Lihat ke Halaman Asli

Okky Fajar Tri Maryana

Pendidik di Program Studi Fisika Institut Teknologi Sumatera

Tanjung Jabung Barat dan Sebuah Asa

Diperbarui: 22 April 2016   06:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tanjung Jabung Barat nama daerah tujuan saya kali ini.

Maret lalu, saya menginjakkan kaki di sana. Salah satu kabupaten yang termasuk bagian dari propinsi Jambi di pulau Sumatera. Tak begitu banyak cerita yang didapatkan selama beberapa hari tinggal. Namun, ada beberapa pengalaman yang begitu menarik bagi saya. Satu di antaranya adalah pengalaman saya dengan energi listrik di daerah tersebut.

Sejujurnya saya termasuk warga negara yang mulanya tidak begitu mempedulikan segala hal tentang kelistrikan di tempat tinggal saya. Kenaikan tarif dasar listrik, program listrik pintar, dll. Saya bahkan sama sekali tidak pernah memikirkan bagaimana pasokan listrik yang ada di luar sana. Semua baik-baik saja. Listrik di rumah dan lingkungan saya terus menyala. Permasalahan energi listrik bagi saya yang ramai di berita adalah bentuk isu-isu yang tak perlu dipusingkan. Ternyata saya keliru. Dari Tanjung Jabung Barat-lah mata saya terbuka.

Hari itu matahari sudah tidak bisa lebih panas lagi di kota Jambi. Dengan keringat yang membasahi tubuh saya berdiri mematung menunggu seseorang. Seorang Pemandu yang akan mengantarkan dan mendampingi saya beberapa hari ke depan di Jambi. Saat itu status saya adalah seorang tamu. Saya diundang oleh sebuah badan usaha konsultan pendidikan di Jakarta dan sebuah perusahaan migas multinasional untuk menjadi fasilitator pendidikan bagi guru-guru IPA tingkat SMP di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Sebuah pengalaman dan tantangan yang sangat berharga bagi saya.

Selama beberapa hari di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, perasaan senang dan bersemangat menyelimuti saya. Semuanya berjalan lancar dan sesuai rencana. Namun, ada satu hal yang mengganggu saya hingga sampai saat pulang ke Bandung. Begitu seringnya mati listrik di sana yang sampai-sampai membuat saya jengkel. Oh tidak, bagaimana saya bisa produktif bila keadaannya seperti ini. Bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan harian saya di sini? Dengan keringat yang semakin mengucur karena udara panas, akhirnya saya menyerah juga dengan memilih untuk berbaring saja di atas kasur sambil berdoa bila bangun nanti listrik telah menyala. Sebelum mata ini terlelap, di kepala saya muncul sebentuk pertanyaan, “Bagaimana orang-orang di sini menjalani hidupnya yah bila keadaannya seperti ini?”

Memasuki malam dan setelah listrik di kamar penginapan kembali menyala, saya sempat berpikir tentang PLN di daerah ini. Bagaimana sistem pembangkitnya, aturan pemadamannya, dan adakah solusi yang sedang dijalankan. Hingga pikiran saya dihantui oleh ketakutan “Bagaimana saya bisa menjalani hidup di tempat seperti ini? Sebulan? Setahun?” Oh, Paradigma saya pun akhirnya berubah. Listrik adalah permasalahan bangsa yang teramat krusial. Bukan hanya isu-isu yang dapat dianggap remeh.

Listrik adalah komoditas mahal di sini. Bukan berarti masyarakat tidak bisa membelinya. Ketersediaannyalah yang menjadikan listrik menjadi barang “mahal”. Betul, bahwa pemerataan ketersedian listrik di luar Pulau Jawa sangatlah rendah. Mengakibatkan munculnya berbagai permasalahan di masyarakat. Hal tersebut dapat dipahami bahwa listrik sesungguhnya adalah infrastruktur yang ketersediannya dan kebermanfaatanya untuk semata-mata pembangunan nasional, bukan hanya masyarakat di Tanjung Jabung Barat atau daerah lainnya. Dan pada kenyataannya “infrastuktur” ini belumlah sekokoh yang saya bayangkan. Dapat dirasakan bahwa kecepatan pertumbuhan permintaan tenaga listrik di seluruh negeri tidak mampu atau lebih halusnya belum mampu diimbangi dengan kecepatan penyediaan infrastruktur yang menghasilkan daya listrik sebagaimana kebutuhan yang ada. Apa yang salah sesungguhnya? Banyak ternyata.

Secara teknis, PLN merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas ketersedian listik di negeri ini. Pun termasuk di dalamnya Tanjung Jabung Barat. Namun demikian, kinerja kesuksesan PLN dalam pemenuhan kebutuhan listrik bangsa ini tergantung pula dari peran masyarakat. Masyarakat juga harus ikut ambil bagian dalam usaha menghantarkan energi listrik ke seluruh pelosok desa dan daerah pedalaman.

Tak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya PLN belum mampu memenuhi kebutuhan energi listrik melalui teknologi yang tersedia di indonesia. Belum lagi ditambah kebijakan-kebijakan pembangunan yang salah urus sehingga rakyat harus mempertebal kesabarannya.

Dengan begitu banyaknya keluhan dan kritikan yang diterima dari masyarakat, saya melihat PLNsemakin sadar untuk terus memperbaiki diri dalam melayani bangsa. Faktanya, dengan begitu banyaknya program-program yang dijalankan dan penguatan prinsip “PLN no SUAP” layak untuk diapresiasi. Perlu dicatat di sini adalah, segala upaya-upaya yang dijalankan PLNtersebut tidaklah dibangun dalam satu hari. Semuanya membutuhkan waktu. Seperti saat dahulu listrik pertama kali muncul adalah ketika kita harus bersabar menggunakan lampu minyak dan lilin dengan keterbatasannya, disaat itu pula penelitian dan pengembangan teknologi berjalan maju hingga menghasilkan energi listrik berdaya besar. Ada peran kesabaran dan dukungan masyarakat dalam mewujudkannya. Secara umum dukungan  masyarakat di sini adalah berupa pengawasan, menjaga dan menggunakan/memanfaatkan energi listrik dengan sebaik-baiknya. Berikan kesempatan dan waktu untuk PLNberbenah dan meningkatkan kinerjanya dalam mewujudkan energi listrik yang menerangi nusantara.

Salah satu kebijakan atau tindakan yang paling efektif (menurut saya) yang ditempuh PLN untuk mengatur dan meningkatkan jangkauan daya pasokan listrik adalah dengan program penghematan energi listrik. Tidak hanya berupa slogan-slogan atau kampanye iklan saja tapi juga berupa program penge-rem-an kebutuhan energi listrik melalui program listrik pintar (prabayar). Selama program ini berjalan, tentu akan memudahkan PLN dalam melakukan riset, uji coba, rancang bangun teknologi yang diperlukan untuk meningkatkan capaian hasil produksi energi listrik. Mencari sumber-sumber alternatif baru, mengaplikasikan teknologi negara luar yang telah berhasil sebelumnya untuk diaplikasikan di seluruh tanah air. Lagi-lagi diperlukan kesabaran dan ketekunan semua pihak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline