Oktavianti Pertiwi
Pendidikan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial
Pandemi Covid-19 telah berlalu sekarang ini, pada tahun 2020 pandemi tersebut muncul tepatnya 2 maret 2020 di Indonesia. Sejak diumumkan oleh presiden pertama kali, warga Indonesia dihimbau untuk selalu menjaga jarak, menggunakan masker, dan menjaga kebersihan. Kasus Covid-19 setiap harinya meningkat. Hal ini membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan baru berupa pembatasan aktivitas di luar rumah atau dikenal dengan Pembatasan Sosial Berslaka Besar (PSBB) dan kebijakan new normal yang mana warga Indonesia diminta untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru. Pembatasan tersebut untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 yang bisa saja terjadi ketika melakukan kontak sosial secara tatap muka atau langsung.
Adanya pandemi tersebut menimbulkan berbagai dampak besar salah satunya, di bidang industri musik. Kebijakan pembatasan kegiatan di luar rumah menimbulkan pelarangan kegiatan konser musik untuk sementara hingga kasus CoVID-19 menurun. Sebelum muncul kasus Covid-19, pemusik mempersembahkan karyanya selain dari music video, mp3, dan album kepada penikmat musik dan penggemarnya, juga melakukan pertunjukan musik agar dapat berinteraksi langsung dengan penikmat musik dan penggemarnya. Namun, pertunjukkan musik menghadirkan kerumunan penikmat musik yang mana ini bertentangan dengan kebijakan PSBB.
Musik menjadi bagian produk budaya populer di Indonesia. Budaya populer sendiri adalah produk atau kegiatan budaya yang favorit bagi banyak orang (Storey, 2009). Hal ini merujuk pada hal-hal yang populer dan dinikmati oleh khalayak yang luas. Musik populer sering kali mencerminkan selera dan preferensi musik yang populer di kalangan masyarakat pada suatu waktu tertentu. Banyak artis dan musisi populer yang memiliki penggemar yang luas dan meraih popularitas melalui karya musik mereka. Musik populer mencakup berbagai genre dan gaya musik yang disukai oleh banyak orang.
Lagu-lagu populer seringkali diidentifikasi dengan momen-momen penting dalam kehidupan seseorang atau dianggap sebagai bagian dari warisan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam esainya Ardono yang berjudul “On Popular Music” (dalam Storey,1996) memberikan 2 pernyataan tentang musik pop, salah satu pernyataannya adalah musik pop mendorong pendengaran pasif. Konsumsi musik pop senantiasa repetitif dan pasif. Musik pop menjadi stimulan menghilangkan rasa bosan bagi seseorang dalam melakukan pekerjaan (Strorey, 2018: 119). Selain itu, musik populer juga menjadi sumber hiburan dan ungkapan emosi bagi banyak orang.
Musik populer di Indonesia, misalnya, mencakup berbagai genre seperti pop, rock, dangdut, hip-hop, dan musik tradisional. Lagu-lagu dan musisi populer sering menjadi topik pembicaraan di antara masyarakat dan sering diputar di radio, televisi, dan platform musik digital. Konser musik dan festival musik juga merupakan bagian penting dari budaya populer di mana ribuan penggemar berkumpul untuk menikmati penampilan langsung dari artis favorit mereka. Akan tetapi, ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia industri musik mengalami berbagai dampak.
Dampak yang paling terasa bagi musisi adalah pada pendapatan mereka yang menurun. Sumber pendapatan paling besar dari pemusik adalah adanya konser musik. Pendapatan menurun salah satunya dirasakan oleh pemusik dangdut. Penelitian yang dilakukan oleh Fatimah & Hayati (2021) menunjukkan bahwa pemusik dangdut di Kabupaten Pati, Jawa Tengah mengalami penurunan pendapatan yang drastis. Dalam wawancaranya kepada beberapa pemusik dangdut di sana mendapat jawaban bahwa pendapat pemusik dangdut di sana sebelum pandemi Covid-19 sebesar 2 ratu juta hingga 3 ratus juta rupiah per bulan. Namun, setelah pandemi Covid-19 melanda pendapatan mereka hanya sebesar 5 ratus ribu per bulan.
Selain berdampak pada musisi, penikmat musik juga merasakannya. Pembatasan kegiatan di luar rumah selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan menyebabkan kejenuhan dalam bekerja di rumah. Interaksi sosial masyarakat dibatasi oleh jarak, kontak sosial dan komunikasi dilaksanakan melalui sambungan internet atau secara online. Hal ini berdampak pada kondisi mental dan emosi seseorang.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan pada kasus gangguan jiwa dan depresi hingga 6,5% di Indonesia. Hal ini disampaikan pada Oktober 2021. Survei yang dilakukan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pada tahun 2020 menemukan, sebanyak 63 persen responden mengalami cemas dan 66 persen responden mengalami depresi akibat pandemi COVID-19 (Aretha, 2022).