Lihat ke Halaman Asli

Okta Piliang

seniman/penyair/

Maulidan 3

Diperbarui: 2 September 2022   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

3

oktober mulai mampir

di ruangan guru, di balik papan tulis, ia intip dari pintu angin. warna langit seakan gelisah, ini bulan penentuan, sejarah yang akan berulang

di luar ulat menjadi rama-rama, hinggap di kuntum bunga. seakan mendekatkan waktu pada pertemuan

di stasiun lenguh dada perempuan berdesir di antara rel, dan gerbong-gerbong yang sesak. sobek tiket adalah kado yang membikin kaget. "bukankah bulan ini perlu perayaan, kalau bukan kepada usia"

hesti yang puisi tak sendiri, seorang kanak-kanak memengang balon. ia pandang jauh ke ujung teluk juga pantai, di mana malin dikutuk, namun janji tak perlu dikutuk. batu. batu batu dada runtuh"untuk menggantikan perempuan, mesti ada perempuan yang baru" dan maulidan yang dipeluk rusuh, mematahkan harap diam-diam

Sebagaimana pertemuan, hidup dengan kisah-kisah yang hadir dalam lingkungan, puisi juga hadir dari pertemuan pun kehilangan, dan perjalanan kata-kata, puisi bisa menjelma apa saja, mungkin bahagia, mungkin luka-lara, mungkin senyuman di bibirmu. Oya, puisi Maulidan Maulidan ini baru berhasil saya "nyatakan" selesai, tidak ada revisi lagi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline