Ramadan lima tahun yang lalu di sebuah masjid dekat kampus pendidikan di Kota Pelajar,
Mereka duduk melingkar membentuk kelompok-kelompok kecil, sekitar tujuh sampai sepuluh orang setiap lingkaran. Tepat di depan masing-masing sudah tersedia segelas air berwarna kecoklatan dengan asap mengepul tanda bahwa suhunya masih di atas tiga puluh lima derajat Celcius.
Di samping gelas cairan coklat, terdapat sekotak dus berukuran sekitar 20cm x 20cm dan tinggi sekitar 10 cm. Tak ketinggalan, tiga biji buah khas bulan Ramadan bertengger di atas kotak berwarna putih tersebut dilindungi oleh lapisan tipis yang bernama plastik. Jika dihitung, ada sekitar sepuluh kelompok melingkar. Mereka kaum Adam berusia di atas tiga puluh tahunan.
Masih beberapa menit lagi.
Di sisi sebelah selatan disajikan pemandangan yang mencuri perhatian. Makhluk-makhluk kecil dengan tinggi kurang dari 150 cm berjajar rapi bak kereta. Paling depan seolah bertindak sebagai lokomotif kereta.
"Aku belum Bu," sahut seseorang di antara barisan tersebut.
"Aku juga belum Bu," sahut yang lain menimpali.
Seorang ibu paruh baya berdiri di depan mereka dan dengan sigapnya melayani makhluk-makhluk kecil yang mulai cerewet dan agak sedikit membuat gaduh.
Beliau membagikan Kotak-kotak berukuran 20cm x 20cm tersebut dengan tetap berusaha tenang dan seraya berkata, "Sabar Nak, semua pasti kebagian."
Kami duduk tak jauh dari barisan tersebut. Aku, dan kedua temanku. Dua temanku yang lain tengah antri mengambil wudhu. Tepat di depanku sudah tersedia kotak yang sama seperti dimiliki oleh kelompok-kelompok melingkar di sebelah utara. Segelas air coklat muda yang mengebul dan tiga butir buah khas Ramadhan turut menemani kotak tersebut supaya tidak sendirian.
"nguingggggg...nguinggggggg...nguiingggggg...nguingggggg...nguinggggg" terdengar bunyi khas yang ditunggu oleh makhluk-makhluk kecil penghuni serambi masjid.
Sontak mereka bergembira sambil berteriak "yeayy.. Alhamdulillah"