Lihat ke Halaman Asli

AC Oktavia

Belajar peduli

Tanpamu, Apa Jadinya Aku? Terima Kasih, Guruku

Diperbarui: 2 Mei 2020   22:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya ingin mengambil momen Hari Pendidikan Nasional ini untuk melihat kembali ke perjalanan hidup saya dan berterimakasih kepada seluruh guru yang pernah mengajar saya. Apa adanya saya saat ini, tidak lepas dari campur tangan para guru saya dari SD, SMP, SMA. Mereka meninggalkan jejak-tapak mereka di jiwa saya Hari ini, saya ingin bercerita mengenai tiga orang guru saya yang masih membekas di hati saya meskipun belasan tahun sudah berlalu.

Siapa pula yang masih mengingat perjalanan SD nya, selain sekelibatan-sekelibatan canda-tawa, kenakalan, dan pertengkaran. Tak banyak momen SD yang saya ingat, apa lagi pelajarannya. Masa SD, saya lebih banyak mengingat rasa.

Saya pernah merasa takut terhadap wali kelas 2 SD. Tidak, dia tidak melakukan kekerasan fisik, tapi toh ajarannya membekas. Beliau menghukum beberapa anak di kelas saya karena berkata kasar. Setiap anak dihukumnya memakan sesendok kecil garam untuk setiap kata kasar yang mereka ucapkan. Setelahnya ibu wali kelas saya itu menjelaskan, bahwa kata-kata kasar adalah hal yang tidak baik dan bisa melukai orang lain. Beliau menasihati kami untuk memikirkan garam itu setiap kali ingin berkata kasar dan mengumpat.

Dampaknya? Saya nyaris tidak pernah berkata kasar dan mengumpat bahkan hingga pertengahan umur 20an. Saya juga tidak lagi cepat tertarik untuk meniru mentah-mentah hal-hal yang dilakukan oleh orang yang lebih tua---hal yang terasa sangat keren saat masih SD. Tentu saja saya sudah tidak ingat lagi pelajaran apa saja yang beliau ajarkan di kelas. Namun satu peristiwa itu, telah membentuk saya menjadi saya sekarang. Umpatan tidak lagi keluar dengan mudah, bahkan meskipun seluruh orang di sekitar saya terbiasa mengumpat.

Guru PKn saya di masa SMP memesona saya karena beliau selalu mau didebat. Alih-alih mendorong kami menghafalkan tahun dan nama tokoh, beliau memenuhi pelajarannya dengan pertanyaan mengapa dan bagaimana. Alih-alih memberikan ulangan hafalan, kami ditugaskan untuk menyiapkan presentasi, topik diskusi, ataupun rancangan solusi. Saya ingat, beliau lebih banyak menilai bagaimana kami berdiskusi dengan bersemangat di dalam kelas daripada berapa banyak huruf dan angka yang kami hafal.

Pelajaran menyenangkan itu banyak membentuk saya hingga sekarang. Saya terbiasa memahami perbedaan sudut pandang, mencari tahu alasan di balik keputusan, dan berpikir panjang sebelum menjawab. Hal-hal yang menjadi kebiasaan saya setelah mempelajari Pkn setiap minggu selama 3 tahun bersama beliau. Saya tidak ingat lagi topik apa saja yang beliau ajarkan, tapi cara beliau menyimpulkan diskusi dan pembawaan beliau mengoreksi opini masih saya tiru hingga sekarang.

Di masa SMA, guru yang paling memesona saya adalah guru Bahasa Jawa saya. Dalam kelasnya, saya bukan hanya belajar bahasa, saya mempelajari akar saya. Beliau memesona saya dengan tembang yang beliau nyanyikan, lakon yang beliau ceritakan, unggah-ungguh yang beliau tanamkan. Ketertarikan saya terhadap kekayaan budaya jawa--yang tidak pernah diajarkan oleh orang tua saya---adalah bekal dari beliau yang masih saya jaga hingga sekarang.

Karena beliau, saya mulai mencari kisah-kisah pewayangan, mulai membaca majalah Panjebar Semangat, mulai menikmati tembang dan lagam, mulai menghargai kesempatan belajar menari dan memainkan gamelan. Saya belajar jauh lebih banyak daripada aksara dan struktur kalimat bahasa jawa. Beliau menunjukkan dan mengajar saya untuk mencintai akar saya.

Banyak-banyak lagi guru yang menginspirasi saya selama kehidupan siswa saya. Adanya saya sebagaimana saya sekarang ini, terdampak oleh seluruh guru yang pernah mengajar saya. Dan untuk itu saya selamanya berterima kasih.

Terima kasih karena telah memberikan saya ilmu dan membimbing perkembangan akademis saya. Terima kasih karena atas didikan yang melampaui modul-modul tanggung jawab. Terima kasih karena sudah cukup peduli untuk membagi rasa dan hidup.

Guru dan tenaga pendidik di Indonesia, semangat berjuang bagi bangsa! Murid-murid anda tidak hanya menyerap ilmu yang anda bagikan, mereka juga merasakan kehadiran anda dalam kehidupan mereka di setiap hari sekolah.

Sekali lagi, guru-guruku, terima kasih, tanpamu, aku bukanlah aku yang sekarang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline