Lihat ke Halaman Asli

Menilik Asa di Balik Lemahnya Rupiah

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tembus angka 13 ribu”, itulah posisi nilai tukar Rupiah terkini terhadap Dollar AS (data per 6 Maret 2015). Miris memang, Rupiah yang sempat bertengger di level Rp. 8.690,00 per-Dollar AS pada April 2011 lalu, kini terus melemah dan akhirnya meninggalkan predikat mata uang dengan kinerja terbaik se-Asia Pasifik yang sempat diraih beberapa tahun lalu.

Imbasnya, kondisi ini akan merugikan banyak pihak terutama para importir yang banyak membutuhkan barang jadi maupun bahan mentah yang harus didatangkan dari luar negeri. Butuh modal ekstra untuk keperluan biaya produksi suatu barang yang menggantungkan pada bahan impor, harga barang jadinya pun secara otomatis akan meningkat mengikuti biaya produksi yang membengkak, hubungan sebab-akibat yang lumrah terjadi. Jika sudah seperti ini, konsumen lah yang juga harus menanggung dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah.

Meskipun tidak terkena dampak langsung, masyarakat kecil turut merasakan imbas dari melemahnya nilai tukar Rupiah. Ketergantungan Indonesia pada bahan-bahan pokok sehari-hari yang didatangkan secara impor (seperti : beras, kedelai, gula pasir dan tepung terigu), akan menjadi sumber alasan mengapa masyarakat kecil harus ikut menjerit ketika terjadi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok di pasaran.

Bukan hanya itu, pemerintah dan pihak swasta yang memiliki utang luar negeri pun juga turut menjadi korban. Utang luar negeri akan membengkak seiring dengan semakin perkasanya Dollar AS. Hal ini tentunya akan membuat para pengutang kesulitan membayar hutang yang jatuh tempo karena kurs Rupiah yang harus mereka bayarkan menjadi meningkat beberapa kali lipat.

Hal-hal di atas menjadi bukti betapa nilai tukar Rupiah berdampak sistemik pada aspek-aspek perekonomian bangsa. Tiga komponen utama dalam pembangunan bangsa (yaitu : pemerintah, masyarakat dan swasta) tak ada satupun yang lolos dari prahara nilai tukar Rupiah ini. Namun, marilah kita amati persoalan ini dari sudut pandang lain. Permasalahan yang sejatinya akan menyusahkan banyak pihak, kita asumsikan sebagai tantangan yang dapat kita jadikan peluang untuk membangun Indonesia yang lebih baik ke depan. Jika kita telisik hingga akar permasalahannya, permasalahan Rupiah ini sebenarnya mengerucut pada satu hal, yaitu “masih tingginya ketergantungan Indonesia pada barang impor”. Dalam hal ini, selamanya Indonesia tidak akan pernah terbebas dari bayang-bayang mata uang asing jika kita tidak berusaha menjadi bangsa yang mandiri.

Kita sepakat bahwa kemandirian sebuah negara adalah sebuah keniscayaan yang harus diwujudkan untuk mensejahterakan rakyatnya. Semakin mandiri suatu negara, semakin kecil pula pengaruh yang diberikan negara lain terhadap negara tersebut. Momentum anjloknya nilai tukar rupiah ini kita jadikan sebagai masa di mana kita harus berinstropeksi diri dan berbenah ke depannya. Masing-masing mempunyai peran dalam mewujudkan kemandirian sebuah bangsa :

Pemerintah, berperan dalam menyusun kebijakan-kebijakan strategis dalam rangka memacu pertumbuhan industri dalam negeri yang berdaya saing internasional dan mendorong kegiatan ekspor barang jadi jauh mengungguli kegiatan impor;

Swasta, berperan untuk terus berinovasi dalam menciptakan produk unggul lokal dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dalam negeri;

Masyarakat, berperan untuk mendukung setiap kebijakan strategis pemerintah dan menumbuhkembangkan jiwa nasionalisme serta cinta produk dalam negeri.

Jika ketiganya mampu memahami dan menjalankan perannya masing-masing, bukan hal mustahil jika beberapa tahun kedepan Indonesia menjadi negara kuat yang mandiri. Tak peduli seberapa sering Dollar AS berfluktuasi, NKRI tetap menjadi negeri dengan perekonomian kuat dan tak mudah digoyang oleh negeri adikuasa manapun. Memang hari ini hal ini hanya sekedar mimpi, tapi bukan mustahil jika semua ini bisa terwujud dengan adanya tekad kuat, kerja keras, dan semangat nasionalisme seluruh bangsa Indonesia. (Ahmad Oktabri Widyananda - XXI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline