Tetap anteng menjadi penonton yang baik saja tidak cukup! Plaaaakkkk! Sayang, tak ada tanda merah di pipinya, tak ada pula bekas tangan-tangan mungil terlukis di jidatnya. . . . “Kita kan harus realistis ya, itu komponen-komponen (mobil) ini produsennya siapa? Siapa yang bikin lampunya? Bikin mesinnya, dashboard-nya? Kan bukan mereka. (Kalau mau produksi di dalam negeri) kan harus ada pabriknya. Selama ini kan mereka cuma ngambil-ngambil, dirakit, dan dibuat seperti hobi,“ ejek Suryo. Beritanya bisa dibaca disini. . . http://economy.okezone.com/read/2012/01/05/320/552023/kadin-pesimistis-produksi-mobil-esemka Sekali lagi Plakkkkkk! Tetap saja tak berbekas warna merah menempel di keningnya . . . . Bah! Kemana aja loe tamasya selama ini encik Suryo Bambang Sulisto? Mending fulus yang buat plesiran ke manca negara itu buat modal bocah-bocah itu! Plakkkk! Pak Jokowi dan Wakilnya ikutan menampar. . . . . http://nasional.kompas.com/read/2012/01/04/20142574/Komaruddin.Mobil.Esemka.Menampar.Muka.Kita. Tamparan bocah-bocah SMK versi 0.1, 2012 ke muka pejabat. . . Hingga saat ini, Kementrian Riset dan Teknologi, tak pernah peduli menyoal itu semua, mereka abaikan semua potensi untuk mencipta berjuta lapangan kerja, mereka tetap cuek dan ANGKUH dengan kemandirian dan harga diri bangsa via meramu dan memproduksi sendiri semua jenis barang yang hingga detik ini masih harus kita beli dari pihak asing, dari yang ringan seperti peniti dan telepon genggam, hingga yang berderak kencang seperti mobil-mobil Jepang. Bukankah selama ini yang menggelinding di jalan-jalan mulus negara kita hingga melubanginya adalah mobil produk Jepang, Korea, Eropa dan Amerika. Bahkan selama ini pula yang menyumbat jalan-jalan di kota-kota negara kita hingga sempit volume jalan raya adalah mobil impor. Mengapa malah menjatuhkan dosa itu kepada kreativitas anak-anak bangsa? Kenapa pula, misalnya, pemerintah tak menggunakan sebagian dari belanja APBN untuk mendorong lahirnya mobil nasional sehingga yang menggelinding di jalan-jalan mulus negara tahun depan nanti tak lagi produk Jepang, Korea, Eropa dan Amerika? Kan aneh bukan? Tapi sudahlah . . . ini semua kan menyangkut mentalitas dan moralitas. Apalagi sudah jelas kalau permasalahannya adalah ada satu piring yang kelak akan diisi dua nasi yang secara merk dan jenis berbeda, nasi produk asing dan nasi produk dalam negeri. Hanya bedanya adalah, untuk nasi produk yang pertama itu, peluang dan harapannya lebih menjanjikan ketebalan kantong-kantong necis elit-elit negeri ini. . . . simpel bukan? *Hasil diskusi dibeberapa lapak* Sumber gambar pertama dari Okezone Gambar kedua dari Kompas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H