Lihat ke Halaman Asli

Bulak Sebagai Tujuan Madura

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BULAK SEBAGAI TUJUAN MADURA

Migrasi penduduk dan mobilitas penduduk sering diartikan sama, pada dasarnya migrasi dan mobilitas memang memiliki keterkaitan namun keduanya berbeda. Mobilitas penduduk merupakan gejala dan fenomena sosial yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari sebagai gerak perpindahan penduduk dari satu unit geografis (wilayah) ke unit geografis lainnya. sedangkan migrasi penduduk adalah bagian dari mobilitas penduduk.. Mobilitas penduduk ada yang bersifat nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun internasional, dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas penduduk permanen disebut migrasi. Jadi migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan melewati batas negara atau batas administrasi dengan tujuan untuk menetap.

Menurut Knox & Pinc (2000) zamam modern perubahan migrasi yaitu meningkatnya jumlah penduduk dari suatu daerah, meningkatnya kepadatan penduduk dan dalam waktu yang sama meningkatkan juga perbedaan dan stratafikasi sosial penduduk.

Salah satu daerah di Surabaya Utara yang dipengaruhi oleh migrasi adalah Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran. Berdasarkan data BPS Surabaya, luas daerah Bulak Banteng 2,67 km2 terdiri dari 8 RW dan 68 RT. Jumlah penduduk Kelurahan Bulak Banteng pada tahun 2012 sebanyak 29.753 jiwa, dari jumlah tersebut terdapat sejumlah 7378 kepala keluarga. Jumlah penduduk kelurahan Bulak Banteng menurut jenis kelamin, 15.166 penduduk laki-laki dan 14.587 perempuan. Tingkat migrasi di kelurahan Bulak Banteng cukup tinggi, dapat dilihat dari data dibawah ini :

Sumber : Monografi Kelurahan Bulak Banteng 2005.

Berdasarkan data tersebut, jumlah penduduk yang masuk dan pindah cukup besar. Total masyarakat yang datang lebih dari 900 jiwa, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat migrasi yang ada di kelurahan Bulak Banteng terbilang tinggi. Mayoritas penduduk Bulak Banteng merupakan pendatang dari Bangkalan (Madura). Mata pencaharian berdasarkan data monografi Bulak Banteng tahun 2005, 3571 orang sebagai pegawai swasta dengan jumlah terbanyak. Untuk penduduk yang bermigrasi dari Madura, mereka bermata pencaharian sebagai tukang batu, tukang kayu, bahkan ada juga yang bekerja sebagai pemulung.

Banyak alasan mengapa penduduk Madura berbondong-bondong untuk bermigrasi ke Kota Surabaya khususnya di Bulak Banteng. Surabaya sebagai kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia, merupakan pusat pertumbuhan orde pertama yang telah menjadi “magnet” terkuat bagi penduduk di daerah penyangga (hinterland), terutama daerah perdesaan sekitar kota tersebut. Mereka datang ke Kota Surabaya karena di tempat tersebut banyak pilihan untuk memperoleh berbagai kesempatan dalam upaya memperbaiki kehidupannya. Para pendatang mempunyai persepsi dan harapan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada di daerah asal, terutama perdesaan. Kota Surabaya sendiri telah berkembang dalam proses interaksi dari komponen keadaan penduduk, teknologi, lingkungan dan organisasi perkotaan sehingga telah melahirkan “ecological urban complex”.

Bulak Banteng merupakan salah satu wilayah di Surabaya yang mempunyai fasilitas baik fisik, ekonomi maupun infrastruktur yang memadai, sehingga mengundang kaum urbanis untuk datang ke Surabaya. Lokasi strategis permukiman Bulak Banteng, disebabkan adanya fasilitas jalan raya yang dilewati oleh beberapa lyn angkutan kota, sehingga pencapaian ke lokasi pendidikan, pekerjaan, Rumah sakit, perdagangan dan fasilitas di pusat kota cukup mudah.

Hubungan kekerabatan juga berpengaruh pada tingkat migrasi penduduk Madura menuju Bulak Banteng sekaligus mendorong terjadinya mobilitas. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Misalnya saja suatu kepala keluarga asal Madura telah bermigrasi ke Surabaya, tapi orang tua dan saudara-saudaranya tetap tinggal disana secara otomatis keluarga akan sering menjenguk sehingga dapat dikatakan orang tersebut telah  melakukan suatu proses mobilitas.

Sedangkan Surabaya sendiri sebagai kota tujuan migrasi memilik daya tarik tersendiri jika dibandingkan dengan daerah asal mereka. Kawasan terbangun di wilayah kota Surabaya, meliputi hampir 2/3 dari seluruh luas wilayah. Sehingga lapangan pekerjaan yang tersedia juga besar. Lapangan pekerjaan di kota yang lebih beragam terutama dalam sektor industri dan jasa dengan upah relatif tinggi dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Selain itu, tersedianya fasilitas pendidikan yang lebih memadai baik dari jenjang maupun jumlah lembaga pendidikan. Tersedianya fasilitas kesehatan, olah raga, hiburan, dan rekreasi dengan jumlah dan kualitas yang lebih baik juga mempengaruhi terjadinya migrasi. Kota juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas sosial yang lebih memadai tentunya banyak memberikan kemudahan bagi warganya dalam melakukan aktivitas sosial sehari-hari.

Bulak Banteng sebagai daerah tujuan migrasi tentunya memperoleh pengaruh dan dampak baik maupun buruk. Kawasan utara kota Surabaya teridentifikasi lebih banyak titik-titik kawasan kumuhnya dibandingkan dengan kawasan lainnya. Dan daerah Bulak Banteng salah satunya. Masyarakat urbanis datang ke Bulak Banteng dengan pendidikan dan ketrampilan yang rendah, maka sebagai konsekuensinya kondisi lingkungan menjadi kumuh, karena kepadatan hunian rata-rata 4 – 6 m2 perorang. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh tim penyusun RTRW Kota Surabaya Tahun 2004, kelurahan-kelurahan yang memiliki kawasan kumuh ada 23 buah yaitu: Ujung, Bulak Banteng, Wonokusumo, Sidotopo Wetan, Tanah Kali Kedinding, Bulak, Gading, Dupak, Bongkaran, Sukolilo, Gebang Putih, Medokan Semampir, Keputih, Gununganyar, Rungkut Menanggal, Wiyung, Waru Gunung, Benowo, Moro Krembangan, Romo Kalisari, Sumberejo, Sememi dan Kandangan.

Dilihat dari segi asset sumber daya manusia (human), kehidupan permukiman kumuh ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan Kepala Keluarga, yaitu antara berkisar SD dan SMP, sedangkan keahliannya sebagai tenaga kerja kasar dan murah.  Kondisi ini menyebabkan mereka sulit untuk memiliki pekerjaan tetap, sehingga umumnya bekerja pada sektor informal, seperti: pedagang dan buruh bangunan. Faktor ini menyebabkan kekumuhan, karena meningkatnya kepadatan hunian dan menurunnya kondisi lingkungan.

Sepanjang pekerjaan di sektor informal maupun buruh murah masih ada demand di masyarakat Surabaya dan dinilai secara ekonomi menguntungkan, maka keberadaan mereka akan tetap ada. Oleh karena itu keberadaan penduduk marginal di lingkungan permukiman kumuh Kota Surabaya merupakan suatu keniscayaan, dan tidak perlu dipertentangkan dengan upaya pemerintah daerah Kota Surabaya yang ingin meningkatkan keindahan dan kenyamanan lingkungan kota. Pemerintah Kota Surabaya tidak dapat melarang seseorang yang ingin bermigrasi, karena hak asasi manusia telah melindunginya, walaupun mereka seharusnya mematuhi perundang-undangan yang berlaku dan menghormati nilai-nilai yang hidup pada masyarakat Kota Surabaya.

Akar masalah ekonomi perkotaan bisa ditelusuri dari munculnya migrasi. Pada awalnya migrasi membantu pemecahan pengangguran di wilayah pedesaan, dan membantu pertumbuhan sector industry dan jasa di wilayah perkotaan. Proses tersebut mendororng pertumbuhan ekonomi makro dan mikro perkotaan. Tetapi dalam jangka panjang migrasi justru menimbulkan masalah perkotaan, yaitu pada waktu kota tidak lagi mampu menyediakan lapangan pekerjaan kepada penduduknya yang semakin bertambah banyak, dan pemerintah kota tidak mampu lagi menyediakan pelayanan yang memadai kepada penduduknya. Muncullah kemiskinan, pengangguran, kekumuhan, sector informal, dan lain sebagainya.

Seperti halnya yang terjadi di Kelurahan Bulak Banteng, dengan semakin meningkatnya jumlah imigran, menyebabkan tidak terjadinya pemerataan pembangunan. Tingkat kepadatan penduduk juga meningkat, sedangkan jika penduduk terus bertambah dengan seiringnya waktu berjalan, membutuhkan lahan yang lebih luas agar bisa menampungnya, serta akan menimbulkan masalah sosial yang lain. Meningkatnya angka kriminalitas pun terjadi. Oleh karena itu pemerintah sebaiknya membuat kebijakan untuk meperbaiki sarana prasarana yang ada di daerah perdesaan, melakukan perbaikan fisik dan lingkungan, menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih luas. Dengan begitu penduduk dari desa tidak memilih untuk mencari pekerjaan ke kota besar. Sehingga tidak terjadi pemusatan pembangunan lagi yang hanya berada di kota-kota besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline