan pada kita bahwa niat Sang Pangeran untuk memenuhi undangan de Kock adalah murni untuk bersilaturahmi. Sang Pangeran tak bersenjata, tak melakukan perlawanan; pesan ini jelas tersampaikan melalui penggambaran karakter sang Pangeran yang terlihat pada beberapa pribadi dalam lukisan Raden Saleh, Penangkapan Pangeran Diponegoro.
Pangeran Diponegoro adalah sosok seorang pemimpin yang tetap teguh pada apa yang diyakininya meski takdir membawanya dalam suasana yang tidak nyaman. Dia adalah teladan pada masa lalu dan masa kini, karismanya abadi. Adakah pemimpin di kekinian yang tetap legowo, berjalan tegak meski diombang-ambing dari segala sudut, mempertahankan kebenaran dan kedamaian meski harus dicabut dari akarnya, tercerai dari keluarganya?
Kembali ke akar, Wake up Indonesia! Bangunlah Indonesia! - [Peter Carey]
Peter Carey berdiri di samping pelana kuda Pangeran Diponegoro
Pada pameran yang akan berlangsung selama 1 (satu) bulan ini, penempatan koleksi ditata sedemikian rupa untuk mengajak pengunjung melihat sosok Diponegoro lewat 3 (tiga) pendekatan yang berbeda. Bagian pertama, Diponegoro di Mulut Sejarah Indonesia dengan sorotan utama Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857) karya Raden Saleh yang baru selesai direstorasi oleh Susanne Erhads dari GRUPPE Koln, Jerman. Bagian kedua, Diponegoro, Raden Saleh dan Sejarah di Mata Seniman Indonesia memberikan kesempatan kepada sejumlah seniman kontemporer Indonesia untuk menyajikan pendekatan kontemporer mereka terhadap sosok Diponegoro. Lalu di bagian ketiga, Sisi Lain Diponegoro difokuskan pada barang-barang yang berhubungan dengan Sang Pangeran seperti foto, cukil kayu, kartu remi, buku komik, poster politik dan uang kertas.
Satu ruang khusus disediakan untuk memajang jubah putih sang Pangeran yang dikenakan dalam perang sabil serta artefak pribadi lainnya seperti tombak pusaka dan pelana kuda dalam Ruang Penampakan Leluhur atau Ruang Pusaka.