Lihat ke Halaman Asli

Oktaviani Rizki Handayani

Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, program studi Jurnalistik.

Sisa Sampah, Sisa Cinta: Perjuangan Seorang Ibu untuk Anak Tercinta

Diperbarui: 19 Januari 2025   21:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi

Setiap pagi, tumpukan sampah yang menggunung bukan hanya pemandangan, tetapi kenyataan yang harus dihadapi seorang ibu. Di rumah yang seharusnya menjadi tempat beristirahat, ia justru memulai hari dengan memilah barang bekas yang terkadang menyakitkan untuk dilihat. Tak ada pilihan lain, itulah yang harus dijalani. Dengan tekad yang tak tergoyahkan, ia terus bekerja demi masa depan anaknya, meski setiap langkah terasa lebih berat dari sebelumnya.

Ibu itu adalah Siti, seorang wanit paruh baya berusia 46 tahun yang telah menggeluti pekerjaan sebagai pemilah sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Serpong, Tangerang Selatan sejak 2010. Tak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarga kecilnya. Siti memiliki seorang anak laki-laki bernama Ridwan. Anak laki-laki yang kini genap berusia empat tahun dan sudah berteman akrab dengan tumukan sampah sedari bayi.

"Saya tidak punya pilihan lain, rumah ini harus tetap jadi tempat kerja dan tempat tinggal," ujar Siti dengan penuh tekad, sambil mengatur barang-barang bekas yang baru saja dipilah. 

Meski rumahnya penuh dengan sampah, Siti berjuang agar anaknya mendapatkan yang terbaik. Sejak bekerja di TPA Cipeucang, Siti menyaksikan perubahan buruk di sekitarnya. "Dulu saya bisa memilah sampah di tempat yang lebih bersih, sekarang semuanya lebih sulit karena tempat pemilahan semakin sedikit," ungkapnya.

Hal inilah yang membuat Siti terpaksa menjadikan rumahnya sebagai tempat pemilahan sampah. Kondisi ini mengharuskannya untuk menghadapi risiko kesehatan akibat lingkungan yang buruk, namun ia tak pernah menyerah.Siti berharap, meskipun hidup dalam kesederhanaan dan segala tantangan, Ridwan dapat memiliki masa depan yang lebih baik. 

"Saya ingin anak saya bisa hidup lebih baik dan tidak seperti saya," katanya dengan harapan yang besar. 

Meski kelelahan sering menghampiri, ia terus berusaha agar Ridwan bisa tumbuh dengan pendidikan yang layak, jauh dari dunia sampah yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Setiap hari, Siti bangun lebih pagi, bekerja keras memilah sampah, dan selalu berusaha tegar meskipun lelah. 

"Masa depan anak saya bergantung pada usaha keras saya," katanya. Ia percaya bahwa suatu saat nanti, Ridwan akan mengerti pengorbanan yang telah ia lakukan demi masa depan mereka.

Siti tahu bahwa tak ada pekerjaan yang hina selama itu dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Dalam setiap tumpukan sampah yang ia pilah, ia melihat harapan---harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi anaknya. Dengan setiap barang bekas yang bisa dijual, ia merasa bahwa ia memberi Ridwan kesempatan lebih baik untuk hidup lebih layak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline