Lihat ke Halaman Asli

Negeri Para Mafia Migas Hingga Mafia Beras

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini kita sering dihadapkan dengan permasalahan kenaikan harga kebutuhan pokok yang diluar nalar. Setelah dilakukan penelusuran, ternyata pihak produsen tidak berperan banyak dalam menaikkan harga kebutuhan pokok tersebut, mereka hanya memproduksi barang sesuai dengan permintaan pasar. Dalam hal ini, pihak yang paling dirugikan tentunya adalah produsen. Hak mereka untuk mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga stabil dan terjangkau sering kali terusik oleh kenaikan harga yang sering mendadak dan terjadi secara massive. Ya, seolah ada invisible hand yang berperan menaikturunkan harga sehingga acap kali membuat konsumen kelimpungan. Produsen tak mengetahui, konsumen apalagi, para invisible hand tersebut berperan pada proses penyaluran barang dari tahap produksi hingga ke konsumsi. Khalayak sering mengistilahkannya sebagai “mafia”, sekelompok oknum yang mencari keuntungan dengan cara menimbun banyak barang dari konsumen dan menjualnya dengan harga tak wajar.

Berbicara soal mafia, Indonesia sudah tak asing dengan kata ini. Sebut saja mafia migas, mafia bola, mafia cabai, hingga istilah mafia beras. Ya, para mafia itu adalah oknum yang berperan sebagai dalang pembuat kekacauan pada seluruh proses tersebut. Siapakah mafia-mafia itu sebenarnya? Yang jelas kita tidak mengetahui jawaban pastinya, namun kita sepakat bahwa mereka adalah musuh kita bersama. Ulahnya dalam merugikan banyak pihak dan berusaha mengambil keuntungan dari kerugian tersebut, menjadi dua alasan penting mengapa mereka harus diberantas dan diganjar hukuman yang setimpal. Hal yang paling membuat geger kini adalah para mafia beras. Bagaimana tidak, kebutuhan pokok yang setiap hari dikonsumsi oleh rakyat Indonesia, kini harganya melambung dan menyulitkan setiap orang yang akan membelinya.

Menurut data dari Kementerian Pertanian RI, Indonesia masih menjadi negara dengan konsumsi beras tertinggi di dunia. Dengan penduduk yang hampir menyentuh angka 250juta jiwa, setiap orang Indonesia mengkonsumsi rata-rata 130 kg beras per-tahunnya, angka yang cukup fantastis jika dibandingkan negara-negara tetangga yang hanya mengkonsumsi rata-rata 50-70 kg beras per-orangnya (seperti Singapura dan Malaysia). Fakta tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar pada beras. Wajar jika keberadaan mafia beras sangat meresahkan dan merugikan seluruh masyarakat di negeri ini. Jika kita telusuri, para mafia tersebut memainkan harga di tahap distribusi dari produsen hingga barang tersebut sampai ke tangan konsumen, itu artinya fungsi kontrol pemerintah pada tahap ini masih kurang optimal. Para mafia semakin leluasa memainkan harga beras karena merasa dirinya tak begitu diawasi dan menganggap sah-sah saja jika meraup keuntungan tinggi dari hasil penjualannya.

Layaknya TNI atau Polri, sebenarnya seluruh lembaga pemerintah perlu mempunyai satuan intelijen yang berfungsi mengawasi seluruh aktivitas yang berkaitan langsung dengan bidang kerjanya. Upaya ini akan menjadi langkah preventif untuk mencegah terjadinya kekacauan yang disebabkan ulah dari para mafia yang mencoba mencari keuntungan dalam situasi lemahnya pengawasan dari pemerintah. Dengan adanya satuan intelijen yang kuat, kita tidak perlu bersusah payah menyelidiki siapa biang keladinya jika sewaktu-waktu terjadi kekacauan yang berdampak pada kerugian masayarakat. Pengawasan lapangan yang ketat di setiap level, akan mempermudah pelaporan jika ditemukan suatu tindak kecurangan dari oknum tertentu. Seperti beras misalnya, jika ada sistem pengawasan lapangan yang kuat pada tahap produksi-distribusi-konsumsi beras, tak mungkin para mafia ini leluasa menaikkan harga demi keuntungan kelompok atau pribadi, tentunya dengan asumsi setiap adanya pelanggaran langsung dilaporkan dan mendapat sanksi tegas dari pemerintah.

Oleh sebab itu, bukan hanya TNI dan Polri saja yang butuh satuan intelijen untuk tetap menciptakan keadaan aman, nyaman dan tertib, seluruh lembaga pemerintah juga perlu mempunyai satuan ini guna mengawasi setiap gerak-gerik di lapangan yang berkaitan langsung dengan bidang kerjanya. Ya walaupun tidak harus mengistilahkannya dengan satuan intelijen, namun tim controlling lapangan ini merupakan bagian penting yang perlu dimiliki setiap lembaga yang ingin menghadirkan rasa tenang, nyaman dan puas bagi seluruh masyarakat. (Ahmad Oktabri Widyananda - XXI)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline