Lihat ke Halaman Asli

okmi astuti

Menulis is habit, menulislah sepanjang hayat

Headache Cluster

Diperbarui: 25 Juli 2021   11:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Minggu 18 Juli 2021 

Kondisi suami masih sama, belum membaik sedikit pun. Padahal baru hari keempat sepulang dari rumah sakit. Hampir tiap waktu saya menanyakan kondisi beliau. Jawabannya sama, sakit, nyeri, ngilu, dan tak berasa." Sebagai istri saya pasti sedih, tapi kesedihan tidak boleh tampak di hadapannya. 

Sejujurnya saya bingung dan takut. Bingung karena tidak tahu mau melakukan apa untuk mengurangi rasa sakit. Takut karena membayangkan rasa nyeri dan sakit yang berkesinambungan sehingga membuat tubuh makin hari makin melemah sehingga menghalangi penyembuhan seperti kemoterapi dan radioterapi.

Meskipun keadaan seperti ini, saya tidak boleh putus asa atau pun menyerah. Saya hanya bisa berdoa, menyemangati suami dan menyerahkan semuanya kepada Yang Kuasa. Semoga suami segera pulih seperti sediakala.

Melihat keadaan suami yang kurang tidur, gelisah, menahan rasa sakit,  mual, muntah dan lemah, membuat saya selalu searching internet untuk mencari informasi keluhan yang dialami. Minggu malam jam 10 ketika anak-anak terlelap, saya menemukan informasi penting tentang headache Cluster/ sakit kepala cluster. 

Berdasarkan informasi yang saya baca, Headache Cluster merupakan  kondisi dimana terjadinya nyeri di kepala  secara berulang-ulang dalam siklus tertentu yang  ditandai dengan nyeri di sekitar mata, pada salah satu sisi kepala saja.

Apakah kondisi suami sama seperti yang dijelaskan? Saat ini keadaan suami keluhannya hampir sama dengan penyakit tersebut. Kepala dan telinga bagian kiri  nyeri, pipi kaku dan tidak berasa, mata bermasalah dalam penglihatan, dan gigi ngilu. Ditambah dengan mual serta muntah. Hampir tiap malam tidak bisa tidur dan gelisah. Saya terus berpikir bagaimana menghilangkan rasa nyeri tersebut sehingga suami bisa beristirahat dengan nyaman, tidur terlelap, dan mengurangi rasa sakit. 

Tanggal 19 Juli bertepatan dengan jadwal rapat tahun ajaran baru, saya bergegas ke sekolah. Sebelum ke sekolah saya mampir di rumah sakit untuk mendaftarkan suami menemui dokter saraf. Ternyata perkiraan saya meleset. Biasanya pendaftaran pagi ketemu dokter agak siang.  Berhubung hari tersebut H-1 sebelum lebaran Idul Adha, jadi pasien sedikit sehingga dokter datang lebih awal yaitu jam 9.30. 

Setelah menyerahkan semua berkas ke bagian Poli saraf, saya bergegas menelpon suami supaya segera datang karena dokter akan datang lebih awal. Sambil menunggu kedatangan suami, saya mengirimkan pesan kepada wakil kepala sekolah bidang akademik bahwasanya saya tidak bisa hadir mengikuti rapat. Alhamdulillah, beliau memberikan respon yang positif dan mendoakan suami cepat sembuh. 

Di sela waktu  menunggu, saya mencoba mengisi perut yang keroncongan.  Satu jam telah berlalu tapi suami belum juga datang. Akhirnya saya menelpon beliau kembali. Tepat jam 10.00 baru beliau sampai di rumah sakit. Kami langsung ke bagian Poli untuk melapor. Saat itu juga, suami diminta menimbang Berat badan dan mengukur tensi beliau. Berat badan turun. Saya sempat terkejut karena tensi nya 150.  Kami diserahkan berkas pendaftaran dan buku riwayat sakit untuk dibawa ketika bertemu dokter. 

Tidak butuh waktu lama untuk menunggu, kamipun masuk ke ruang dokter.  Dokter menanyakan keluhan suami. Suami menceritakan perihal sakitnya Dan menunjukkan hasil CT-Scan. Dokter membaca hasilnya dan melihat foto-foto tersebut. Kemudian dokter kembali menanyakan Kondisi suami. Suami dengan detail menjelaskan keadaannya. kadangkala saya menambahkan kalimatnya agar lebih jelas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline