Lihat ke Halaman Asli

Lelaki Akar dan Batu Biasa

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lelaki AkardanBatu Biasa?

Istriku

Dan tak lagi ada manusia yang kini lebih kucinta selain istriku.

Entah apa yang akan diucapnya bila tahu aku datang lewat tangan hampa ini. Aku takut akan kecewanya. Cintanya padaku tak kuragukan, tapi aku ragu, bila ia harus kecewa untuk kesekian kali dan kesekian hari. Entahlah, Dukun Beranak kampung bilang ia hamil. Dan betapa bahagia hatinya bila inginnya dipenuhi. Suami macam apa aku?!

Pintu itu tampak betapa kokoh. Bukan karena asal kayu jatinya, tapi karena dirinya di balik pintu. Apa dia – akhirnya – harus marah atau dia menatapku dengan senyuman dimuka – seperti biasa. Terasa sangat berat untuk sekedar membuat pintu ini terbuka. Saat kusentuh punggungnya – si pintu – dan tinggal menekannya langkahku terhenti: ragu. Bagaimana hati ini akan menghadapi muka sedihnya. Bagaimana diri ini akan tetap menjadi orang yang dicinta saat mukanya berubah masam karena kecewa.

Hatiku diliputi keraguan. Seakan alam berputar dan tersedot aku ke pusat pusaran, dalam dan semakin dalam, semakin dalam semakin gelap, semakin gelap semakin hitam. Dan putaran itu terhenti: Masuklah! Suaranya begitu tegas, memecah dan mengacau arah pusaran dan terpental aku kembali ke alamku dan sedikit keberanian yang terkumpul cukup untukku membuka pintu dan dia tertunduk di balik kelambu menatapku dengan hati dan aku berdebar jantungku menetes keringatku bergetar tubuhku: aku takut. Kutahu hasilnya sama. Tapi, bukankah masih bisa kau coba lain kali, katanya lembut, kelambunya terbuka dengan senyum dibibir tanpa luka tanpa kecewa dan aku makin cinta. Kenapa dia masih tersenyum saat harus kecewa dan berlembut kata saat harus marah: karena dia istri wanita manusia terbaik yang diciptakan untukku.

Kelambu putih baju putih kulit putih bercampur dengan merah bibir rambut hitam tergerai: komposisi yang sempurna untuk wanita secantiknya. Senyum yang merekah tulus menembus ke dalam hati ke kedalaman jiwa ke terindahan rasa. Maaf hanya jadi kata yang meluncur di bibir untuk menenangkan diri sendiri dan meyakinkan hati: dia tak kecewa atau marah atau bermuka masam. Mungkin lain kali kau akan mendapatkannya, bagiku kau kembali dengan murung atau senyum sama saja: kau suamiku; dan kau tetap istriku bilapun kau marah kecewa bermuka masam sekalipun. Aku mengecup keningnya. Aku memeluknya dalam pelukannya yang erat dan membisikkan kata untuk nantikanku di surga.

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Aku

Dan mereka mengenalku sebagai yang lain, bukan sejatinya.

Di bumi mana dia tak dikenal?

“Sungguh bergetar lututmu karena takut tak berhingga bukan pedang, bukan parang atau kujang bahkan tombak sekalipun, dia sama sekali tak pakai senjata! Lalu apa membuat lutut bergetar? Muka seram-tangan kekar-besar badan-keras watak-main bentak-nyalah! Sungguh tak berani kau menyela inginnya bilapun keris-tombak-pedang-parang-kujang ada ditanganmu sekaligus. Kau jadi pengecut yang lebih dungu dari keledai paling dungu!”

“Tidak layaknya bandit-rampok-begal lain, dia hanya sendiri. Mencegat saudagar lewat tengah hari-malam-pagi di tempat tak kau duga. Pedati ditarik lembu hitamnya selalu penuh saat kembali, entah kemana dan dimana. Mukanya buruk dan seram dengan gigi taringnya mencuat di ujung bibir dengan hidung besar dan lubang mendatar – mirip hidung babi – dengan mata besar tanpa kelopak dengan dahi penuh kerutan tak karuan dengan alis semrawut dengan jenggot menjuntai terurai dan lebat layak ijuk di sapu ijuk dengan telinga meruncing di ujung atas menjuntai di ujung bawah dan melebar di tepi dengan pipi melekuk ke dalam menampak rahang kuat dengan seluruh bulu di wajah dengan seluruh rambut di kepala yang terlepas melewati pundak dan menutup punggung bahu: kumal-hitam-kotor. Bila kau menatapnya, matamu seolah tersirap dan menelan seluruh wajahnya dalam ingatanmu dan selama tujuh malam tidurmu dihantui buruknya mimpimu dan kujamin kau akan lebih sering terjaga karena takutnya. Apa yang diminta kau beri sekalipun itu permata paling mahal yang pernah kau punya sekalipun kuda paling bagus kuat dan larinya paling kencang sekalipun budakmu paling patuh-berharga-pandai-kerja keras sekalipun, sekalipun, sekalipun!”

“Dengarlah detak jantungmu saat menatapnya, seakan ia menghentak-hentak dadamu hendak keluar saja darimu dan terbebas dari rasa takut yang sangat. Dengarlah getar hatimu yang ingin kau lari saja dengan memalingkan muka darinya. Dengarlah gemeretak lututmu yang ingin lepas saja dari sendinya lalu lari jauh darinya. Kita tak lagi punya cukup keberanian untuk hanya sekedar bertanya kenapa dan apa yang terjadi pada diri kita. Seolah ada kekuatan besar di luar diri kita yang menyedot habis seluruh keberanian dari segala sendi tubuh dan hanya menyisakan ketakutan yang mengikis habis kesombongan dan kebanggaan akan kekuatan tubuh, kekayaan, dan kekuasaan yang dimiliki. Kita hanya budak dihadapannya. Begitu pasrah pada perintah dan tunduk pada kemauan sang Tuan, sedikit melawan hardik keras mendarat di gendang telinga dan pukulan di perut, tamparan di pipi, tendangan ke kepala sudah siap menunggu giliran. Kita benar-benar pada ketakutan yang sangat!”

“Bahkan kalaupun seram mukanya dan keras wataknya tak diragukan lagi, dia orang baik, setidaknya menurutku. Hari itu aku sungguh mengalami kerugian dalam perniagaan di kota. Aku pulang dengan perasaan penuh kecewa dan di satu jalan antara Kota dan Kampung dia datang. Ingin rasanya aku berlari dan tinggalkan semua barang dagangku. Tapi, …….sungguh tampak dari wajahmu suatu kerugian. Jangan murung! Apapun yang kau bawa, berikanlah semua pada keluargamu dan ini tambahan untukmu…….. dia melemparkan sekantung keping emas ke arahku. Aku hanya diam mematung: tak mengerti. Siapa dia? Yang sebenar-benarnya makhluk jahat berbuat kebaikan seperti ini padaku. Dan di kampung-kampung yang kulewati, telahlah orang-orang mengenalnya. Dia datang dan pergi begitu saja dengan harta melimpah ditinggalnya. Sungguh dia dewa kami. Biarpun buruk mukanya dan keras perangainya, dia Dewa kami.”

“Bukan sekali atau dua kali kami berusaha menangkapnya tapi dari ratusan kali upaya kami tak sekalipun tak gagal. Dia telah merugikan puluhan pejabat negara dan ratusan saudagar. Tak peduli seberapa curang mereka dalam mendapat kekayaan, tindakannya – merampoki mereka di jalan – sungguh kejahatan yang tak dimaafkan. Namun, sungguh sulit sekali melacak adanya. Suatu kali orang bilang dia di Kampung anu dan kami menyisir habis seluruh isi kampung, yang kami dapat hanya dampratan atasan. Lain waktu ada laporan dia dibukit anu dan seluruh penjuru bukit telah dikepung dan hanya didapati sisa api unggun tanpa tahu kemana hilangnya. Ada pula yang bilang dia di gua anu dan yang kami temukan hanya kotoran kelelawar, bau dan kotor. Akhirnya dukun Anu bilang dia bukan bangsa manusia jadi perlu jasa para Dukun jika ingin menangkapnya. Maka dikumpulkanlah sekalian dukun dari segala penjuru negeri. Mereka baca berbagai mantra dan mendatangkan Jin dari berbagai bangsa dan hasilnya adalah penghamburan uang negara! Semenjak itu segala profesi dan prosesi yang berhubungan dengan dukun dilarang di seluruh negeri. Dan kami tak lagi mencari dan membiarkan semua yang harus terjadi, terjadilah.”

Dan tak seorangpun yang mau bertemu dengannya dapat menemukan dan tak seorangpun yang dapat menolak kehadirannya saat ia datang. Dan di bumi mana dia tak dikenal?

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Batu Biasa?

Dan benda penuh keajaiban ini adalah misteri. Penuh keajaiban dan obat segala sakit.

Dan tersebar kabar ke seluruh negeri, batu yang kelewat ajaib. Kata seorang batu itu hitam saja, kusam dan sederhana. Tak ada motif tertentu dan permukaannya kasar, layaknya batu kali di pinggir sungai. Wujudnya lonjong. Tapi, kata seorang itu batu akan berubah wujud – jadi bola atau bulat telur atau oval atau kapsul atau wujud tak nyata, saat disentuh orang tepat saat tepat. Warnanya berubah hijau atau ungu atau biru atau merah atau putih atau kristal atau pekat hitam, tergantung siapa menyentuh dan kapan menyentuh. Permukaannya jadi kilapan sinar dan kilauan cahaya, lembut dan licin.

Kata seorang itu lagi, batu itu kini ada pada seorang Mahaguru, pertapa sakti tanpa guru. Jarang orang dapat menemuinya. Katanya, batu itulah yang menentukan dengan siapa dia bertemu dan kapan.

Khasiat batu itu sungguh tak terbatas kecuali oleh kekuasan Tuhan yang menciptanya. Bilapun kau punya keinginan selangit bila mulia permintaan itu niscaya terkabul. Yah, tentu saja hanya manusia pilihan – batu itu – saja yang dapat menggunakannya, bahkan mahaguru yang pertapa sakti itu sekalipun tak pernah bisa menggunakannya – lagipula, katanya, dia sudah terbebas dari segala keinginan duniawi.

Dan belum ada kabar lagi bahwa ada lagi orang yang menggunakan batu itu setelah cerita tentang seorang penguasa yang membebaskan daerahnya dari penyakit yang mewabah. Banyak orang mencari, pulang dengan kesiaan. Bilapun ada yang bersungguh selalu ada harapan untuknya.

Sungguh tak ada maksud bagi batu itu untuk melawan kehendak takdir. Dia sama sekali tak dapat merubah takdir seorang. Bilapun ada yang menggunakannya itupun karena dia – batu itu – adalah bagian dari takdir orang itu. Dan boleh dibilang dia batu ujian yang diturunkan Tuhan untuk menguji keimanan seorang demi seorang hambanya. Siapa percaya batu itu ajaib nyatalah sesat jalannya. Siapa yakin Tuhannya ada karena batu itu ada, lebih sesat lagi!

Batu itu obat untuk segala sakit, dari fisik sampai hati. Batu itu pemberi petunjuk untuk pilihan-pilihan sulit dan masalah pelik. Bukan karena keajaibannya tapi keajaiban yang tertumpah sebagai wahyu Tuhan untuknyalah yang membuat batu itu sungguh ajaib.

Banyak orang tak bisa membeda antara kekuatan alam dan kekuatan Tuhan. Kekuatan alam seperti halnya batu itu tak bisa berdiri sendiri dan muncul dengan sendirinya secara tiba-tiba. Selalu ada kekuatan yang mengatur dan menguasainya secara mutlak. Sangat berbeda dengan kekuatan Tuhan yang mutlak adanya berdiri sendiri dan muncul tanpa permulaan dan tak berakhir. Bahkan kekuatan alam adalah manifestasi kekuatan-Nya di alam. Begitu pula dengan batu itu. Kekuatannya sama sekali tak ada. Yang ada adalah manifestasi kekuatan Tuhan lewat wahyu dan perintah-Nya.

Itulah wejangan Mahaguru saat ditemui seorang itu.

Batu itu batu biasa, lanjut Mahaguru. Hati orang pilihanlah yang merubahnya jadi batu tak biasa. Dengan ketulusan dan kemurnian jiwa yang menyentuh langsung intinya, batu itu mulai menebar keajaibannya. Bacalah bahasanya dengan jiwamu niscaya kau mengerti. Batu itu dicipta untuk seluruh manusia tapi sedikit sekali manfaat yang telah didapat dari batu itu karena jiwa manusia yang semakin kotor.

Dan tersiar kabar batu itu tak lagi ditangan Mahaguru. Kata seorang, batu itu kini bisa datang pada siapa yang mencarinya – tak perlu lagi mencari sang Mahaguru. Dia bisa muncul di mana dan kapan yang mana saja. Maka seharusnya berlomba manusia mancarinya, bukan untuk keajaibannya semata tapi untuk jalan hidupnya. Terangilah jiwa untuk jalan panjang menuju Tuhan.

Dan aku mencarinya untuk istriku.

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Anak Kecil

Dan dia telah merubah hidupku dengan senyum dan kepolosan.

Ah, sungguh berani sekali mereka. Tak takutkah mereka akan mati? Dan sungguh cepat kuda mereka. Biar kuloncat terbang pohon ke pohon tetaplah mereka dapat mengejar. Tak kah kau lihat kuda putih mereka bergerak sekehendak penunggangnya. Sungguh elok mereka – para penunggang kuda. Jubah putih tebal selimuti tubuh mereka dari dingin embun hutan malam. Dan apa benda putih itu yang menutup kepala mereka? Tambahlah bagus penampilan mereka dengan tutup kepala. Sayang, cukuplah sekali hentakan untukku dan robohlah batang pohon menutup jalan. Bilalah mereka tak gesit tertimpahlah mereka. Ha…ha…ha………

Tertawalah dengan keras. Dan jiwa semakin rapuh. Nafsu yang kuat menguasai diri. Kunang-kunang hanya mengamati. Dia tak mengerti segala luapan hati. Tapi lelaki buruk muka itu terus tertawa dan bicara. Sebentar kunang-kunang bercahaya sebentar gelap. Berusaha lepas dari genggaman tangan lelaki.

Ssstt….tak kah kau dengar. Rasakanlah, angin bergerak tak sebiasa tadi. Ada tamu ingin bertemu. Bisa kau lihat ke belakang?

Kunang-kunang terbang lepas dari tangan lelaki buruk muka melawan arah angin. Naik-turun dalam satu keteraturan gerak lurus. Ia lalu mendarat di rambut putih kakek jubah putih. Wajah terang Kakek jubah putih sungguh menarik bagi sang kunang-kunang. Wajahnya tenang cahaya bintang.

Bukan kah malam ini cukup dingin bagimu Kek? Tulang tuamu bisa beku, mengeras dan merapuh. Tapi, bagaimanapun terimalah penghormatanku atas kesedianmu menemaniku, di sedingin malam ini.

Tak usah sungkan anak muda. Cukup berhenti dari kelakuan berandalmu, aku lega dan bisa nyenyak tidur malam ini. Sudahlah cukup. Bukankah sudah adil pemimpinmu. Kurangkah bijaksana ia?

Kek, sejak muridmu jadi penguasa, dia telah menunjukkan betapa bijak dirinya. Tapi, tak menjadi alasan bagiku untuk menghentikan semua yang telah aku lakukan. Tak berhenti sampai wajah ini……..

Tak kah ada cara lain?

Tidak!

Atau kau tak pernah mencari?

Tidak! Sungguh pun aku tak membunuhnya, muka ini memang pantas untukku. Dan biarkan aku terus melakukan hingga aku mati lelah. Kutukan ini tak kan pernah lepas. Tak akan. Selama masih ada kejahatan di negeri ini, aku tak akan bisa terlepas dari kutukannya.

Sungguh pun kau tak membunuhnya kau layak menegakkan kebenaran, sungguh pun kau tak dikutuknya. Tak bisakah kau cari cara lain. Pencuri, bagaimanapun tak bisa ku maafkan.

Lalu apa hendak kau buat. Dengan umurmu, kau tak bisa menipu. Kau tak kan menang sendiri melawanku.

Bukankah kini kau tak lagi bisa menggerakkan tubuhmu lalu bagaimana kau bisa melawanku – kakek tua yang kau anggap lemah ini.

Lelaki buruk muka membeku terpaku. Tak lagi ada gerak yang diperbuat. Kunang-kunang melintas melintang berkeliling memutar di tubuh murka lelaki buruk muka. Bahkan, untuk bicara bibirnya kaku. Sungguh tubuhnya sama sekali tak menurut kehendak tuannya. Segala kekuatan keluar melawan tak berdaya.

Keras kepala. Hentikan perlawananmu. Sungguh pun kau keluarkan seluruh tenagamu, kau semakin terbelenggu. Menyerahlah.

Suasana beku menyilimuti mereka berdua. Kunang-kunang diam dalam terang cahayanya. Kakek jubah putih diam dalam tenang cahayanya. Lelaki buruk muka diam dalam murkanya. Dan hutan terdiam dalam hening malamnya.

Tak berguna. Kau ingin mati, rasakanlah. Tapi, tak adakah lagi yang berarti bagimu. Tak kah kau mencari cintamu kembali. Bilapun suci perempuan itu, dia sudah mati. Dalam kerupawanannya kau menyimpan dendam untuk dirimu sendiri. Sungguh bodoh, bila hidupmu untuk mencinta satu wanita yang kau bunuh dengan tanganmu sendiri. Wanita yang mengutukmu menjadi seburuk ini. Dan kau tak bisa lepas dari kutukannya, bayang- bayang rasa bersalah yang mengutukimu selamanya.

Lelaki buruk muka geram tak terkira. Dua geraham saling bergesek pelan dan bergesar berlawan. Tubuhnya bergetar pelan, tangannya bergemeretak pelan, kepalanya menunduk pelan dan………

DIAAAAAAAAAM!

Dalam gerak sekejap kepalan tinju mendarat dimuka Kakek jubah putih dan terpental menabrak pohon tubuh lelaki rapuh dengan darah mengucur di ujung bibir memerah jubah putih dengan tawa dia mengejek lengah dirinya.

Kau ingin membunuhku kakek tua yang tak berdaya ini?

Sekali lagi kau ucapkan sesuatu tentang dia kubunuh kau!

Tak kau tahu, aku bahkan mencintai dia melebihi cintamu padanya! Dia cucuku! Cucu tercantik yang tak tergantikan. Tidak kau tahu sungguh bangga diriku melihat betapa cerdasnya dia. Dan sungguh, kenapa dia harus mengenalmu? Bilapun itu takdirmu – untuk bertemu dengannya, tak bisa kah menahan diri?

Kek, biarlah aku tak pernah bertemu muka dengannya, biarlah aku tak pernah mendengar cantik rupanya, biarlah aku tak pernah di negeri ini, tapi, aku pasti menemukannya. Dan tak kan kulepaskan hingga aku memiliki.

Hentikan semua ini, untuknya!

Aku tak akan berhenti, untuknya! Bilapun kau halangi! Bilapun di hadapan seribu prajurit kuda menghadang. Aku tak akan pernah berhenti sampai mati.

Bodoh! Dia tak akan menghendaki hal ini terjadi padamu. Bilakah kau mengerti?

Aku tak bisa berhenti, bilakah kau mengerti!

Lelaki bodoh. Walau aku bisa aku tak pernah tega, membunuhmu. Bilapun kau hidup, kau akan mati. Bukan dengan tangan ini, masih ada ribuan tangan yang menginginkanmu mati.

Kakek jubah putih mengusap pelan darah yang mulai membeku di bibirnya lalu berbalik dan menjauh meninggalkan lelaki buruk muka dalam sendiri yang hanya terdiam sejurus kemudian memegang dadanya dan tertumpah darah dari mulut ke rumput hutan hijau yang memerah darah yang menerima lembut jatuh dirinya dalam terpejam mata dengan mengalir pelan darah dari mulut dan hidung dengan muka yang memucat dengan memuncak kesadaran hilang!

Kunang-kunang melintas pelan di antara tubuh roboh lalu hinggap di ujung daun rumput tak mengamati gerak kecil si hijau berekor panjang yang dalam sekejap menjulur lidah mengikat erat tubuh kecilnya dan kress tubuhnya remuk dalam kunyahan seremuk hati lelaki buruk muka mengingat kesedihan penuh kepedihan. Bagaimana bisa dia membunuh orang paling dicinta?

Langit malam mulai bosan. Rembulan mulai memudarkan sinarnya untuk ditukar dengan cahaya fajar. Ayam jantan berkokok semangat menyambut berakhirnya malam dengan fajar hangat. Warna-warna kemilau mengawal datangnya bintang besar yang mendaki pelan agar kelihatan oleh sekalian penghuni alam dan teranglah alam dalam setiap kenaikan dakiannya. Sinar hangat mulai dipancarkannya melepas kebekuan belenggu malam.

Kehangatan merayapi seluruh tubuh lelaki buruk muka. Membelai lembut pipi dengan ciuman mesra menggosok dada dengan tekanan lembut menggelitik kaki dengan sentuhan pelan dan jiwanya pun mulai memasuki alam sadarnya dengan mata membuka pelan perlahan sebagian lalu terpejam untuk kembali terbuka lebih lebar dan tangannya mulai digerakkan pelan ke arah kepala dan tubuh terlentang dengan tangan terbuka telentang saling berjauhan berlawanan.

Menarik napas panjang menikmati udara segar pagi dan mengeluarkannya pelan dengan mata terpejam dan kulit penuh rasa menikmati kelembutan hangatnya sinar mentari pagi. Saat dia membuka matanya di hadapan buruk mukanya mengamati tenang, sungguh kaget bukan kepalang! Siapa dia?!! Yang bermuka seburuk aku dengan sama persis!

Oh….kau sudah bangun. Semalam demammu tinggi sekali. Aku jadi khawatir, jangan- jangan kau akan mati. Syukurlah kau bisa melewati masa-masa kritismu. Kau berdarah banyak sekali. Dan menurut analisaku, kau setidaknya telah terbaring disini selama beberapa hari, setidaknya lima hari?!

Siapa kau?

Kau tak mengenal anak tampan ini?

Tampan? Mukamu…..

Ups…..pantas! Aku lupa membuka topeng keren ini. Beli dimana? Atau buat sendiri. Aku suka taringnya, benar-benar nyata taring harimau! Dan hidung babinya, berlubang terlalu besar dan………..

Kenapa kau bisa melepaskan topeng itu dari mukaku?!!

Aku cuma ingin mencobanya. Tak usah marah seperti itu. Lagi pula kau akan sama tampannya denganku saat kau melepas topengmu. Perlu cermin untuk membuktikannya? Dirimu pasti sungguh menderita sampai-sampai harus menyembunyikan wajah tampanmu. Siapa rupanya yang telah mencuri hatimu?

Apa yang kau tahu anak kecil?

Penderitaan tiada akhir dari rasa kehilangan yang sangat atas orang yang dicinta tak harus selamanya membuat kita menderita. Cinta memang luar biasa, dalam hal membuat orang menderita. Tapi, cinta pun luar biasa dalam hal membuat orang bahagia. Dan kau lah yang memilih keluarbiasaan cinta mana yang ingin kau rasakan.

Anak sekecilmu bicara tentang cinta?

Aku seorang yang cerdas! Kau kumpulkan seribu orang cerdas senegeri belum tentu bisa mengalahkan kecerdasanku. Dan cinta adalah kecerdasan unik dalam diriku. Tak kau tahu wajah tampan ini adalah impian setiap gadis kecil. Tapi, cintaku hanya untuk seorang. Dan seorang itu mati memakan sup jamur buatanku, sungguh tragis. Aku sangat sedih. Dialah gadis pujaanku yang cantiknya sepadan dengan ketampananku. Aku mengurung diri dalam kamarku selama beberapa hari. Tanpa makan dan minum. Semuanya berakhir karena aku sangat lapar. Bagaimanapun aku hanya seorang anak kecil waktu itu. Dan lagi, sebelumnya, Kakakku yang tercantik sedunia mengetuk pelan pintuku dan berbicara lembut: tak kah kau biarkan dirimu bahagia untuk cintamu?

Jawabmu?

Sungguh aku menderita. Tak kah kau merasakannya kakak. Lalu dia berkata penderitaan memang bagian dari cinta. Tak ada cinta yang bisa lepas dari penderitaan. Dan penderitaan seharusnya melepaskan dirimu dari belenggu perbudakan cinta. Membebaskan dirimu dari cangkang telur yang melindungimu dari penyesalan. Tidak kah kau bisa memandang penderitaan itu seperti sebuah telur. Janganlah kau anggap telur itu mengurungmu di dalamnya tapi, bukankah ia melindungimu sampai akhirnya kau cukup kuat untuk menjadi makhluk baru dengan kekuatan dan kesiapan. Menaikkanmu ke derajat cinta yang semakin sejati. Tak kah kau mengerti? Dengan segala kecerdasan yang kumiliki aku mengerti. Yah, cinta memang bisa membuat kita terkurung dalam kulit telur. Kitalah yang menentukan, keluar dari telur itu sebagai makhluk baru atau membusuk karena terlalu lama berada didalamnya.

Telur?

Kau kelihatan lapar saat mendengar kata itu – telur.

Tidak. Aku hanya mulai memahami sesuatu. Dan memang aku lapar. Sejak kemarin – ah dia tak menyadari berapa lama dia tertidur! – aku belum makan.

Mau kubuatkan sup jamur?

Bagaimana kalau telur rebus?

Kau tahu bagaimana cara masaknya?

Lelaki yang tak lagi bermuruk muka tertawa pelan mendengar celoteh anak dan si anak tersenyum malu “ aku kan cuma bercanda!”

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Mencari Batu

Dan untuk istriku, batu itu mesti ajaib.

Tahu kau, suamiku. Tentang batu yang kelewat ajaib?

Bila kau menginginkannya akan kutemukan untukmu. Walau….

Tak usah. Kau tahu batu itu bisa menyembuhkan segala penyakit. Batu itu…..

Bisa membuatmu melihat indahnya dunia ini dan kau tak lagi berada dalam kegelapan pandanganmu.

Kau pikir dunia akan lebih indah bila aku melihatnya?

Dalam pandanganku. Kau bisa melihat bagaimana bunga-bunga di taman bermekaran kuncup tanaman keluar dari benihnya dan burung-burung itu membuat sarang di dahan yang cukup tinggi. Kau bisa melihat langit biru dan matahari terbit dalam keindahan dan tenggelam dalam keanggunan. Kau bisa melihat bintang berkedip bergantian dan melihat bulan purnama yang terasa begitu dekat semakin kita memandang. Aku akan senang menemanimu di saat-saat indah itu.

Tidak, suamiku. Kegelapanku hanya menurut pandanganmu saja. Aku bahkan melihat semua hal yang kau katakan tadi dengan lebih indah. Dengan cita rasa lebih dalam. Aku bisa merasakan setiap gerakan lembut bunga mekar yang keluar dari kuncupnya dan kelegaannya keluar bebas menunjukan indahnya. Dan sungguh saat aku memandang langit bukan hanya kebiruannya tapi juga kemahaluasannya yang kulihat. Membentang, membebaskan kita dari himpitan ruang. Bilapun aku tak melihat indahnya matahari terbit tapi aku bisa merasakan betapa lembut sinarnya hangat membelai. Pada setiap pergeseran pelan kemunculannya, dia seolah memberi kabar semua makhluk untuk bekerja lebih keras penuh semangat. Dan pada tenggelamnya di Barat, dia seolah ingin mengobati kelelahan semua yang telah bekerja keras seharian dengan keindahan caranya tenggelam: menyisakan bola merah-jingga dan mewarnai langit barat dengan warna tenggelamnya – merah-jingga.

Tidak kah kau ingin melihatnya dengan matamu?

Haruskah? Sedang – melihat – dengan mata kita sering tertipu. Kita sering melihat benda – dengan mata – bukan pada hakekat sebenarnya hanya pada tampaknya ia pada penglihatan kita. Seperti saat kita melihat daun hijau yang kemudian menguning mencoklat dan berguguran. Maka dikatakan daun hijau adalah daun pohon yang masih muda sedangkan yang telah berubah coklat telah semakin menua dan akhirnya jatuh karena pangkal daunnya –yang tua – tak lagi mampu menahan terpaan angin. Dan setelah itu kita berhenti disini. Tidak kah kita melihat ada sesuatu yang telah menyebabkan daun itu jatuh? Pohonkah? Atau daun yang lelah bergantung pada dahannya? Atau anginkah? Ataukah Yang memperjalankan waktu sehingga daun itu sampai pada keadaan tuanya? Ataukah Yang memerintahkan angin untuk bergerak dari diam asalnya? Tidakkah mata kita memikirkannya?

Aku akan tetap mencari batu itu untukmu.

Apakah itu menyenangkanmu?

Suami mengangguk dan dengan penuh semangat merenggut tangan istrinya ke dalam gengamannya lalu mencumbunya mesra.

Kau melihat indahnya dunia.

Pergilah dan temukanlah sepanjang siangmu dan kembalilah beberapa saat setelah matahari tenggelam. Kau tahu aku akan sangat merindukanmu saat pergi, maka berhati- hatilah. Aku akan selalu berdoa untuk keselamatanmu.

Sebuah kecupan hangat dikening Istri menjadi tanda perpisahan yang begitu berarti untuk kepergian Suami sepanjang hari.

Kuda dikeluarkan dari kandang dan dengan cepat bergegas melesat. Mencari batu yang entah dimana dan kemana?

Bukanlah di gunung hutan atau sungai kau akan menemukan batu itu tapi di hatimu lah kau akan menemukannya.

Bisik seorang bijak padanya di suatu mimpi sama di sekian kali tidurnya. Benarlah kata seorang bijak itu. Telahlah ia daki tiap gunung tinggi di segala penjuru mengarungi semua sungai dan menyisir tiap jengkal hutan dengan hasil nihil. Temukan batu di hati?

Dia lelah selalu pulang dengan tangan hampa. Dia lelah dengan segala pencarian sia-sia. Segala kelelahannya tertumpah pada sorot lesunya memandang sedih ke arah tenggelamnya mentari. Di padang rumput dia berhenti mencari hanya berdiri menentang angin yang menerpa kencang. Lalu berteriak kencang keluarkan semua kemuakan diri.

Aaaaaa……………………….aaaaaaaH!!! Setelah puas dia mulai mengatur napas terengah-engah akibat teriakan kerasnya. Lalu berlutut lemah dan mulai meneteskan air mata kekesalan kesedihan kemarahan dan ketidakberdayaannya. Isakannya sungguh telah menggetarkan rumput-rumput disekitar. Dan bermulalah goyangan harmoni rumput-rumput itu. Bergoyang dengan teratur dalam suatu gerakan indah. Membentuk suatu formasi indah dalam bentuk yang teratur. Rumput-rumput itu seolah bicara. Dan dengan tanya tak mengerti dia mulai mengikuti setiap gerakan rumput-rumput dengan pandangan waspada. Dan dengan memejam mata dia melihat rumput-rumput itu bicara ramai dan tak teratur. Napas panjang ditariknya dan dalam setiap hembusan dia semakin mengerti bahasa rumput yang bernyanyi itu. Dia lalu tenggelam dalam penghayatan nyanyian rumput terlelap dalam kesadaran tertinggi.

Senyum mengembang dari seorang isteri karena tak sabar menunggu suaminya menikmati hidangan istimewa darinya. Telah ia maklum bahwa suaminya mulai lelah mencari dan malam inilah saatnya dia berhenti walaupun dengan tangan hampa, itulah perjanjian diantara mereka berdua.

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Seorang Bapak

Dan sungguh dia Bapak bijak untukku dan lalu istriku.

Di mana rumahmu?

Di puncak bukit sana!

Jauhkah?

Jika bergegas, sebelum siang kita akan sampai. Eh, kau ternyata lebih tampan setelah mandi, seperti aku. Berapa tahun kau tak mandi?

Aku masih belum mengerti. Anak sekecilmu di hutan semalaman. Apa yang kau lakukan?

Aku sudah biasa keluar masuk hutan di malam hari. Mencari obat.

Tak takut ada orang jahat mencelakaimu?

Siapa tega membunuh anak setampan ini? Lagi pula tak akan mudah orang biasa membunuhku. Selain tampan dan cerdas, aku cepat dan kuat. Ayahku seorang tabib yang jago silat. Dia mengajari semua ilmu yang dimilikinya padaku. Baru sedikit sih, tapi….

Kamu cerdas…..

Tepat! Kau cerdas juga. Ayo bergegas. Naiklah ke kuda. Sebentar…sebentar, aku duluan. Aku mau duduk di depan.

Kuda berlari kencang lewati jalanan hutan. Angin kencang menerpa wajah kuda membawa bulu lebat kepalanya berlarian searah terpanya. Hentakan-hentakan kuat pada tali kekang membuatnya berlari semakin kencang. Anak tampan memegang kuat tali kekang pada simpul dalamnya sedang lelaki memegang simpul lebih luar. Mereka mengayun tali kekang bersama seirama.

Sementara, dengarlah irama hati sang lelaki. Begitu teratur dan tenang. Seperti biasa memang tetapi lebih pelan dan lembut. Seakan dirinya terbebas. Ada kelegaan mendalam saat topeng itu terlepas dari wajahnya. Seolah dia tak lagi mengingat segala kutukan. Tidur panjang mimpi mengerikan berakhir mengharu dalam kesadaran hangat mentari dan pertemuan unik dengan bocah mimpi pelepas topeng ngeri.

Tidaklah dia melupa gadis dicinta dan kutuk nyatanya tetapi hatinya telah begitu tertarik dengan kata anak tampan tentang cinta dan derita juga ucapan sang Kakak diujung cerita sungguh tak menyangka ia akan begitu mudah terbuka hati dengan cerita sederhana yang keluar dari bocah muda dan kini alam begitu terbuka untuknya menyambut dengan kedua tangan melebar hendak merangkul dirinya sebagai bagian hilang dari susunan semesta.

Lelaki irama angin sepoi yang kuda memelan dalam geraknya menaik bukit pelan dalam telapak bertapal kaki kuda berusaha seimbang depan-belakang sementara penunggang berdua saling memegang tali kekang kencang.

Dalam jauh jarak terlihat pondok sederhana dari kumpulan kayu kuat pilihan megah memecah ladang sekitar penuh subur hijau daun jagung kedelai dan huma padi juga buncis dan bawang dalam susunan tanam teratur.

Lelaki berumur menyambut dengan tenang menghampiri si lelaki yang telah turun dan menurunkan anak dari kuda yang tepat berhenti di depan pintu rumah.

Selamat datang di rumah sederhanaku anakku. Sungguh lelah perjalananmu. Masuklah dan istirahatlah setelah mencicipi jamuan sederhana dariku sebagai penghormatanku untukmu, tamuku.

Lelaki diam terpana menerima keramahtamahan tuan rumah yang tak disangka lalu masuk ke dalam dan mencicip hidangan yang tersedia rapi di meja seolah telah siap untuknya yang tak pernah bilang akan datang.

Biar kutemani sebentar karena aku harus menyelesaikan urusanku dengan Anak nakalku ini. Setelah itu anggaplah rumahmu sendiri. Kamarmu di belakang sebelum dapur bila kau sudah sangat lelah dan hendak tidur saja.

Lelaki hanya mengangguk pelan dan menikmati hidangan lezat yang pertama kali tercicipi lidahnya, ah siapa yang memasak semua ini? Sungguhlah dia sangat pandai memasak. Nanti mungkin akan kutanya pula pada Bapak Anak tampan, agar ia mengajariku memasak seenak ini.

Sang Bapak masuk ke ruang obat memeriksa hasil kerja si Anak Tampan sebagai hukuman karena membunuh kucing kesayangan putrinya – yang si Kakak Anak Tampan – dengan ramuan aneh yang disangkanya akan membuat kucing sembuh dari sakit demam akibat makan tikus percobaannya. Dengan teliti dia memeriksa setiap bagian dari sekantung obat yang dibawa si Anak Tampan yang mengharap cemas: tak ada yang tertinggal atau terlewat tak dapat!

Lelaki merasa lelah dan hendak tidur saja karena berkuda telah menguras sisa kepulihan tenaganya setelah tak sadar selama lima hari (?) dalam dekapan hutan. Maka melangkah kakinya ke arah dapur hendak masuk kamar yang telah tersedia untuknya yang entah bagaimana Bapak Anak Tampan bisa tahu dia datang?

Anak Tampan lega tak kurang sedikitpun obat yang diminta Bapaknya. Bapak tersenyum lebar puas atas kerja anaknya lalu menyuruhnya bermain di halaman depan atau melanjutkan percobaan anehnya di halaman belakang.

Lelaki yang sudah mulai membuka pintu kamarnya berhenti mencium sesuatu yang gosong, terbakar keterlaluan. Dia bergegas ke dapur mencari sumber bau dan menemukan di atas sebuah tungku serbuk hitam gosong dalam kuali tembaga yang ia angkat dengan tangan menahan panas dan meletakannya di samping tungku.

Lalu ia bergegas mencari seorang teledor yang membiarkan masakannya gosong tak karuan dengan langkah kaki sedikit dipercepat karena rasa kesal akan kegagalan kemungkinan mencoba satu lagi masakan lezat dari sang maestro masak. Dia melabrak setiap pintu yang bisa dilewati seolah rumah ini miliknya dan telah ada orang bodoh yang telah membiarkan masakan lezat gosong di rumahnya!

Ah, masakan lezat tadi rupanya sudah mengikat hatinya dalam kecintaan yang mendalam dan membuatnya mabuk kepalang. Tak lagi ia sadar apa hendak diperbuatnya telah buta matanya oleh harum aroma masakan yang baru saja menyesaki dadanya selama makannya. Dia terus menabrak setiap pintu dan berputar terus dalam putaran yang semakin kencang antara dapur ruang makan tamu yang sengaja dibuat berada dalam satu ruang putaran dengan pintu yang saling terhubung satu sama lain. Dia lelah dan berhenti karena terus memilih pintu yang sama yang membuatnya berputar dan akhirnya dia sadar. Maka dipilihnya satu pintu lain di ruang makan. Saat membukanya, di hadapannya terbentang lorong panjang dengan pintu di kanan-kirinya yang diakhiri oleh sebuah pintu di ujung lorong.

Bapak meramu obat untuk memulihkan kesehatan sang tamu di dapur raciknya. Mencampur secara teliti bagian-bagian obat yang diperlukan dengan komposisi tepat. Menakar penuh perhitungan setiap bagian yang diperlukan. Lalu merebus beberapa campuran dan menumbuk halus bagian lainnya. Semuanya dikerjakan dengan hati-hati sepenuh hati.

Saat dia membuka pintu pertama di kiri lorong tahulah ia bahwa ruangan-ruangan dalam lorong ini adalah tempat penyimpanan ramuan-ramuan obat. Setiap ruangan menyimpan ramuan yang berbeda. Semuanya tersusun dalam lemari rapi. Di setiap pintu tertulis jenis ramuan yang berada di balik ruangan. Rasa kagum membuat lelaki terus melangkahkan kakinya sampai ujung lorong dan di pintu terakhir di ujung lorong dia berhenti terpaku melihat keindahan sederhananya pintu jati itu kokoh berdiri tanpa rautan ukiran seperti pintu-pintu lainnya di lorong ini. Betapa tampak kuat dan megah.

Bapak pergi menuju dapur hendak mengambil ramuan terakhirnya yang sengaja di masak gosong dalam kuali tembaga dan dia menemukannya telah gosong tak sempurna disamping tungku tanahnya.

Jangan masuk!

Terdengar suara dari ruangan ketika lelaki hendak membuka pintu jati diujung lorong dengan merdu dan lembut wanita yang menyentaknya tiba-tiba dan membuatnya mengurungkan niat sementara untuk kemudian terus mendorong pintu karena hasrat ingin bertemu dengan pemilik suara yang telah menghipnotisnya dengan kemauan tak tertolak: melihat wajah pemilik simfoni merdu ini!

Terlambat! Begitulah penyesalan sang Bapak ketika meyaksikan pintu kamar anak perempuannya terbuka sementara lelaki tak mampu berkata menyaksikan kembali orang yang telah mati dalam diri seorang wanita dihadapannya. Ia telah menemukan kembali cinta bersemi dalam hati dalam wajah lembut gadis dihadapannya. Tatapannya terus tak terhenti memandang cahaya yang terpancar dari sorot mukanya.

Tuan, apakah kau akan membiarkan aku terus memandangnya sementara dia hanya diam. Hadanglah pandanganku ini karena aku tak sanggup menahannya. Dan sungguh setelah ini aku akan menderita karena rindu akan menghiasiku dengan mimpi-mimpi palsu tentang diriku dengan dirinya. Tuan aku telah mematikan semua rasa cinta bersama matinya wanita paling kucinta. Dan kini dia telah mengobarkannya kembali dalam sekejap. Jika tak kau hentikan segera aku akan menjadi gila karena merasa mengkhianati cintaku padanya – wanita yang telah mengutukku karena cintaku padanya. Merasa seolah terbebas dari kutukannya. Atau dia telah menyiapkan kutukan baru untuk kujalani dengan membebaskan aku dari kutukan lainnya.

Dan gadis itu mulai menangis, malu. Bagaimana bisa seorang lelaki asing melihatnya tanpa penghalang. Lalu perlahan dia menutup kelambu ranjangnya. Dan isak tangisnya semakin keras.

Jauhkan dia dariku ayah. Sungguh aku tak dapat menduga dia akan membuka pintunya setelah kularang dan aku telah lalai dari menutup kepalaku ketika menyadari dia telah berada dalam kamar ini.

Kau sungguh tak sopan tamuku. Masuk ke kamar anakku tanpa izin. Walaupun kau seorang raja – karena telah menjadi tamuku, di sini, aku adalah aturan. Dan tak seorang pun di rumah ini yang bisa lepas dari hukumanku. Tak juga kau!

Hukumlah aku atas kelancangan ini. Atas naluri liarku yang memaksaku masuk ke kamar ini. Tapi, dengarlah pendapatku tentang anak gadismu. Sungguh dia adalah wanita yang memesona. Bila harus aku jadi budakmu maka akupun rela asal bisa terus bersama dengannya. Tapi, tidaklah aku bisa mencintai seorang wanita dengan kutukan yang masih mengotori diri ini. Sungguh aku adalah pemuda terkuat di negeri ini. Tapi, aku hanya seorang lelaki lemah yang tak bisa melawan kutukanku.

Jadilah budakku selama delapan tahun dan setelahnya kau bisa mencukupkannya menjadi sepuluh tahun sebagai kesempurnaan rasa penyesalanmu. Dan setelahnya kau kuizinkan menikahi anakku atau sesuai keinginannya bila ia menolakmu.

Dia menolakku?

Sungguh bilapun buta matanya tak pernah ada lelaki yang membuatnya tertarik.

Apa pula aku baginya?

Tunggulah setelah delapan tahun. Atau sampai anakku memutuskan sesuatu.

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Sebuah cerita

Dan setiap cerita selalu punya makna.

Dan setelah selesai menyantap makan malamnya dia hanya ingin berdua dengan istrinya. Maka keluarlah Bapak dan anak lelakinya dari ruang makan dengan bayi mungil yang tenang karena kenyang.

Semuanya sudah selesai. Aku tahu kau tak menemukannya bukan?

Aku sudah lelah mencarinya. Aku kira aku akan menyerah saja dan tak lagi mencari. Siang tadi, aku hanya diam duduk seharian di padang rumput hutan belakang. Dan……….

Dia mulai mengeluarkan air matanya dan masih tetap berusaha untuk tidak menangis.

Sudahlah. Apa kau pikir aku bisa melihat adalah sesuatu yang sangat kuharapkan? Tidak, cukup kau di sisiku itu sudah cukup.

Aku menemukannya! Di sini, di hatiku.

Dia menuntun tangan istrinya menyentuh dadanya.

Rasakanlah. Kau akan melihat indahnya dunia. Dan kita bisa pergi bersama menatap purnama. Melihat bunga-bunga bermekaran. Menatap indah matahari tenggelam. Berdua.

Istrinya tersenyum, bahagia karena suaminya bahagia.

Apa itu menyenangkanmu? Lakukanlah.

Tataplah aku. Pejamkan matamu lalu bukalah.

Dia membelai lembut pipi istrinya dengan kedua tangan.

Apa yang kau lihat?

Istrinya membuka matanya pelan. Dan setitik lalu kumpulan sinar menyerbu ke arah matanya sedikit menyilaukan dan dengan tak percaya dia menatap wajah lelaki di hadapannya, tersenyum puas. Lalu menyentuhkan tangannya ke muka lelaki dengan belaian lembut dan lelaki merebut tangan itu dari mukanya lalu mengecup lembut. Lalu berpelukanlah mereka, bahagia.

Istrinya memutar pandangan ke seluruh ruangan sedang dia menyiapkan sebuah kursi untuk duduk.

Duduklah biar kuambilkan teh.

Dia lalu berlalu ke dapur dan…..

Sang Istri berlari ke dapur setelah mendengar bunyi gelas pecah.

Aku menjatuhkannya? Yah, aku tak sengaja.

Kau tak apa-apa?

Tidak. Aku baik-baik saja. Kau saja yang bawa tehnya. Ayo kita kembali ke ruang makan. Pasti menyenangkan. Kau bisa menceritakan apa saja yang kau lihat.

Suamiku, kau akan menabrak tembok bila berjalan ke arah itu. Pintunya sebelah sini. Kau bercanda yah.

Yah…aku bercanda. Aku….

Istrinya memandang heran. Dia yakin ada sesuatu yang disembunyikan darinya.

Suamiku, lihat aku. Tidak sebelah sini, kenapa membelakangiku?

Dia berputar dan membelakangi istrinya. Istrinya mulai menangis.

Jangan menangis istriku.

Dia hanya meraba tembok dan akhirnya menyadari dirinya salah arah.

Istrinya mengibaskan tangannya di depannya. Dan matanya sama sekali tak merespon gerak tangan istri.

Hari itu, istrinya menangis untuknya seharian. Setelah itu kehidupan akan berjalan terbalik di antara keduanya.

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Cerita lalu

Dan setiap kenangan adalah masa lalu, masa yang dikenang dengan sayang.

Dan dalam setiap mimpi dia selalu mengganggu. Akankah aku sang dewa pencuri ini telah kecurian, sebuah hati. Biarlah apa kuberi biarlah apa kucuri biarlah apa hendak diminta segera akan kuberi. Tapi, dia hendak mencuri hati. Satu-satunya yang membuatku tetap merasa manusia.

Siapakah dia? Begitu manis tuturnya dan senyum tulus mengembang begitu rupa menawarkan bunga bermekaran di jiwa. Lelaki tampan. Tetapi, apalah arti lelaki. Mereka selalu tertipu oleh rayuan rupa. Sekali mereka bermuka manis pada satu wanita lain kali bila ditemukannya manis rupa lain mulailah dia berubah sikap, memuja dan mengagungkan rupa jelita yang paling jelita dalam pandangan lelaki. Sedang mereka tak pernah puas pada satu rupa jelita. Inginlah mereka memiliki semuanya. Akankah dia sama seperti lelaki lainnya?

Kenapa dia mencuri? Karena mencuri itu seni, katanya. Mencuri bukan sekedar memindahkan barang dari satu tangan ke tangan yang lain. Mencuri adalah kemampuan tipu daya dan siasat akal. Kemampuan memperhitungkan waktu dan meramal rentetan setiap kejadian. Mencuri adalah sebuah seni kompleks. Di dalamnya terdapat berbagai kemampuan yang harus dilatih, dari keterampilan tangan, mata, hingga ketajaman insting. Ketangkasan dan kecepatan bergerak adalah syarat perlu.

Siang hari dia adalah pemuda elok dengan perangai malaikat suci. Siapapun hendak di tolong menurut kesanggupannya. Tapi, saat malam, dia adalah seorang dewa dalam hal mencuri. Tak ada harta dan benda yang tak bisa dicurinya. Mencuri surat rahasia sampai permata, pernah dilakukannya. Namun, tak seorang pun tahu siapa dia. Dia bagai seorang phantom. Tak terlihat dalam setiap geraknya tapi nyata kejahatannya.

Kapan dia hendak berhenti mencuri? Saat dia tak lagi bisa menikmatinya. Saat dia menemukan hal yang lebih menarik hatinya. Dan apakah ada hal yang lebih menarik dari gadis muda yang ditemuinya di sisi danau?

Tak lagi ada hal yang begitu menyenangkan dilakukan di sore hari selain menatap indah mentari penutup hari di tepi danau Jauhari. Jingga sinar terbias di ujung tepi danau, membentuk bayangan matahari tenggelam dalam goyangan pelan gelombang air. Sesekali terpecah oleh riak air loncatan ikan danau. Sesekali bergerak cepat oleh arus angin yang menerpa permukaan air danau. Sesekali berada dalam ketenangan diam danau.

Dan sesekali kulihat gadis itu diam duduk sendiri memandang ke arah tenggelam mentari.

Tak ada lagi hal yang begitu menyenangkan dilakukan di sore hari selain menatap indah mentari penutup hari di tepi danau Jauhari. Lembayung jingga berkibaran di ujung dalam bayangan di cermin air danau. Sesekali begitu jingga. Sesekali begitu merah. Sesekali merah jingga. Sesekali merah muda. Sesekali begitu gelap dan hitam.

Dan sesekali kulihat lelaki itu diam duduk sendiri memandang ke arah tenggelam mentari.

Hari ini dia terlihat begitu tenang.

Hari ini dia terlihat begitu cantik.

Dia mendekatiku.

Aku akan mendekatinya.

Dia menyapaku.

Seperti halnya kamu, aku begitu menyukai saat-saat seperti ini, disini.

Aku hanya diam.

Dia seolah tak memperdulikan apa yang kukatakan.

Aku tak bisa menjawabnya. Hatiku sungguh berdebar.

Saat matahari tenggelam dalam ketenangan senja. Saat kita dengan begitu tenang membiarkan ia secara perlahan menghilang di ujung barat. Saat terakhir kita bisa melihat cahayanya yang menjingga begitu indah. Saat……..

Kita bisa mengharapkan besok ia akan tenggelam dengan lebih indah. Mengucapkan kata perpisahan yang berbeda dari hari ke hari yang membuat kita selalu datang ke sini mendengarkan nyanyian merdu melodi jingganya. Dan rasa rindu akan membuat kita tak sabar menunggu senja esok di sini.

Akhirnya dia menyahut dan hatiku telah tertaut dalam pelukan katanya begitu lembut.

Dia telah memaksa aku bicara. Dan dengan begitu mudah aku terperdaya oleh ucapnya.

Dan dalam setiap pancaran sinarnya dia telah menyisakan kehangatan dalam hatiku. Akankah dia datang sore ini? Menambah kehangatan hati ini?

Dalam sebuah malam aku telah menyelinap masuk kedalam rumahnya dan meletakan surat tepat di depan cermin kamarnya. Surat indah kata jingga mentari pada langit senja. Surat undang dalam kata nyanyian gurun pada derasnya hujan. Berharap ia membaca dan datang cepat.

Ada seseorang menyelinap kata Ayah. Tak ada barang yang hilang kata penjaga. Ada surat tepat di depan cerminku. Tentang perasaan seorang lelaki pada gadis dipuja. Tentang harapan untuk datang disenja di tepi danau matahari jingga. Berharap aku datang dan tiba cepat.

Seorang lelaki tua berjalan cepat ke arahku. Dengan gerak cepat dia telah berada di muka.

Pencuri. Kau sama sekali tak pantas untuk cucuku.

Cucumulah yang pencuri. Dia telah mencuri hatiku.

Jauhkan tanganmu darinya. Biarkan dia tetap menjadi dirinya. Jangan kau sentuh dia dengan tangan kotormu. Menjauhlah. Kecuali kau hendak berhenti mencuri.

Maulah aku berhenti. Apalah arti mencuri dibanding perasaan menggebu untuk segera milikinya.

Sayangnya tak ada pencuri yang bisa dipercaya.

Kau boleh membunuhku bila aku ingkar janji.

Ikut aku. Bila kau benar-benar hendak berbohong tentu matimu adalah hal mudah bagiku.

Lelaki itu datang ke rumah.

Aku hendak melamar anak gadis Tuan.

Apa kerjamu?

Lelaki itu diam.

Apa harus jujur, katakan aku pencuri? Bukankah dia akan membunuhku bila berbohong? Ah, tak takutlah aku mati. Tapi, apakah dia mau menerima seorang pencuri sebagai menantu? Ataukah gadis itu akan menerima pencuri dalam hatinya? Bukankah aku akan berhenti!

Aku seorang pencuri yang hendak berhenti. Aku…

Apa?! Berani sekali seorang pencuri hendak menikahi anakku.

Tidak. Aku tak akan lagi mencuri.

Pergi kau! Pencuri mana yang bisa dipercaya?!

Dengan kasar ayah gadis mengusir si lelaki. Dengan kasar ia menghempaskan tubuh lelaki ke tanah depan rumah. Lelaki terhempas pasrah tapi tak menyerah.

Dia seorang pencuri? Bagaimana bisa? Sungguh baik tutur kata dan perangainya. Lalu, bagaimana mungkin dia adalah seorang pencuri?

Tak kah kau memberinya kesempatan anakku. Sungguh di matanya ada kesungguhan untuk berhenti. Kenapa kita tak memberi dia sedikit jalan menuju kebaikan?

Ayah, seorang pencuri selamanya akan tetap mencuri. Jika kita memberinya kesempatan, habislah harta kita karenanya. Lagi pula, apa kata orang nanti tentang derajat kita, menerima pencuri sebagai menantu!

Siang hari dia malaikat suci tapi saat malam dia bisa sejahat-jahatnya manusia. Keseimbangan akalnya terganggu saat malam menjelang, seperti kerasukan, dia menjelma pencuri jahat tak berperasaan. Dan pikiran jahatnya telah menyiapkan dia sebuah rencana:

Ada ketukan pada jendela. Aku mendekat memeriksa. Dengan perlahan membuka jendela dan hanya ada gelap malam. Tiba-tiba ada tangan yang menyergap dan menarikku keluar lewat jendela. Dia menutup mulutku agar tak teriak dan mengikat tangan dan kakiku dalam satu gerak cepat.

Anakku diculik! Kerahkan semua orang untuk menemukannya!

Kenapa? Kenapa kau lakukan ini?

Aku cinta kamu.

Tak adakah cara lain?

Untuk memilikimu? Ayahmu tak akan suka.

Dia bisa membunuhmu.

Akulah yang akan membunuhnya.

Kau tak akan kumaafkan bila membunuhnya.

Tuan, kami menemukan tempat persembunyiannya. Tempat dia menyembunyikan putri Anda.

Kepung mereka!

Apa yang hendak mereka lakukan?

Meyerahlah, kau tak akan sanggup menghadapi mereka semua.

Bahkan orang sebanyak ini tak sanggup menangkapnya.

Tak perlu ragu akan kepandaiannya bertarung, anakku.

Kembalikan anakku!

Setelah dia jadi istriku, bagaimana?

Kau mau mati? Ku beri!

Dia bodoh sekali. Bagaimana dia bisa mati hanya dengan satu pukulan?

Kau membunuhnya?

Dia harusnya lebih kuat. Dalam perkiraanku…

Aku tak akan pernah memaafkanmu!

Bagaimana bisa kau bunuh anakku?

Bukankah hal ini menyenangkanmu? Kau tak lagi harus lelah hati karena buruk perangainya.

Tetap saja dia anakku. Dan kau pun harus mati.

Dalam satu pukulan kuat yang mematikan dan tak terelakan lelaki tua terkunci mati. Ajalnya hanya soal menunggu waktu. Dia benar-benar telah lengah. Tiba-tiba sang gadis menghalangi cepat dan…….

Kek, berjanjilah jangan bunuh dia. Biarkan dia menjalani kutukanku.

Gadis bodoh, kenapa tak kau biarkan kakekmu ini mati saja?

Apa yang kau lakukan?

Lelaki sombong, dengarlah apa yang kukatakan. Kau tak akan pernah berhenti mencuri. Wajah tampanmu sungguh buruk sekali oleh perangaimu. Dan tahukah kau, bagaimanapun aku tetap tak bisa berbohong, aku sungguh mencintaimu, bahkan kalau pun kau seorang pencuri.

Apa yang kulakukan?

Lelaki bodoh……………………………………………………………………………………………………………

Tak akan lagi ada wanita dalam hidupku! Aku berjanji…..aku berjanji………..aku berjanji…… …..aku berjanji…… …..aku berjanji…… …..aku berjanji…… …..aku berjanji…… …..aku berjanji…… …..aku berjanji………………………………………………..

Mukanya buruk dan seram dengan gigi taringnya mencuat di ujung bibir dengan pipi melekuk ke dalam menampak rahang kuat dengan hidung besar dan lubang mendatar – mirip hidung babi – dengan mata besar tanpa kelopak dengan telinga meruncing di ujung atas menjuntai di ujung bawah dan melebar di tepi dengan dahi penuh kerutan tak karuan dengan alis semrawut dengan jenggot menjuntai terurai dan lebat layak ijuk di sapu ijuk dengan seluruh bulu di wajah dengan seluruh rambut di kepala yang terlepas melewati pundak dan menutup punggung bahu: kumal-hitam-kotor. Bila kau menatapnya, matamu seolah tersirap dan menelan seluruh wajahnya dalam ingatanmu dan selama tujuh malam tidurmu dihantui buruknya mimpimu dan kujamin kau akan lebih sering terjaga karena takutnya.

Bahkan kalaupun seram mukanya dan keras wataknya tak diragukan lagi, dia orang baik, setidaknya menurutku. Hari itu aku sungguh mengalami kerugian dalam perniagaan di kota. Aku pulang dengan perasaan penuh kecewa dan di satu jalan antara Kota dan Kampung dia datang. Ingin rasanya aku berlari dan tinggalkan semua barang dagangku. Tapi, …….sungguh tampak dari wajahmu suatu kerugian. Jangan murung! Apapun yang kau bawa, berikanlah semua pada keluargamu dan ini tambahan untukmu…….. dia melemparkan sekantung keping emas ke arahku. Aku hanya diam mematung: tak mengerti. Siapa dia? Yang sebenar-benarnya makhluk jahat berbuat kebaikan seperti ini padaku. Dan di kampung-kampung yang kulewati, telahlah orang-orang mengenalnya. Dia datang dan pergi begitu saja dengan harta melimpah ditinggalnya. Sungguh dia dewa kami. Biarpun buruk mukanya dan keras perangainya, dia Dewa kami.

Dan tak seorangpun yang mau bertemu dengannya dapat menemukan dan tak seorangpun yang dapat menolak kehadirannya saat ia datang. Dan di bumi mana dia tak dikenal?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline