Lihat ke Halaman Asli

Terlalu Baik

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Itulah ucapan temanku ketika aku tanya mengapa dia putus dari pacarnya. Apakah salah jika terlalu baik? Apa sekarang orang-orang lebih suka berpasang dengan yang jahat? Namun dalam hati ada rasa lega. Aku menyukainya. Sejak lama namun tidak bisa kuungkapkan. Dia menganggap aku sahabat baiknya. Itu yang membuat aku tidak bisa bergerak jauh. Aku takut merusak persahabatan ini. Lebih baik seperti ini saja dulu. Mungkin nanti akan aku nyatakan perasaan ini. Nanti, entah kapan.

Semakin sering aku menghabiskan waktu dengan dia, semakin sulit untuk menyatakan cinta ini. Bahkan aku takut cinta ini tidak pernah terkatakan. Seharusnya langsung saja kukatakan karena cinta hanya bisa dimengerti setelah diungkapkan. Apakah memang seperti itu? Membingungkan dan menakutkan. Yang paling menyakitkan adalah pada saat seseorang jatuh cinta sendirian. Ya, seperti aku ini. Hanya aku saja yang merasakannya. Mungkin dia memiliki perasaan yang sama, mungkin juga tidak.

Hey, jangan jadi pengecut. Begitulah biasanya aku menyemangati diri sendiri. Aku menyukainya. Tidak pernah ada kata terlambat untuk mengatakan cinta bukan? Yang ada hanya perasaan yang datang terlambat. Terlambat untuk diungkapkan dan terlambat untuk dibalas. Daripada patah hati karena ditolak, menyimpan perasaan yang tidak pernah diungkapkan lebih sakit.

Aku menarik napas panjang berusaha menenangkan diri. Memang hanya dengan menarik napas panjang diri ini menjadi tenang di dekatnya? Tidak. Namun aku merasa lebih baik. Tekadku sudah bulat. Menyimpan perasaan ini terlalu sulit daripada menerima hasilnya. Maka kukatakan padanya, “Aku menyukaimu sudah sejak lama.” Dan kau tau apa yang terjadi? Perasaanku menjadi lebih lega walau aku takut mendengar jawabannya. Aku hanya bisa memainkan jari-jari tangan sambil menunggu jawabannya.

Dan dia berkata, “Kenapa tidak bilang dari dulu. Aku juga suka kamu.” Aku terdiam, menunduk, tidak percaya dengan apa yang kudengar. Senang sekali. Rasanya ingin melompat dan berteriak-teriak. Kemudian kudengar lagi suaranya, “Kenapa kamu memilih aku?”

Glek! Aku belum siap menjawab pertanyaan ini. Lebih tepatnya aku tidak punya jawaban atas pertanyaan ini. Aku menunduk sambil memainkan jari-jari tangan. Kutarik napasku sekali lagi berusaha tenang, tak berani menatapnya. Kubulatkan suaraku dan berusaha terlihat gagah di depannya. Kukatakan padanya, “Nggak harus selalu ada alasan untuk mencintai seseorang, kan?”

“Kamu terlalu baik. Namun kamu berbeda.” Itu jawaban yang kudengar dari mulutnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline