Covid-19 virus yang merebak pertama kali di kota Wuhan China pada akhir 2019 telah ditetapkan sebagai pandemik oleh WHO. Dilansir dari who.int hingga hari ini per 2 April 2020 data pasien yang posistif terpapar virus Covid 19 mencapai 827,429 kasus, dengan jumlah kematian mencapai 40,777 di 205 negara.
Melihat penyebaran virus yang semakin mengkhawatirkan, pemerintah di berbagai Negara memberlakukan kebijakan untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini, dari mulai mengadakan rapid test, social distancing sampai pada kebijakan karantina wilayah atau lockdown dengan menutup segala akses keluar masuk ke dalam sebuah Negara.
Tak terkecuali di Indonesia, dikutip dari tirto.id data per 1 April 2020 menunjukkan jumlah kasus pasien positif Covid-19 mencapai 1.417 pasien, 157 meninggal dunia dan 103 pasien dinyatakan sembuh dari penyakit ini. Angka kematian yang tinggi membuat case fatality rate (CFR) atau ratio kematian di Indonesia meningkat menjadi 9,36%, hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan CFR tertinggi kedua di dunia setelah Italia.
Meskipun jumlah kasus terus bertambah, pemerintah Indonesia tidak memilih kebijakan lockdown untuk menangani kasus ini, karena dinilai kurang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat di Indonesia. Meski begitu pandemik ini telah memberikan dampak pada perekonomian di berbagai industri dari segi mikro maupun makro tak terkecuali pada industri keuangan non-bank IKNB yaitu Asuransi.
Direktur AAUI Asosiasi Asuransi Umum Indonesia Doddy Achmad menilai bahwa pandemik ini tidak akan mengganggu operasional asuransi secara langsung akan tetapi akan berdampak pada perolehan premi yang tentunya dapat menyebabkan piutang premi perusahaan asuransi, serta terhadap pengakuan aset yang diperkenankan dalam perhitungan rasio keuangan.
Hal ini dikarenakan penurunan aktivitas ekonomi seiring terbatasnya aktivitas masyarakat sebagai konsekuensi dari kebijakan social distancing. Akibatnya terjadi penurunan daya beli masyarakat yang berimbas pada pembayaran premi oleh pemegang polis. Dalam menanggulangi dampak yang terjadi otoritas jasa keuangan OJK memberikan stimulus countercyclical untuk industri ini. Hal tersebut telah disampaikan oleh OJK melalui Surat S-7/D.05/2020.
Pertama, yakni perpanjangan batas waktu penyampaian laporan keuangan berkala perusahaan kepada OJK. Perusahaan-perusahaan asuransi mendapatkan relaksasi waktu penyampaian laporan keuangan mulai dari 14 hari kerja hingga dua bulan. Kedua, OJK mengatur bahwa pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) bagi perusahaan perasuransian dapat dilaksanakan melalui video conference. Kebijakan ketiga yakni mengenai perhitungan tingkat solvabilitas bagi perusahaan asuransi dan reasuransi, baik konvensional maupun syariah. Otoritas memperkenankan perhitungan aset investasi berdasarkan nilai perolehan yang diamortisasi untuk sejumlah aset.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H