Lihat ke Halaman Asli

Okta Piliang

seniman/penyair/

Maulidan 2

Diperbarui: 1 September 2022   13:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

2

ia katakan percintaan serupa langit menidurkan bumi dengan kerlip bintang

kadang cerlang, kadang redup seakan rindu memang begitu, lahir dari penasaran

ia katakan sekali lagi bahwa dada adalah panggung bencana, sebab percintaan memang butuh rencana seberapa kuat tak bersiasat

maulidan bermuslihat. mencari dalil dari kitab, dari ramalan zodiak menerka perempuan dalam bilangan hari

mestinya begitu, lagu lama mirip pantun rima. berirama sepanjang kisah romeo juliet. ruah di tepi tepi gelisah. yang satu mati bertuba dengan sengaja, yang satu hidup setelah terjaga. tapi percintaan itu tak pernah ada, kecuali dalam puisi

ia ingat pertama kali jatuh cinta. debur pantai, pasir yang ditulis namamu, katakan sebelum ombak menghapus tepian, sebelum senja keburu kelam. "nanti, tulisan itu akan ada di dada. sungguh!"

maulidan menabung lara sebisanya tetap tertawa, dari matanya kisah-kisah berjatuhan, berbaur di pantai air manis. "tanggis memang bukan kerja lelaki, tetapi sebagai manusia tak ada larangan"

kepak elang laut, kapal-kapal berangkat menyisakan kepergian dan kembali. dermaga membesarkan penungguan

maulidan menyetel lagu disko sebisanya hentakan memanggil hesti, sebisanya menari dalam puisi tanpa melodi. sepanjang perjalanan pulang, tak satupun kata yang membuat geming. maulidan hening sendiri




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline