Lihat ke Halaman Asli

Okti Nur Risanti

Content writer

Sengsara Membawa Nikmat

Diperbarui: 11 Agustus 2022   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi sengsara (Sumber: shutterstock)

Pada era 90-an, era saat sinetron masih memiliki cerita yang apik dan masuk akal, ada sinetron terkenal yang diputar di salah satu stasiun televisi kita berjudul "Sengsara Membawa Nikmat"

Kisahnya diangkat dari novel karya Tulis Sutan Sati, sastrawan angkatan Balai Pustaka, yang dirilis pada tahun 1929. 

Ceritanya sendiri berfokus pada lika-liku perjalanan hidup sang tokoh utama, Midun, yang tangguh dalam menjalani berbagai kesulitan hidup yang mendera, sampai akhirnya hidup memberikan ganjaran yang manis atas kejujuran dan kebaikan hatinya. 

Tak perlu berpanjang-panjang sampai puluhan, ratusan episode, apalagi bermusim-musim masa tayang, sinetron ini mengambil hati banyak orang karena jalinan cerita, akting para pemain, serta kualitas visualnya yang sangat baik pada masa itu.

Tema-tema cerita semacam "Sengsara Membawa Nikmat" mungkin sudah tak laku dijual saat ini, khususnya untuk sinetron-sinteron kita yang suka menyajikan cerita lebay, penuh intrik, dan njelimet tak karuan, meski tak jelas apa pesan moral dan tujuannya. 

Namun, terlepas dari tema-tema sastra, novel, buku, sinetron, film, bahkan mungkin karya-karya seni lain yang berbeda antara zaman dulu dengan sekarang.

Kita seharusnya juga bisa melihat bahwa memang ada perbedaan yang begitu besar antara karakter serta budaya generasi zaman dulu dengan generasi milenial saat ini.

Kita dulu terbiasa berjalan kaki atau naik sepeda ke sana ke mari. Sekarang, rasanya jarang melihat anak-anak usia sekolah berjalan kaki atau bersepeda ke sekolah atau tempat-tempat lain. 

Memang ada banyak alasan di balik itu. Jarak sekolah yang makin jauh dari rumah, bawaan yang semakin berat, jadwal pulang yang lebih sore/malam, cuaca yang lebih panas, tingkat kriminalitas yang lebih tinggi, jalanan yang yang kian tidak ramah pada pejalan kaki, banyak les dan kegiatan, dsb, yang membuat berjalan kaki menjadi kegiatan yang tidak efisien untuk dapat dilakukan lagi. 

Tetapi, sekarang, bahkan untuk berjalan kaki ke tempat yang dekat sekalipun, enggan dilakukan oleh kebanyakan orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline