Lihat ke Halaman Asli

Akrom Haz

Penunggu Waktu

Ucapan 'Selamat Sore' Aplikasi dan Memori Kecopetan di KA di Masa Kecil

Diperbarui: 22 Oktober 2024   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Azan magrib baru saja terdengar lamat-lamat. Sebuah ucapan 'Selamat Sore' tertera di aplikasi Acces by KAI. Ucapan yang tertulis di pojok kiri atas tampilan di aplikasi berikut nama lengkap kamu tampak manis.

Sendiri, hanya melihat tampilan aplikasi di android tersebut. Entah kenapa, ingatan tiba-tiba melayang pada waktu dulu. Sekarang  kereta api (KA) kini benar-benar telah berevolusi menjadi lebih baik.

Jauh dari KA yang saya kenal puluhan tahun silam. KA dulu adalah moda transportasi andalan keluarga kami. Payah namun selalu menjadi primadona bagi kami. Mungkin juga bagi sebagian orang. 

Dulu, saat orang tua kami pulang kampung atau mudik Lebaran. Kami biasa menggunakan moda KA. Orang tua saya selalu antre panjang membeli tiket KA di Stasiun Pasar Senen Jakarta. Bapakku bekerja membuka usaha konveksi di Palmerah Slipi Jakarta Barat. Setiap kali jelang mudik, bapak mengajak kami sekeluarga pulang kampung ke Pekalongan, Jawa Tengah.

Di benak kami sudah terbayang, bahwa antrean panjang, lama, dan serba padat stasiun menjadi gambaran. Dan, ternyata bayangan itu benar-benar terjadi. Tentu hal itu berdasarkan pengalaman kami setiap kali pulang kampung.

Pernah suatu waktu, saya harus mengalami hal yang tak mengasyikkan. Saya lupa apa nama KA tersebut. Yang jelas, KA yang kami tumpangi hendak berangkat karena waktu keberangkatan tiba.

Kami sekeluarga masih dalam perjalanan menuju KA usai berhasil membeli tiket. Seketika, bapak, emak, kakak, adik lari begitu mendengar KA yang kami tumpangi hendak berangkat.

Kami berlari kencang sembari tergopoh-gopoh membawa barang bawaan. Berdesakan, sampai harus menabrak banyak penumpang KA. Kami menerobos para penumpang yang berjalan ke tepi rel stasiun.

Alhamdulillah, kami berhasil naik KA saat lajunya masih pelan. Seperti biasa, KA kelas ekonomi yang kami tumpangi selalu memperlihatkan pemandangan selayaknya keramaian pasar. Di tiap sudut, disesaki manusia dan barang bawaannya.

Kami berjuang agar bisa mendapatkan ruang untuk duduk sekaligus menaruh barang bawaan kami. Jelas, kami tidak mendapatkan tempat duduk. Karena tiket yang kami beli adalah tiket dengan tempat duduk bebas. Ya, bebas duduk di mana saja. Kalau tempat duduk habis, kami duduk lesehan.

KA, masih dengan cerita yang tak kalah pilu, benar-benar membekas di benak saya. Pernah satu waktu ketika saya baru lulus kelas 6 MI  (madrasah ibtidaiyah atau setara sekolah dasar). Saya pulang dari tempat belajar di Gresik Jawa Timur menuju Jakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline