Lihat ke Halaman Asli

UMKM Sumbar untuk Pasar Asean

Diperbarui: 22 Juni 2016   15:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia terutama di Sumatera Barat masih bisa terus berkembang dari tahun-ke tahun. Meskipun saat ini kondisi perekonomian sedang tidak stabil dan nilai tukar rupiah terus anjlok, namun peluang-peluang pengembangan produk dan pasar UMKM kita masih tetap terbuka luas. Malahan sebenarnya UMKM dapat diandalkan sebagai salah satu pendongkrak ekonomi Sumatera Barat dan mendatangkan devisa.

Sebagai sebuah usaha yang dirintis dan diperjuangkan oleh masyarakat kecil, UMKM telah beberapa kali terbukti tangguh dalam menghadapi krisis ekonomi. Contoh kasus yang paling sering dikemukakan tentunya pada saat terjadinya krisis di tahun 1998 dan tahun 2008 yang lalu. Pada kedua masa krisis ekonomi tersebut, terbukti UMKM dapat bertahan dan malahan beberapa diantaranya mampu mengambil peluang sehinga mendapatkan keuntungan.

Di tahun 1998, saat perusahaan-perusahaan besar banyak yang menyatakan bangkrut dan gulung tikar, sehingga beberapa diantaranya harus dibantu pemerintah dengan bail out, UMKM adalah usaha-usaha yang mampu bertahan dan bangkit secara mandiri tanpa bantuan dari pemerintah. Hal yang sama terjadi di tahun 2008. Ketika itu China mengurangi belanja nasional dan konsumsi penduduknya, sehingga perusahaan-perusahaan raksasa mengalami kerugian. Namun bagi UMKM hal tersebut tidak terlalu dirasakan dampaknya. Oleh karena itu, maka pengembangan UKM ke depan harus menjadi perhatian utama bagi pemerintah dalam pengembangan ketahanan dan kestabilan ekonomi.

Peluang Menuju Pasar Yang Lebih Luas

Dengan telah diresmikan dan dilaksanakannya perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 pada jam 24.00, 31 Desember 2015 yang lalu, permasalahan perdagangan bebas antar negara di kawasan ASEAN sudah seringkali dibahas di berbagai forum. Hal ini juga terjadi di Sumatera Barat. Namun sayangnya fokus pembahasan dibahas lebih kepada beratnya persaingan yang akan dihadapi seandainya produk-produk negara tetangga membanjiri pasar Sumatera Barat. Pertanyaannya, kenapa kita tidak terpikir untuk membanjiri negara-negara di ASEAN dengan produk-produk Sumatera Barat? Karena setiap ada tantangan pasti selalu terbuka peluang yang sama besarnya.

Saat ini sudah banyak contoh UMKM yang berhasil memasarkan produknya di negeri orang. Seperti produk-produk tekstil Sumatera Barat yang sangat digandrungi oleh Malaysia. Atau bawang goreng Batam yang diam-diam sudah menguasai pasar Singapura. Atau yang dari pulau Jawa, kerajinan rotan yang sudah masuk pasar Eropa.

Namun sayangnya kisah-kisah kesuksesan tersebut masih menjadi contoh kasus yang istimewa. Artinya belum menjadi sebuah kebiasaan bagi UMKM di Indonesia maupun di Sumatera Barat. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Thailand, Filipina, Malaysia dan Vietnam yang mampu bersaing di pasar global, UMKM kita memang belum ada apa-apanya. Rata-rata UMKM di negara-negara tersebut mampu menjual produk dengan harga yang lebih murah dan kualitas baik. Mereka dapat menjual langsung melalui internet maupun jejaring sosial. Bagaimanakah UMKM Sumatera Barat bersaing dalam era MEA yang baru saja dimulai ini? Mampukah bersaing?

Kendala UMKM Kita

Pertama, kebanyakan pelaku UMKM kita memiliki pendidikan yang rendah dan merupakan pekerja informal. Artinya, belum begitu banyak lulusa perguruan tinggi yang tertarik untuk merintis UMKM-nya sendiri. Kebanyakan, begitu wisuda, map lamaran kerja sudah dipersiapkan. Sehingga mayoritas pengelolaan UMKM dilaksanakan secara tradisional dan berdasarkan pengetahuan otodidak saja.

Padahal kemampuan para pelaku UMKM tidak kurang, hanya kurang mendapatkan pelatihan dan pendidikan formal saja. Untuk itu, diperlukan pelatihan-pelatihan praktis yang langsung dapat diterapkan dalam mengembangkan produk UMKM yang diolahnya. Seperti pelatihan tentang akuntansi, manajemen bisnis, bahasa asing (terutama bahasa Inggris), digital marketing, promosi melalui jejaring sosial media dan lain sebagainya. Sehinga sektor UMKM Sumatera Barat mahir dalam pengelolaan bisnis secara profesional. Dan tentunya juga pengetahuan sehubungan dengan prosedur ekspor impor.

Kedua, kurangnya kemampuan dalam hal branding (pemberian merek) dan pembuatan kemasan. Karena bagi konsumen internasional, merek dan kemasan adalah perkenalan awal dari sebuah produk. Jika merek dan kemasan saja sudah tidak menarik atau dibawah standar, bagaimana mungkin akan dibeli.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline