Lihat ke Halaman Asli

Oktaviani NS

Free human being

Blunder Influencer dan Omnibus Law yang Ingin Dihalau

Diperbarui: 15 Agustus 2020   02:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Blunder Influencer dan Omnibus Law yang ingin Dihalau

Draf Omnibus Law RUU tentang Cipta Kerja yang berisi 1028 halaman ternyata dinilai tidak cukup baik untuk memberikan hak-hak para pekerja. RUU Cipta Kerja yang pertama kali diserahkan pada tanggal 12 Februari 2020 menimbulkan reaksi panas dari pekerja yang terdampak.

Banyak dari influencers mendukung RUU Cipta Kerja lewat tagar Indonesiabutuhkerja. Keterlibatan para influencers dinilai menjadi sebuah blunder yang menyatakan seolah-seolah Omnibus Law dapat memberi kesejahteraan dan bisa membuka lapangan kerja sebesar-besarnya untuk rakyat.

Para influencer disindir hanya mencari 'cuan' tanpa mengetahui apa yang sedang mereka kampanyekan, bahkan Komnas HAM pun menyindir hal serupa. Hal ini tentu membuat ramai media sosial. Setelah mendapat teguran keras dari warganet, akhirnya beberapa dari influencers mengklarifikasi postingan mereka.

Riset yang kurang saat menerima 'kerjaan' kembali menjadi alasan utama mereka membela diri.

Hari ini, 14 Agustus 2020, ratusan massa mulai dari buruh, petani, nelayan, mahasiswa, hingga masyarakat adat kembali turun ke jalan untuk menuntut keadilan yang dirasa semakin semu. Tidak hanya di depan gedung DPR/MPR, tapi aksi ini juga terpantau berlangsung di beberapa wilayah.

RUU tentang Cipta Kerja dinilai tidak berpihak kepada pekerja, melainkan hanya mengutamakan keuntungan yang didapat investor. Kemudahan investasi akan didapat, sedang hak dasar pekerja makin tercekat.

Salah satu isi yang dinilai paling merugikan dan berdampak buruk adalah karena lewat RUU Cipta Kerja, investor tidak harus pusing perihal AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan izin lingkungan untuk membangun sebuah kerajaan bisnis. 

Hal ini tentu lebih berisiko mengancam lingkungan. Kerusakan ekosistem lingkungan yang timbul pun akan sulit diproses pertanggungjawabannya karena sanksi pidana dihilangkan.

Pemerintah Daerah sudah tidak lagi memiliki hak untuk menganalisis dampak lingkungan yang mungkin menimpa daerahnya karena aturan itu berada langsung di bawah pemerintah pusat. Otonomi daerah pun sudah tidak ada artinya.

Kerugian lain adalah berkurangnya hak-hak pekerja perempuan. Pada Omnibus Law, perusahaan tidak lagi wajib membayarkan cuti kehamilan atau dengan kata lain sudah tidak ada lagi cuti melahirkan dan cuti haid untuk para perempuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline